Lihat ke Halaman Asli

Konflik dan Kekerasan

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:19

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebagaimana telah kita ketahui, sebuah konflik selalu disertai dengan luapan-luapan perasaan tidak suka, benci, dan amarah. Dari luapan perasaan –perasaan tersebut, timbul keinginan untuk menghancurkan lawan atau pihak lain. Apabila keinginan tersebut diwujudkan dalam sebuah tindakan “menghancurkan lawan” maka pada saat itulah terjadi kekerasan. Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa kekerasan adalah bentuk lanjutan dari sebuah konflik social.

Secara sosiologis, kekerasan pada umumnya terjadi saat individu atau kelompok yang berinteraksi mengabaikan norma dan nilai-nilai social dalam mencapai tujuan masing-masing. Dengan diabaikannya norma dan nilai social itu, timbullah tindakan-tindakan irasional yang cenderung merugikan pihak lain, tetapi menguntungkan diri sendiri. Akibatnya, terjadi konflik yang akan bermuara pada kekerasan.

N.J. Smelser meneliti kekerasan yang bersifat missal atau kerusuhan. Menurutnya, ada lima tahap dalamkerusuhan massal. Kelima tahap itu berlangsung secara kronologis (berurutan) dan tidak dapat terjadi satu atau dua tahap saja. Berikut ini kelima tahap tersebut.

1.Situasi social yang memungkinkan timbulnya kerusuhan yang disebabkan oleh struktur social tertentu, seperti tidak adanya system tanggung jawab yang jelas dalam masyarakat.

2.Tekanan social, yaitu suatu kondisi saat sejumlah besar anggota masyarakat merasa bahwa banyak nilai dan norma yang sudah dilanggar. Tekanan social seperti ini tidak cukup untuk menimbulkan kerusuhan atau kekerasan, tetapi dapat menjadi pendorong kemungkinan terjadinya kekerasan.

3.Berkembangnya perasaan kebencian yang meluas terhadap suatu sasaran tertentu, misalnya terhadap pemerintah dan kelompok rasa atau kelompok agama tertentu. Sasaran kebencian itu berkaitan dengan factor pencetus, yaitu peristiwa tertentu yang mengawali atau memicu suatu kerusuhan, seperti sindiran dan kata-kata kasar.

4.Mobilisasi untuk bereaksi, yaitu tindakan nyata berupa pengorganisasian diri untuk bertindak. Tahap ini merupakan tahap akhir dari akumulasi yang memungkinkan pecahnya kekerasan.

5.Control social yaitu tindakan pihak ketiga seperti aparat keamanan untuk mengendalikan, menghambat, dan mengakhiri kekerasan atau kerusuhan.

Refrensi:

Sosiologi penerbit Erlangga, 2006

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline