Sastra Asia serupa dengan roti-roti hangat yang dipanggang tiap paginya. Masing-masing dijajakan oleh penjual di atas rak yang berjajar rapi, kemudian menyambut pelanggan dengan aromanya yang menggugah selera. Sedangkan pembaca adalah pelanggan tetap toko roti tersebut. Setiap pagi, mereka pergi ke toko untuk memilih roti kesukaannya. Ada yang membeli roti cokelat untuk meningkatkan energi sebelum bekerja. Ada juga yang memesan roti lapis untuk mengganjal perut selama perjalanan. Pula mereka yang memilih roti tawar untuk dimakan bersama kopi panas saat sarapan. Sastra Asia adalah roti hangat, sedangkan pembaca adalah pelanggannya.
Dewasa ini sastra Asia memiliki pamor yang sangat tinggi di kalangan pembaca Indonesia. Berkat bentuknya yang beragam, pembaca memilliki banyak sekali pilihan untuk menikmatinya. Di bawah satu payung bernama Asia, para sastrawan melahirkan hasil karyanya yang penuh dengan berbagai warna. Penikmat literasi dapat menemukan tragedi perang dari Asia Barat, kisah dewa-dewi dari Asia Timur, dan perrlawanan terhadap koloni di Asia Tenggara. Kemajemukan inilah yang menjadi kekuatan utama sastra Asia dalam dunia literasi.
Menilik Popularitasnya di Indonesia
Apabila diperhatikan, mayoritas pembaca Indonesia memiliki genre tertentu untuk menentukan buku pilihannya. Sastra Asia yang terus mendominasi pasar literasi pun kerap dipenuhi dengan genre-genre tersebut. Terdapat tiga kategori yang sangat digemari oleh para pembaca. Genre pertama adalah novel dengan genre realisme magis. Misalnya Dollagoot Toko Penjual Mimpi karya Lee Mi Yee dan Funiculi Funicula karya Toshikazu Kawaguchi. Novel-novel seperti ini menjadi populer karena mengangkat tema keseharian dengan bumbu magis di dalamnya. Menikmati novel dengan tema serupa adalah hal yang dapat menghangatkan hati sekaligus memberi kesan yang menyenangkan. Mirip seperti menyantap roti manis yang masih hangat di pagi hari.
Genre kedua yang laris manis tentu saja adalah misteri. Hal ini bisa kita lihat dari popularitas novelis Keigo Higashino dengan karyanya yang memenuhi banyak ruang di toko buku. Dari Kesetiaan Mr.X hingga Tragedi Pedang Keadilan, karya misteri tentulah menarik untuk dibaca dan diperbincangkan oleh pembaca Indonesia. Serupa dengan popularitas film horor, orang Indonesia pun menyukai genre misteri yang menakutkan dan penuh intrik untuk mereka baca. Halaman yang begitu candu untuk dibuka dan kejadian mencekam sekaligus menegangkan dalam alur yang sangat sulit diterka. Menikmati genre ini seperti mencoba kue lapis baru yang belum pernah dicoba, penuh tantangan dan rasa penasaran di waktu yang bersamaan.
Tentu saja genre terakhir yang ramai digemari adalah fantasi. Genre ini selalu populer di kalangan para pembaca seolah tak pernah lekang oleh waktu. Begitu pula dengan sastra Asia yang lahir menggunakan genre ini. Sebut saja Six Crimson Cranes karya Elizabeth Lim dan The Poppy War milik R.F Kuang. Kisah penuh khayalan selalu menjadi opsi tepat bagi yang membutuhkan 'pelarian' dari dunia nyata. Pembaca begitu menyukai jagad khayal yang jauh berbeda dengan keseharian. Meskipun begitu, terdapat keunikan pada hasil karya tersebut karena memadukan dua hal yang begitu kontras. Kisah khayalan yang begitu asing dengan nilai Asia yang begitu dekat. Budaya, nuansa, dan moral Asia tetap dimasukkan ke dalam novel fantasi membuat pembaca terpukau untuk menyelesaikannya. Sastra Asia dalam balutan fantasi seperti mencelupkan roti tawar ke dalam kopi yang kaya akan rasa.
Jadi, antara roti manis, roti lapis, dan roti tawar, mana roti kesukaanmu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H