Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan dalam Kerangka Pandemi Covid-19: Tantangan terhadap Kurikulum

Diperbarui: 4 Juli 2021   22:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Selama beberapa dekade terakhir, beberapa peneliti dari berbagai bidang ilmiah telah menunjukkan minat yang positif dalam mempelajari cara-cara dimana berbagai bentuk teknologi, seperti teknologi informasi dan komunikasi (TIK), atau alat digital (Slj, 2010) dapat berhasil diintegrasikan ke dalam kegiatan pembelajaran dan kurikuler. 

Dengan demikian, banyak temuan penelitian sebelumnya yang selanjutnya dikontekstualisasikan dan semakin banyak digunakan dalam enam bulan terakhir untuk menekankan dampak krisis pandemi Covid-19 terhadap pendidikan, secara khusus pada proses pembelajaran formal hingga non-formal (Marinoni, Land, dan Jensen, 2020: 23-26). 

Dalam hal tersebut, fokus tulisan ini yaitu bagaimana sistem pendidikan telah mengelola tantangan utama terkait dengan peralihan paksa aktivitas pendidikan tatap muka ke pembelajaran daring (online), dengan menggunakan alat dan platform digital. Dalam hal ini, penting untuk melihat lebih jauh karena pada realitasnya tidak semua peserta didik dan pengajar memiliki akses yang sama terhadap teknologi yang ada guna menghadapi tantangan pendidikan saat ini terkait dengan pandemi Covid-19.

Tulisan ini akan membahas persoalan di atas dalam bingkai perspektif sosiologi kurikulum sebagai kerangka kerja. Melihat kurikulum atau sistem pembelajaran di masa pandemi penting untuk menggunakan perspektif ini karena dimensi sosial yang disajikan lebih memberikan gambaran utuh mengenai kurikulum sebagai ruang dari berbagai macam dinamika, mulai dari hidden curriculum yang membentuk nilai dan norma, hingga pertarungan banyak kepentingan.

Ribuan institusi pendidikan di seluruh dunia --- termasuk Indonesia --- secara bertahap dibatasi oleh pemerintah untuk mengganti kegiatan pendidikan tatap muka secara langsung dengan pendidikan jarak jauh, yang dimediasi oleh lingkungan digital. Pandemi Covid-19 berpotensi berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan dampaknya terhadap ilmu pengetahuan dan masyarakat kontemporer kemungkinan akan dirasakan dalam waktu yang lama. 

Pada kasus Indonesia sendiri, Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) telah diterapkan sejak pertengahan Maret 2020, dan dibukanya sekolah bergantung pada kesiapsiagaan Covid-19 di zona risiko yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Tentu saja, pandemi Covid-19 berdampak pada sistem, kegiatan, kebijakan, dan tentu saja pada praktik pendidikannya juga.

Pandemi Covid-19 memaksa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) untuk mengambil peran dalam penyusunan, pembuatan, dan implementasi kebijakan di semua lapisan sistem pendidikan, terkhusus kurikulum pembelajarannya. Secara umum, Kemendikbud-Ristek menekankan bahwa model pembelajaran di masa pandemi adalah untuk memberikan siswa pengalaman belajar yang bermakna, tanpa tekanan tradisional untuk menyelesaikan kurikulum sekolah yang disiapkan untuk kenaikan kelas dan kelulusan (Aletheiani, 2021: 5). Kurikulum sekolah dikontekstualisasikan sebagai bagian dari peserta didik dan guru, berkaitan dengan kebutuhan peserta didik, dan disesuaikan dengan situasi lokal peserta didik dan guru. Outputnya, kurikulum harus berfokus pada keterampilan hidup yang relevan dengan kondisi pandemi,

Program Merdeka Belajar yang dicetuskan oleh Menteri Dikbud-Ristek memberikan prinsip-prinsip yang sesuai dengan kondisi pandemi, karena dalam kebijakannya diberikan ruang bagi sekolah, kepala sekolah, dan guru untuk menawarkan kegiatan pembelajaran yang inovatif sesuai dengan situasinya. 

Program ini memperluas kegiatan tidak hanya melalui pembelajaran daring (online) tetapi juga pembelajaran luring (offline), seperti pilihan pembelajaran di rumah masing-masing --- dengan memanfaatkan program pembelajaran kreasi televisi dan siaran radio serta materi pembelajaran yang tersedia di lingkungan siswa. Program ini tentu ideal untuk menjangkau daerah-daerah di nusantara yang masih menghadapi tantangan seputar akses internet yang dibutuhkan untuk pembelajaran daring.

Pendidikan formal juga semakin dipermudah oleh Kementerian dengan tersedianya aplikasi pembelajaran daring gratis seperti Rumah Belajar. Aplikasi ini dikembangkan kementerian untuk menyediakan materi pembelajaran dan platform komunikasi untuk berbagi dengan guru di seluruh Indonesia. 

Tidak hanya itu, beberapa penyedia layanan telekomunikasi bekerja sama untuk memberikan akses gratis kepada peserta didik dan guru saat menggunakan Rumah Belajar atau aplikasi pembelajaran daring lainnya di Indonesia (ex: Ruangguru, Zenius, dll). Secara paralel, peningkatan pemerataan akses ini juga merupakan bagian dari rencana jangka panjang untuk memperluas akses Internet dan meningkatkan kecepatan serta infrastruktur Internet di seluruh pelosok negeri ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline