Semenanjung Korea saat ini berada dalam kondisi ketegangan yang meningkat. Dilansir dari KBS World Radio, Korea Utara baru-baru ini dikabarkan meluncurkan sejumlah rudal balistik jarak pendek yang terbang sekitar 360 kilometer ke arah Laut Timur pada hari Kamis (12/09/24) pukul 07.10 pagi.
Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Kementerian Pertahanan Jepang, rudal balistik yang diluncurkan oleh Korea Utara ini diduga jatuh di perairan di luar zona ekonomi eksklusif (ZEE) Jepang ("Jepang: Rudal Balistik Korut Diduga Jatuh di Luar Zona Ekonomi Eksklusif" 2024).
Menurut analisis Kepala Staf Gabungan (JCS), tindakan provokatif yang dilakukan Korea Utara ini mungkin sebagai bentuk protes terhadap 'Latihan Ssangryong' sebuah latihan militer bersama yang dilakukan oleh Korea Selatan dan Amerika Serikat.
Namun, ada kemungkinan juga bahwa uji coba rudal ini merupakan bagian dari upaya Korut untuk mendemonstrasikan kemampuan persenjataannya, dengan tujuan potensial untuk mengekspor teknologi rudal tersebut ke Rusia ("Rudal Balistik Jarak Pendek Korut Jatuh di Laut Timur Setelah Terbang 360 Kilometer" 2024).
Pentingnya isu ini bagi keamanan global dan regional
Kondisi yang sedang terjadi di Semenanjung Korea saat ini tidak hanya menjadi masalah bilateral antara Korut dengan Korsel, tetapi merupakan tantangan keamanan yang mempengaruhi stabilitas seluruh kawasan Asia Timur dan dunia secara keseluruhan karena melibatkan beberapa aktor kunci dengan kepentingan yang saling bersinggungan.
Korea Utara, di bawah kepemimpinan Kim Jong-un, terus mengembangkan program nuklir dan misilnya sebagai strategi pertahanan dan alat tawar diplomatik. Korea Selatan, dengan dukungan kuat dari Amerika Serikat, berupaya menjaga keamanan nasionalnya sambil mendorong denuklirisasi Semenanjung. Jepang, sebagai sekutu dekat AS dan tetangga terdekat, juga memiliki kepentingan vital dalam stabilitas regional. Amerika Serikat berperan ganda sebagai penjamin keamanan bagi sekutunya di kawasan dan pemain utama dalam upaya denuklirisasi.
Sementara itu, Cina, sebagai sekutu lama Pyongyang, berusaha menjaga pengaruhnya di kawasan sambil menghindari ketidakstabilan di perbatasannya. Rusia, meskipun bukan pemain utama, semakin meningkatkan kerja samanya dengan Korea Utara yang menambah kompleksitas dinamika regional ("BAB IV DAMPAK PERUBAHAN KEBIJAKAN PERTAHANAN KOREA UTARA TERHADAP ASIA TIMUR", n.d.).
Situasi ini semakin rumit dengan adanya aliansi yang saling berhadapan. Di satu sisi, aliansi antara Korut dan Rusia yang semakin menguat menciptakan tantangan baru bagi keseimbangan kekuatan regional. Perjanjian strategis antara kedua negara ini berpotensi memberikan dukungan ekonomi dan diplomatik bagi Pyongyang, serta kemungkinan transfer teknologi militer.
Di sisi lain, aliansi trilateral antara Korsel, Jepang, dan AS semakin diperkuat sebagai respons terhadap ancaman yang berkembang. Peningkatan kerja sama militer dan pertahanan di antara ketiga negara ini, termasuk latihan bersama dan pengembangan sistem pertahanan rudal, semakin mempertajam polarisasi di kawasan (Roza 2016).
Bagaimana dengan Indonesia?