"Tidak ada yang sempurna di dunia ini."
"Kesempurnaan itu hanya milik Tuhan."
Tentunya kita sering kali mendengar kedua kalimat di atas dari mulut orang-orang terdekat di saat seorang teman atau mungkin bahkan diri kita sendiri merasa insecure. Dengan demikian, apabila sering, apakah itu artinya merasa insecure kerap terjadi di lingkungan sosial?
Saya akan mengatakan demikian. Fenomena insecure ini rasanya sudah tidak asing lagi terjadi, khususnya di kalangan remaja. Dengan meningkatnya pengguna media sosial dari tahun ke tahun, fenomena ini akan terus mengalir layaknya darah di dalam tubuh. Namun, apa hubungannya dengan media sosial?
Menerima hal baru, membagikan apa yang kita mau, semua itu datang dari media sosial. Bertambahnya konten menarik setiap hari membuat banyak orang berlomba-lomba menjadi lebih baik. Salah satunya Gucci Challenge, sebuah tren viral di platform Tiktok yang baru-baru ini terjadi. Tren ini mengharuskan para pesertanya untuk mengenakan pakaian dan aksesori yang mencolok agar terlihat bak model sungguhan. Cukup dengan barang seadanya, para peserta sudah dapat tampil memukau di depan kamera.
Tren ini sejujurnya mengembangkan kreativitas. Karena secara tidak langsung, otak kita dituntut untuk mencari bagaimana caranya menyuguhkan barang bukan bermerek menjadi terlihat seperti barang Gucci aslinya. Macam-macam kreativitas yang ditampilkan, macam-macam pula tanggapan yang dikomentarkan. Di sinilah, perasaan insecure mulai menyerang.
Menyuguhkan konten, pasti tidak sedikit dari kita mengharapkan dapat suka dan komentar dalam jumlah banyak. Perasaan insecure ini akan menyerang di saat melihat perbandingan suka pada unggahan kita tidak lebih besar dari kepunyaan orang. Perbandingan inilah yang menyebabkan munculnya penilaian terhadap diri sendiri. Fisik kita tidaklah secantik mereka.
Lantas, amat disayangkan pada akhirnya fisik lebih menarik daripada isi kepala. Jika sebelumnya, Gucci Challenge ini adalah tren yang murni melihat keindahan dari segi pakaian maupun aksesori, kini tidak lagi berarti ketika orang-orang berparas rupawan mengambil perhatian. Karena sekalipun berpakaian lusuh, tapi jika dia rupawan, maka akan tetap terlihat menarik dan berkelas.
Insecure tidak melulu soal fisik. Menilik dari pengertian Asta (2019) yang menyebutkan bahwa insecure adalah tindakan dari adanya emosi apabila kita menilai diri kita menjadi seorang inferior dari orang lain, perasaan itu dapat juga muncul dalam persoalan lain. Seperti halnya kegagalan.
Kegagalan adalah hal wajar. Semua orang pasti pernah gagal setidaknya satu kali dalam seumur hidupnya. Kegagalan kerap kali menumbuhkan perasaan insecure karena di saat orang lain sudah sukses bergerak maju, kita harus mundur dan bertahan dalam keterpaksaan. Bagaimana kekhawatiran menghantui pikiran, secara terus-menerus, hingga akhirnya menumbuhkan rasa tidak percaya diri akan masa depan.