Lihat ke Halaman Asli

Kontribusi Ibnu Sina Dalam Filsafat Pendidikan Islam

Diperbarui: 16 Desember 2024   11:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pada zaman kebangkitan Islam (abad VII-XII M), hampir semua sarjana muslim saat itu tidak merasa cukup hanya dengan menguasai satu cabang ilmu pengetahuan saja. Kecenderungan seperti ini merupakan sebuah kebiasaan para tokoh Islam dalam rangka meningkatkan kualitas diri sekaligus sebagai upaya untuk memajukan Islam. Hal ini dilatarbelakangi oleh dasar dan pandangan Islam sendiri terhadap eksistensi dan pentingnya penguasaan berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Ada juga di dalam sebuah pemikiran tidak terlepas dari yang namanya filsafat yang dimana filsafat pemikirian ini memiliki banyak pemikiran salah satunya adalah pemikiran pendidikan. Dan di dalam pemikiran pendidikan ini ada salah seorang tokoh yang cukup ahli dan terkenal yaitu Ibnu Sina. Beliau ini adalah ahli filsafat pendidikan yang cukup terkenal. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang penting bagi manusia. Pendidikan juga merupakan hal yang paling mendasar dimana dalam pendidikan kita akan mengenal yang namanya ”belajar”, yang dimana belajar ini juga merupakan suatu hal yang awalnya kita tidak bisa menjadi bisa.

Artikel ini akan membahas tentang fenomena tersebut, dan mengulas tentang pandangan dan pemikiran pendidikan Ibnu Sina, kontribusi Ibnu Sina di dalam pendidikan islam serta juga mengetahui tujuan adanya pendidikan dari Ibnu Sina. Dengan memahami konteks ini, kita dapat banyak mengetahui bagaimana pemikiran pendidikan oleh tokoh Ibnu Sina.

Pandangan dan Pemikiran Pendidikan Oleh Ibnu Sina

Pada masa periode klasik ini sejumlah ulama besar dan banyak yang muncul seperti Imam Maliki, Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dan Imam Ibn Hambal ini ahli di dalam bidang fiqih dan ulama lain sebagainya. Nah, Ibnu Sina ini adalah sebagai salah satu ulama’ besar yang muncul pada masa periode ini. Ibnu Sina nama lengkapnya adalah Ali al-Husien bin Abdullah al- Hasan bin Ali bin Sina. Beliau dilahirkan di desa Afsyanah, dekat Bukhara, di kawasan Asia Tengah pada tahun 370 H dan meninggal dunia di Hamadzan pada tahun 428 H (1038 M) dalam usia 57 tahun.

Pada usia 16 tahun beliau telah banyak menguasai ilmu pengetahuan, sastra Arab, fikih, ilmu hitung, ilmu ukur, dan filsafat. Bahkan ilmu kedokteran pun beliau dipelajarinya sendiri. Pada usia 18 tahun ia telah berprofesi dalam berbagai bidang yaitu sebagai guru, penyair, filsuf, pengarang, dan seorang dokter termasyhur sehingga diundang untuk mengobati sulthan Samani di Bukhara yaitu Nuh ibn Mansur. Kemudian ia diberi kesempatan oleh sultan untuk menelaah buku-buku yang tersimpan di perpustakaan. Dengan daya ingatnya yang luar biasa itu ia mampu menghafal sebagian besar isi kitab-kitab tersebut.

Ibnu Sina ini juga memberikan sumbangan yang sangat besar terutama di bidang filsafat, yang tidak pernah lepas dari pengaruh filsafat yunani sebagai pijakan filsafat dunia melalui pemikiran Plato dan Arsitoteles yang kemudian dikemas oleh Ibnu Sina dengan memasukkan nilai-nilai yang berunsur islam di dalamnya.

 Membahas tentang pendidikan, tentu tidak terlepas dari kajian tentang hakikat manusia. Di dalam hal pendidikan juga, kontribusinya tidak terbatas pada pengembangan ilmu pengetahuan. Ibnu Sina sangat menyadari bahwa betapa pentingnya pendidikan untuk membangun pemikiran rasional dan ilmiah. Beliau percaya bahwa pendidikan adalah kunci untuk membangun masyarakat yang maju dan orang-orang yang bijaksana.

Pandangan seseorang terhadap manusia akan berpengaruh terhadap konsep-konsep pendidikan yang ia kemukakan. Demikian oleh Ibnu Sina, beliau juga memiliki pandangan tentang hakikat manusia dan bahkan dalam kajian filsafat, pembahasan tentang Ibnu Sina tidak pernah terlepas dari pemikirannya tentang manusia, khususnya tentang konsep jiwa. Namun secara garis besar, manusia terdiri dari unsur jasmani dan rohani. Keduanya ini mesti saling dipelihara dalam kelangsungan hidup di dunia ini. Demikian juga dengan Ibnu Sina, meskipun ia sebagai seorang dokter yang mengkaji tentang organ tubuh manusia secara jasmani, tetapi ia juga memiliki pemikiran yang unik tentang jiwa.

Ibnu Sina membagi jiwa dalam tiga bagian, yaitu jiwa tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Hanya saja Ibnu Sina menguraikan lebih rinci, dan tentunya sesuai dengan ajaran yang terkandung dalam al-Qur’an. Adapun pembagian jiwa tersebut adalah:

A. Jiwa tumbuh-tumbuhan (nabatîyah). Daya ini terbagi tiga macam, yaitu ghadzîyah (makan); munmîyah (tumbuh); muwallidah (mereproduksi). Daya jiwa nabatîyah ini adalah jiwa terendah dari dua jiwa yang lain.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline