Aku melihatnya setiap malam, berdiri di balik jendela. Menatap jalanan dengan pandangan lurus yang sepertinya tanpa kerjap. Tirainya hanya terbuka separuh, dari jauh wajahnya tampak pucat dan tak ada senyum.
Setiap malam selalu seperti itu, tak ada yang berubah. Sampai-sampai posisinya pun sama. Kalau kuhitung-hitung dia termasuk orang yang kuat berdiri lama. Tepat dua jam dia berdiri mematung di jendela itu. Dan seperti ada yang memanggil, dia menoleh ke belakang sebentar, kemudian menutup jendela dengan terburu-buru. Selalu seperti itu, setiap malam.
Lama-kelamaan aku terbiasa dengan pemandangan itu. Hingga bila sehari saja ia tidak muncul, seperti ada yang hilang dalam hatiku. Seperti hari ini, sudah hampir seminggu aku tak menjumpainya di jendela itu.
“Kau merindukannya?” ucap suara dalam kepalaku
Aku hanya bisa tertawa.
“Rindu? Kenal saja enggak, gimana bisa rindu? Bukankah tak kenal maka tak sayang, dan tak sayang maka tak rindu?” jawabku dalam hati sambil tertawa sendiri.
“Mengapa tak kau coba untuk mengenalnya?” tanya suara itu lagi
“Bagaimana caranya?” jawabku lagi
“Datangi saja dia, mungkin dia sakit atau mungkin dia lelah,”
“Hhhhh.....kalau aku datang ke sana, aku mau mencari siapa? Aku kan tak tahu namanya?”
“Ah, kau ini, langsung saja pergi ke sana. Pikir saja sambil jalan. Biasanya ide muncul saat detik-detik terakhir.”