“Hmmm...rasanya nikmat sekali, sensasi gatal yang agak panas namun terasa lembut di mulut.” Gumamku lirih tanpa mempedulikan tatapan tajam ayahku ketika kutelan bulat-bulat ulat api yang kutemukan di pohon kelapa belakang rumah kami.
“Manusia itu seharusnya makan apa yang wajarnya dimakan manusia.” Ujar ayahku sambil berlalu dengan emosi yang ditahan.
Aku memang anak yang paling bengal di wilayahku. Aku tak pernah percaya pada nasihat orang tua atau nenek moyang. Apa yang mereka katakan selalu aku tentang. Larangan apapun selalu aku langgar. Aku anggap mereka hanya angin lalu.
Lama-kelamaan, ayah dan ibu tak lagi melarangku. Mereka kini diam. Apapun yang terjadi padaku, mereka diam. Bukannya merasa tak enak atau salah tingkah, aku malah semakin merajalela.
Hingga suatu sore seorang temanku yang hobi makanan ekstrim, mengajakku untuk pergi ke sebuah resto. Tempat makan itu khusus menyediakan menu makanan ekstrim seperti, kelabang panggang pedas, sate kalajengking, cobra rica-rica, ada juga sup kaki buaya, dan masih banyak lagi yang lainnya.
Awalnya aku merasa agak aneh, namun karena temanku mengajak ke sana secara berkala, maka aku jadi terbiasa. Dan lambat laun aku merasa berbeda.
Sejak merasakan perubahan itulah, untuk pertama kalinya aku merasa dibuntuti. Dalam mimpi aku merasa seperti dikejar-kejar.
Perilakuku juga semakin tak bisa diprediksi. Kalau dulu, meskipun aku sering menentang perintah orang tua, namun tak pernah sedikitpun keluar kata-kata keras dan kasar dari mulutku, paling-paling hanya diam dan pergi.
Namun sekarang amat berbeda, selain berkata kasar dan keras, aku juga sering merusak barang bila sedang marah. Pernah suatu ketika ibu kaget dan menangis, melihatku menggebrak meja makan karena kesal tak ada makanan di sana.
Sebenarnya aku sadar bahwa kelakuanku ini adalah karena aku terlalu sering makan makanan ekstrim. Benar kata ayah, bahwa apa yang kita makan akan mempengaruhi perilaku kita. Makan ayam, kita akan berperilaku seperti ayam, mempertahankan harta miliknya dengan sepenuh jiwa. Induk ayam tak akan pernah ragu menyerang siapapun yang akan mengambil anaknya, begitu pula seekor jago, akan menyerang ayam lain yang mengganggu betinanya.
Lalu bagaimana denganku? Aku amat suka dengan sate kalajengking dan rica-rica cobra. Ah, yang pasti sumbuku menjadi pendek, mudah marah dan tak segan-segan melemparkan cacian pada orang-orang yang ada di depanku.