Lihat ke Halaman Asli

Pembatasan Usia Mobil di DKI Jakarta: Diskursus dari Perspektif Berbeda

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Kebijakan pembatasan usia mobil 10 tahun yang digagas Gubernur DKI Jakarta (Kompas.com 14 Januari 2015) tentu membawa kegamangan baik bagi penduduk Jakarta yang memiliki keterbatasan daya beli, maupun bagi penduduk yang menjadikan mobil tua sebagai wahana penyaluran hobi dan pelestarian bukti sejarah. Risiko biaya yang bisa dimitigasikan akan menjadi beban sudah terukur kalkulasinya, terlebih jika usulan Gubernur DKI Jakarta untuk memberlakukannya di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, diwujudkan oleh penguasa daerah lainnya. Mengesampingkan wacana tersebut, pertama-tama perlu dicermati sudah sejauh mana upaya yang ditempuh pemerintah DKI Jakarta untuk mengatasi kongesti/kemacetan lalulintas di Jakarta, yang menjadi kambing hitam terjadinya pembatasan usia mobil. Memperbandingkan suatu kebijakan yang akan diambil dengan kebijakan di negara lain seyogianya dilakukan secara integral dan dipertimbangkan aspek-aspek dampak kebijakannya kelak. Tidak hanya memilih ide besar berupa pembatasan tahun produksi mobil yang boleh beredar, namun juga mengkaji serta mengkritisi diri apa upaya yang ada di negeri lain dan memilki keefektifan mengurangi beban kemacetan lalulintas, yang feasibel, namun belum kita terapkan di sini.

Pertama, penggunaan hasil uji emisi sebagai alat pengendalian populasi mobil yang dikaitan dengan insentif/disinsentif berkaitan dengan lingkungan hidup. Sebagai contoh, di Singapura, otoritas yang berwenang (Land Transport Authority) memberikan insentif bagi mobil yang rendah emisinya berupa pengurangan pajak kendaraan bermotor serta mengenakan denda bagi mobil yang melewati ambang batas melalui kebijakan Carbon Emission-Based Vehicle Scheme (CEVS).

Kedua, apakah selama ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah melakukan upaya yang keras, konsisten, dan sungguh-sungguh tanpa tebang pilih dalam melakukan penataan lingkungan permukiman. Lebih dari sekedar kegiatan penggusuran pedagang kaki lima yang sebenarnya menjadi penopang sektor formal (perhatikan karyawan perkantoran grade menengah bawah yang sangat berterima kasih atas keterjangkauan makanan-minuman yang disediakan sektor informal ini) melainkan juga bagaimana penegakan hukum atas parkir mobil penduduk di tepi jalan umum. Aturan yang merupakan kerjasama antara pemerintah daerah di jenjang lapangan seperti Kecamatan dengan Samsat wilayah kota masing-masing dapat mensyaratkan kelengkapan surat hasil verifikasi jaminan ketersediaan lahan penyimpanan mobil yang dimiliki seorang penduduk. Sebelum seorang penduduk membeli mobil, harus melampirkan surat yang menerangkan bahwa dirinya memiliki garasi/lahan tetap untuk menyimpan mobil yang akan dibelinya dan terdapat sanksi denda apabila terjadi pelanggaran. Selain itu, pengaturan yang tegas terhadap alih fungsi daerah permukiman menjadi daerah industri, yang marak terjadi di suatu wilayah Kota Administrasi Jakarta misalnya, perlu dilakukan karena truk-truk besar yang masuk ke dalam jalan permukiman yang tidak lebar, mengganggu aktivitas dan mengancam keamanan mobilitas penduduk.

Ketiga, pengelolaan manajemen lalulintas harus secara sungguh-sungguh dibenahi dan dibuatkan panduan aspek-aspek utama yang menjadi perhatian agar tidak memiliki dampak merugikan pada arus lalulintas dan keamanan berlalulintas. Antara lain misalnya jeda waktu nyala hijau lampu lalulintas bisa diatur secara variabel dengan input data volume kendaraan yang lewat pada rentang waktu yang berbeda, siapa yang bertanggungjawab atas pembersihan ceceran tanah tumpah maupun tumpahan sisa concrete mix dari truk-truk pengangkutnya yang banyak kita jumpai di jalan raya Jakarta, mega proyek yang terlantar namun sudah mengorbankan jalan protokol sepanjang Sudirman-Thamrin bagaimana solusinya agar flow lalulintas tidak terganggu. Harus ada pihak yang mau lelah memikirkan. Tidak sulit, namun sangat bergantung pada adanya semangat untuk melayani publik dengan standar tinggi. Paradigma smart traffic management seyogianya merupakan utopia yang harus mewujud. Dapat dicontohkan kembali, Singapura melalui Land Transport Authority juga secara khusus membuat panduan detil pengaturan lalulintas pada areal yang sedang dilakukan pekerjaan umum agar tetap menjunjung aspek keselamatan diatas segalanya, baik bagi pengguna jalan, maupun pekerjanya sendiri. Panduan tersebut diberi judul Code of Practice Traffic Control at Work Zone.

Keempat, apakah Pemerintah DKI Jakarta sudah melakukan riset yang meyakinkan dan terpublikasi mengenai prosentase mobil tua yang memadati jalanan Jakarta dalam hari kerja sehingga menjadi penyebab utama kemacetan lalulintas dan harus dilarang keberadaannya. Lebih besar mana prosentase peredaran mobil produksi tahun terakhir dengan mobil tua dalam lima hari kerja. Berapa persen dari mobil tua tersebut yang mogok di jalan dan menyebabkan kemacetan lalulintas. Berapa sering terjadi pelanggaran batas kecepatan minimum di jalan bebas hambatan oleh truk-truk bermuatan lebih kapasitasnya sehingga menyebabkan antrian panjang. Berapa banyak populasi mobil tua terdaftar di seluruh Samsat wilayah DKI Jakarta dan berapa yang taat membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) setiap tahunnya. Berapa persen pula potential loss Pendapatan Asli Daerah dari PKB yang dibayarkan mobil tua terdaftar. Masih banyak pekerjaan rumah internal yang harus dilakukan dengan cerdas dan berdasarkan anggaran dalam pelaksanaannya, sebelum menerapkan suatu kebijakan.

Kelima, kita bisa belajar dari kebijakan Jabatan Pengangkutan Jalan Malaysia yang membuat panduan atas status mobil klasik maupun panduan bagi penggantian mesin mobil tua agar memenuhi kualifikasi emisi (tetap dampak terhadap lingkungan yang mengemuka). Mereka membagi mobil tua dalam dua kategori: Vintage Cars (yaitu mobil-mobil yang telah mencapai usia 50 tahun sejak pertama kali diproduksi) dan Classic Cars (yaitu mobil-mobil yang telah mencapai usia 25 tahun sejak pertama kali diproduksi). Aplikasi status mobil Vintage atau Classic yang disetujui, akan memperoleh insentif berupa pengurangan pajak kendaraan bermotor. Betapa mobil tua dihargai aspek sejarah dan sumbangsihnya dalam membangun peradaban manusia. Contoh beberapa prasyaratnya adalah kondisi yang layak lihat dan layak jalan, kelengkapannya semua berfungsi normal, secara umum tidak dimodifikasi berlebihan kecuali yang berkaitan dengan tujuan keamanan, terdaftar atas namanya sendiri, memiliki kecocokan nomor mesin dan sasis dengan dokumen legal tercatat, memiliki rekomendasi dari klub mobil tua, serta bersedia untuk menjalani inspeksi dari otoritas yang berwenang melakukan pengesahan. Setelah semua prasyarat dipenuhi, otoritas mengeluarkan sertifikat konfirmasi status mobil Vintage/Classic yang bermanfaat sebagai pengurang pajak kendaraan bermotor dengan jumlah yang signifikan, yaitu pengurangan PKB sebesar 90% untuk kategori Vintage, dan 80% untuk kategori Classic. Sertifikat ini berlaku selama 3 tahun, dan diuji kembali setelah itu, atau saat terjadi peralihan kepemilikan atau perubahan nomor identitas kendaraan.

Kebijakan pelarangan beroperasinya mobil tua di DKI Jakarta bukanlah solusi instan melawan kemacetan lalulintas yang terjadi. Diskursus diatas bertujuan membuka wawasan, menambah perspektif baru bagi pemangku kepentingan Daerah Khusus Ibukota Jakarta melengkapi bahasan klasik yang seringkali diangkat yaitu peningkatan kualitas layanan transportasi umum yang memadai dan dapat menjadi substitusi penggunaan mobil pribadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline