Lihat ke Halaman Asli

NISFULAILY IKA FIYA RAHMAWATI

Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

Kekerasan Verbal dan Non-verbal pada Anak

Diperbarui: 30 Juni 2021   13:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia disebut sebagai salah satu Negara yang luas, selain itu juga memiliki jumlah penduduk yang berlimpah. Tak jarang dijumpai dalam suatu keluarga, memiliki lebih dari dua orang anak. Anak merupakan suatu anugerah yang dititipkan oleh Allah SWT kepada hambanya. Anak juga merupakan bagian dari keluarga. Dengan hadirnya seorang anak, makna dan peran dari sebuah keluarga terasa lebih nyata. Oleh sebab itu, kedua orang tua diharapkan mampu dengan sabar dan teliti mendidik buah hatinya sebagai bentuk nyata kasih saying yang tertanam dalam jiwanya.

Dalam proses mengarahkan maupun cara dalam membimbing pemberian hadiah maupun hukuman kadang juga diperlukan. Hukuman memang diterapkan dalam islam. Ibnu Sina berpendapat bila orang tua terpaksa memberi hukuman kepada anak, sebaiknya diberi ancaman dan peringatan terlebih dahulu. Hukuman bukan merupakan satu-satunya cara yang bisa digunakan. Memberikan hukuman adalah cara paling akhir yang bisa dilakukan apabila anak menyimpang dari jalan kebenaran dan melanggar batasan yang diberikan kepada dirinya.

Kita juga tidak menutup mata terdapat beberapa artikel dan juga wacana berita membicarakan mengenai kasus kekerasan didalam rumah tangga yang salah satunya menceritakan mengenai sikap kurang manusiawi yang dilangsungkan oleh orang tua kepada anaknya. Baik bagi orang tua saat ini anak-anak maupun orang dewasa yang kelak juga akan memerankan figure sebagai sosok ayah dan ibu. Edukasi mengenai parenting sangat dianjurkan, dikarenakan mempunyai lebih dari satu nilai positif yang bisa disiapkan agar kelak kita bisa menjadi sosok orang tua yang dicintai dan diidam-idamkan oleh anak-anak kita. Kasih sayang dikembangkan anak didalam hubungan social hubungan yang sangat erat dengan apa yang anak rasakan dan terima dikeluargannya.

Melakukan kekerasan sangatlah tidak dianjurkan apalagi terhadap anak. Kekerasan terbagi menjadi dua, yaitu verbal dan non-verbal. Kekerasan verbal identic dengan kekerasan tanpa fisik contohnya seperti mengejek,membentak,mengamcam dan masih banyak lagi. Kekerasan non-verbal diidentikkan dengan kekerasan fisik contohnya seperti memukul,mencubit dan segala macam kekerasan yang berbentuk melukai fisik. Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan pada remaja di SMK Negeri 34 Jakarta, diketahui bahwa presentase tertinggi adalah 30 responden dengan pola asuh permisif sebesar 39,5%, sedangkan pada presentase tertinggi untuk tidak melakukan perilaku kekerasan sebanyak 13 responden dengan pola asuh demokratis dengan presentase 17,1%.( Mutiara, Narulita, S., & Zakiyah, 2018, p. 5).  Sangatlah sedikit oranng tua yang menerapkan pola asuh demokratis.

 Kekerasan verbal memanglah tidak melukai fisik, tapi kekerasan verbal bisa saja melukai hati anak. Efek dari kekerasan verbal yang pernah dirasakan adalah anak menjadi takut, kurang percaya diri, memiliki emosi yang tinggi,dan memiliki tingkah laku yang agresif. Anak yang terkena kekerasan verbal tak jarang pula ketika ia sudah memasuki dunia sekolah ia akan menjadi pribadi yang suka membully atau bahkan bisa berbuat tawuran. Dampak dari kekerasan verbal sangatlah berbahaya bagi perkembangan anak apalagi jika orang tua melakukan kekerasan non-verbal pada pola asuh anak. Biasanya para orang tua melakukan kekerasan fisik berupa mencubit anak tapi tak jarang juga kita jumpai dalam beberapa artikel dan wacana berita orang tua tega memukul. Dalam memberikan pukulan dianjurkan jangan sangat keras apalagi jika pukulan mengenai kepala. Karena kepala adalah mahkota setiap makhluk hidup dimana semua system saraf pusat terletak disitu. Dan kepala adalah system keseimbangan tubuh. Keseimbangan adalah sebuah system yang saling berintegrasi yaitu adalah system propiosepti, visual dan cerebellar.

Jika pukulan mengenai area kepala, kepala bisa mengalami trauma. Menurut beberapa penelitian saat kepala terkena pukulan atau hentakan secara tiba-tiba, kepala akan memberika respon berupa pusing,atau dunia sekelilingnya berputar.  Trauma kepala bisa menyebabkan cedera pada otak. Menurut penelitian kasus seperti ini adalh salah satu penyebab terjadinya kematian pada anak. Jaringan neural sedikit mengandung myelin menyebabkan jarangan saraf sangat mudah rusak, maka sering terjadi injuri yang diffuse dan edema otak pada anak. Penimgkatan intracranial mudah terjadi. CMRO2 aliran darah otak dan autoregulasi serebral anak 5,8ml/100gr. Sedangkan kebutuhan glukosa anak adalah 6,8ml/100gr jaringan/mnt. Aliran darah otak anak 100ml/100gr jaringan/mnt.

Melalui artikel ini setidaknya dapat diketahui sangatlah tidak dianjurkan melakukan kekerasan kepada anak. Memeberikan hukuman kepada anak ketika berbuat salah bisa dilakukan akan tetapi kita sebagai orang tua harus lebih dahulu mengamati kondisi fisik maupun kondisi mental anak, apakah ia siap atau tidak ketika kita hendak memberikan hukuman.

Daftar Pustaka                                                                                                

Mutiara, Narulita, S., & Zakiyah. (2018). Hubungan Pola Asuh Orangtua Terhadap Perilaku Kekerasan pada Remaja. 1, 1--7.

            

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline