Setiap penulis, termasuk blogger, pasti pernah merasa malas sehingga tidak semangat (Writer's Block) untuk menulis. Penyebabnya mulai dari sedang bad mood, kurang istirahat, malas berpikir, dan alasan lain yang sifatnya individual.
Padahal, penulis itu kan memang karyanya dinilai dari tulisannya yang sudah ditulis. Kalau terlalu lama membiarkan Writer's Block sehingga lama tak menulis, apakah kita masih layak disebut penulis?
Beberapa waktu sebelum tanggal 1 Muharram Tahun Baru Hijriah 1445 yang jatuh tepat pada Rabu, 19 Juli 2023 lalu, saya sempat membaca kutipan di media sosial seputar Writer's Block. Intinya, kenapa ada Writer's Block, sedangkan kita tidak pernah mendengar istilah Teacher's Block atau Pilot's Block, ya kan?
Intinya, ketika profesi lainnya tidak kenal bad mood yang sampai menghalangi produktifitas, kok penulis punya alasan untuk tidak menulis (sampai batas waktu yang tidak ditentukan) karena sedang bete. Cuti kerja saja ada batasnya.
Saya langsung tertampar usai membaca kutipan yang lewat di Instagram itu. Selama ini, saya lumayan sering berlindung di balik alasan "lagi enggak mood nih!" saat banyak ide di kepala yang tidak segera diolah menjadi artikel blog.
Akibatnya, waktu terus berlalu, tapi ide sudah keburu menguap sampai tak sempat ditulis karena sudah lupa idenya.
Tak jarang pula, saya ingin satu artikel blog itu harus oke banget, jadi malah sudah pusing duluan dan ujung-ujungnya tulisan itu tak pernah diselesaikan, haduh!
Memang sih, saya sempat berdalih dalam hati, "Kualitas itu lebih baik daripada kuantitas." Boleh deh artikel sedikit, tapi isinya kualitas A+.
Tapi, setelah dipikir-pikir lagi dengan jernih, enggak mungkinlah kita dapat menulis sesuatu yang berkualitas tanpa latihan menulis berulang kali. Kalau baru satu dua kali menulis artikel blog, kualitas tulisan pasti belum terlihat, setuju?