Lihat ke Halaman Asli

Khairunisa Maslichul

TERVERIFIKASI

Profesional

Ngabuburit Ramadan yang Dirindukan di Alam

Diperbarui: 16 April 2021   07:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ngabuburit di alam terbuka saat Ramadan memang selalu dinantikan (Ilustrasi: pexels.com/Walid Ahmad

Periode selepas Ashar hingga berbuka puasa lebih dikenal sebagai waktunya 'ngabuburit.' Ini adalah saat orang menunggu tibanya azan Maghrib sebagai pertanda waktu berbuka.

Istilah ngabuburit berasal dari bahasa Sunda yaitu "burit" yang berarti 'waktu menjelang sore'. Ngabuburit sebenarnya adalah singkatan dari "ngalantung ngadagoan burit" yang artinya kegiatan bersantai-santai menunggu waktu sore.

Selama ini, ngabuburit saat Ramadan identik dengan pergi keluar rumah. Tempat yang umumnya didatangi yaitu lapangan, taman, dan tempat makanan. Ohya, tak sedikit pula orang yang ngabuburit di masjid sambil mengikuti kajian Ramadan dari para kyai dan ulama sebelum saatnya berbuka.

Namun, sejak pandemi tahun 2020 setahun lalu, ngabuburit tak lagi bisa leluasa dilakukan di ruang terbuka. Saya lihat, danau buatan dekat rumah yang biasanya ramai saat ngabuburit jadi sunyi-senyap.

Di media sosial, ngabuburit Ramadan tahun 2020 yang terpaksa dijalani di rumah saja pun sempat menembus trending topic. Pembatasan interaksi fisik dan sosial selama pandemi jelas tak boleh dipandang sebelah mata.

Untuk saya, ngabuburit di suasana alam terbuka adalah hal yang selalu dinantikan tiap kali Ramadan. Sejak masih duduk di bangku SD hingga kini bekerja, jalan santai sambil menghirup udara segar saat ngabuburit telah menjadi kebiasaan tahunan.

Sejak usia 6 bulan hingga 6 tahun, saya bersama keluarga tinggal di Kalimantan Timur. Rumah kami waktu itu berlokasi tak jauh dari pantai.

Orang tua saya sering mengajak buah hati mereka untuk ngabuburit di pantai. Sepulang dari pantai, kami membeli es kelapa muda yang diwadahi langsung dalam batok kelapanya yang sudah dilubangi, segarnya!

Selama di pantai, saya dan adik waktu itu biasanya berlarian ke sana kemari di pasir. Ibu melarang kami untuk main air pantai agar baju tak basah setelah mandi sore.

Seingat saya, angin pantai saat sore itu terasa lebih sejuk daripada di siang hari. Pasir pantainya pun tak sepanas ketika sinar matahari masih tinggi sehingga enak untuk berjalan di atasnya tanpa alas kaki.

Kenyamanan ngabuburit di salah satu pantai di Kalimantan Timur itu berakhir ketika keluarga kami pindah ke Jabodetabek. Bapak saya ditugaskan bekerja di kantor pusatnya di Ibukota.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline