Jika Anda penggemar musik dan opera, nama Andrea Bocelli pasti tak asing. Penyanyi sukses dari Italia tersebut telah berkarir sejak tahun 1992. Statusnya sebagai seorang disabilitas dalam kemampuan melihat tak menghalangi tekadnya untuk bermusik. Film "The Music of Silence" menggambarkan perjuangan Bocelli dari nol hingga terkenal.
Film ini diproduksi pada tahun 2017 dan berdasarkan biografi Bocelli tahun 1999 yang berjudul "La Musica del Silenzio." Disutradarai oleh Michael Radford, film ini dibintangi oleh aktor muda berbakat yaitu Toby Sebastian sebagai Amos Bardi. Bocelli memakai Amos Bardi sebagai alter egonya.
Aktor veteran Hollywood, Antonio Banderas, berperan sebagai The Maestro yang mengajarinya teknik bernyanyi dengan tepat dan profesional. Cerita diawali dari lahirnya Amos di Tuscany di Italia. Amos mengalami gangguan penglihatan yaitu congenital glaucoma. Dirinya masih bisa melihat hingga usia belasan tahun. Satu kecelakaan saat berolahraga membuat Amos kehilangan penglihatannya.
Kondisi itu jelas membuat Amos dan keluarganya terpukul. Namun, ada satu hal yang selalu menenangkan Amos yaitu musik. Lalu, bagaimana cara Amos mengatasi kekurangannya tersebut hingga bisa sukses mendunia? Inilah 4 inspirasi sukses dari film "The Music of Silence."
1. Keyakinan Diri
Amos kecil hingga dewasa mengetahui bahwa bermusik adalah energi hidupnya. Cobaan hidup boleh datang silih berganti. Namun, Amos tak pernah menjauhkan dirinya dari musik. Penonton film bisa menyaksikan bahwa keyakinan Amos itulah yang membuatnya terus maju.
Di sisi lain, Amos juga sadar bahwa dirinya tetap perlu pendidikan formal untuk menopang hidupnya. Kesadaran ini yang bisa ditiru para seniman muda saat ini. Mereka tetap bisa bermusik tanpa harus mengorbankan pendidikan formal. Amos lulus sekolah hukum yang dibiayai dari profesi bermusiknya di malam hari.
Keyakinan diri saja tidak akan cukup jika tidak diiringi dengan kerendahan dan kebesaran hati. Amos menyadari bahwa dirinya memiliki kemampuan menyanyi di atas rata-rata.
Meskipun begitu, belum tentu orang lain bisa menghargai bakat luar biasanya tersebut. Dia tak lantas patah arang ketika ada seorang kritikus musik yang mencelanya dengan keras.
Sebaliknya, Amos terus menggali kapasitas dirinya dalam bermusik. Tak hanya bersuara emas, Amos juga terus melatih keterampilannya bermain alat musik, terutama piano.
Amos yakin bahwa dirinya bisa berprestasi sebagai musisi sekalipun matanya tak mampu melihat. Keyakinan dirinya itu pula yang membakar semangat Amos di awal karir musiknya.