Pernahkah Anda mendengar istilah ini: "Pergi pagi, pulang malam, penghasilan pas-pasan, kesehatan pun ngos-ngosan?" Ungkapan ini ditujukan untuk kaum pekerja yang sibuk bekerja sepanjang hari. Namun, waktu kerja yang lama tersebut (seringnya) tidak berbanding lurus dengan besarnya nominal penghasilan setiap bulannya. Eh, ini bukan curhat lho.
Jam kerja yang mirip maraton itu jugalah yang membuat (mayoritas) kaum urban melewatkan waktu makan. Saat sarapan, mereka sudah harus di kendaraan agar tak terjebak macet di jalan. Apalagi di Jabodetabek, telat berangkat kerja 10-15 menit saja itu berarti siap-siap terlambat sampai di kantor. Tak heran, menurut hasil penelitian Pergizi Pangan Indonesia tahun 2012, prevalensi orang dewasa yang melewatkan sarapan hingga sebesar 31.2 %.
Lalu, waktu makan siang, ada setumpuk pekerjaan yang menghadang. Sore dan malamnya, selepas jam kantor, jadilah lapar mata plus perut yang kosong seharian berimbas kalap saat melihat hidangan makanan. Idealnya, makan malam itu (tidak) sebanyak sarapan maupun makan siang. Energi yang diperlukan untuk tidur jelas tak sebanyak energi untuk berpikir dan bekerja dari pagi hingga siang maupun sampai sore.
Nah, saat (belum) sempat makan besar dan lengkap, cemilan tentunya menjadi pilihan praktis saat jadwal sedang padat agar perut tak lama-lama sampai kosong. Saat perut lama tak terisi apapun, usus dalam saluran pencernaan tetap bekerja sedangkan lambung bersifat asam.
Padahal, makanan yang masuk ke perut itu bersifat basa sehingga menetralkan keasaman lambung. Itulah sebabnya, penderita maag kronis (yang terbiasa telat atau melewatkan makan) sering merasa mual dan pusing karena tingginya kadar asam lambung dalam tubuhnya. Kalau sudah begitu, mengonsumsi cemilan (ngemil) menjadi tindakan yang menyehatkan pencernaan sekaligus pikiran. Waktu perut melilit, seseorang tidak akan mampu berpikir aktif dengan efektif.
Umumnya, cemilan (snacks) bisa dibawa ke mana saja dan kapan saja, mulai dari dimakan di kendaraan ataupun di meja kantor ketika menyelesaikan tumpukan pekerjaan. Pilihan cemilan itu pun beragam jenis dan harganya. Ada cemilan yang murah meriah, ada pula yang (lumayan) mewah. Tapi, apapun bentuknya, cemilan itu harus lezat, nikmat, dan sehat. Setuju?
Bagi yang terbiasa mengonsumsi makanan full garam, gula, dan minyak maupun 'gorengan', silakan mulai dikurangi frekuensi dan jumlahnya sedikit demi sedikit ya. Ketiga bahan pangan itu yaitu garam-gula-minyak harus dikonsumsi dalam jumlah secukupnya. Trio lezat (namun tak sehat) tersebut menimbulkan resiko beragam penyakit berat seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung koroner (PJK), dan masih panjang lagi daftarnya.
Sedangkan, kesehatan itu investasi utama dalam bekerja. Memang gorengan menjadi cemilan yang (paling) mudah dan murah untuk ditemukan. Tapi, kalau berujung dengan penyakit, cemilan berupa gorengan itu harus dikonsumsi secukupnya dan sesekali saja.
So, cemilan seperti apakah yang termasuk kategori sehat sekaligus tetap lezat dan nikmat itu? Bahan pangan tinggi serat dan protein telah lama dikenal mampu membuat tubuh kenyang dalam waktu lebih lama. Maka itulah, cemilan idealnya mengandung banyak serat dan protein.
Mudah ditemui di mana saja, praktis dibawa, serta tinggi serat dan protein menjadi faktor penentu yang harus diprioritaskan saat akan mengonsumsi cemilan nikmat nan lezat. Wah, lalu adakah satu jenis cemilan yang dapat memenuhi semua kriteria sebagai cemilan oke tersebut?