Bagaimana shaum pertama Anda hari ini? Lalu, apa menu sahur dan (terutama) buka yang baru saja dikonsumsi? Pastinya, apapun menu takjilnya, menu sehat dan seimbang jadi prioritas utamanya. Sudah jadi rahasia umum, menjelang berbuka, (banyak) orang yang lapar mata, termasuk saya hehehe...
Seolah ingin menuntaskan rasa lapar dan dahaga selama puasa, tak sedikit orang yang membeli takjil ini dan itu. Mulai dari gorengan, aneka rupa es, kue tradisional, dan masih panjang lagi daftarnya. Tambah lapar mata ketika menjumpai takjil favorit yang menggoda selera.
Pasti pernah kan ya mengalami hasrat berbelanja (yang luar biasa) sebelum berbuka puasa? Rencananya hanya ingin membeli kolak pisang dan gorengan. Eh, di jalan ada penjual bubur sumsum. Beli deh supaya buka lebih kenyang. Jalan sedikit ke depan, ada abang yang cilok dan cirengnya enak buat mengganjal perut. Ada tukang es cendol, seger juga buat buka.
Ketika adzan Maghrib bergema, mulailah takjil itu dikonsumsi satu persatu. Tapi, ujung-ujungnya, kita tidak (akan) mampu menghabiskan semuanya, tak terkecuali takjil favorit yang didamba. Saking banyaknya menu buka puasa, kita jadi sudah kenyang duluan melihatnya.
Selain itu, tak semua takjil itu kualitasnya oke lho. Sebagai pecinta aneka rupa bubur manis sebagai menu takjil, saya semakin selektif dalam memilih salah satu dari mereka sebelum berbuka puasa. Sehari cukup satu jenis bubur saja supaya tidak eneg karena rasanya manis.
Di luar jenis takjilnya, saya juga belajar untuk semakin hati-hati dan teliti sebelum mampir ke penjual takjil. Baik mereka berjualan di pinggir jalan maupun pedagang takjil keliling, harga menjadi prioritas kedua. Bersih dan sehatnya menjadi kriteria utama saya saat berburu takjil.
Memang tidak gampang untuk mengetahui hingga sedetil mungkin tentang kebersihan takjil yang akan kita beli setiap sore. Namun, secara kasat mata, ada empat cara sederhana untuk mengetahui layak tidaknya suatu takjil untuk kita beli dan konsumsi.
Warna takjil (terlalu) menyala patut menimbulkan curiga
Entah mengapa, penjual makanan dan minuman menjadi semakin kreatif di kala Ramadan tiba. Seolah-olah berlomba mencari pembeli, mereka (hampir) menghalalkan segala cara agar takjil jualannya laris manis tak tersisa. Kalau perlu, pewarna kain pun untuk mewarnai makanan!
Saat kuliah dulu, ada teman kost saya yang suka betul dengan kue lapis tiap kali buka puasa. Jadilah dia selalu membeli 4 -- 5 buah kue lapis setiap sore selama Ramadan. Kebetulan dia memang sudah punya langganan yang membuka kios tak jauh dari pintu masuk kampus.
Satu waktu, kios langganannya tutup. Enggan melewatkan buka tanpa kue lapis, dia mencari ke sana-sini. Dapatlah dia kue lapis dari penjual kue keliling. Saat melihat warna merah kue lapisnya, saya sudah merasa aneh. Pikir saya, "Kok merah banget ya warnanya?"