Bagi pecinta karya fiksi, kedua nama penulis ini pasti sudah Anda kenali. Tulisan mereka pun sudah diangkat ke layar lebar yaitu "Ayat-ayat Cinta(AAC)" dan "Negeri 5 Menara." Ya, siapa lagi kalau bukan Habiburrahman 'Kang Abik' El Shirazy dan Ahmad Fuadi. Selain sesama penulis pria yang produktif, keduanya juga memiliki satu kesamaan lagi. Ada yang tahu, apakah itu?
Tepat sekali! Baik Kang Abik maupun Ahmad Fuadi adalah alumni pondok pesantren atau pernah menjadi santri. Kang Abik merupakan santri Pondok Pesantren Al-Anwar, Mranggen, Demak-Jawa Tengah. Sedangkan Ahmad Fuadi, putra asli Sumatera Barat, mantap memilih Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor, Ponorogo-Jawa Timur sebagai tempat nyantri.
Keduanya adalah contoh nyata alumni pondok pesantren (ponpes) yang sukses sebagai pengusaha di salah satu bidang ekonomi kreatif yaitu creative writing. Selama ini, santri memang lebih identik dengan (hanya) ilmu agama dan menjadi kyai atau guru agama setelah lulus dari ponpes. Padahal, santri diajarkan lebih dari sekedar ilmu agama selama di ponpes lho.
Nah, informasi itulah yang ingin disebarluaskan ke masyarakat luas oleh Kementerian Agama RI melalui Direktorat Pendidikan Islam, khususnya Direktorat Pendidikan Diniyyah dan Pondok Pesantren. Berlokasi di ICE BSD Serpong, Tangerang-Banten, Kemenag RI mengadakan rangkaian acara International Islamic Education Exhibition(IIEE) atau Pameran Pendidikan Islam Internasional yang berlangsung dari Selasa, 21 November hingga Jum'at, 24 November 2017.
Kemenag RI juga turut menggandeng Kompasiana untuk meliput kegiatan yang berkaitan dengan santri dan ponpes pada hari pertama IIEE 2017. Maka, pada Selasa sore hingga malam, 21 November 2017, sebanyak 20 orang Kompasianer terpilih dalam Kompasiana Coverage tentang 'Santri Milenial' meliput sejumlah stand ponpes yang terdapat pada pameran IIEE 2017.
Saat tiba di ICE BSD, Kompasianer mendapati sejumlah murid dan santri yang sudah memadati arena pameran. Uniknya lagi, ada booth Bank Indonesia (BI) di sana. Hal ini tak terlepas dari hubungan erat antara ponpes dan ekonomi. Ya, apalagi kalau bukan adanya ilmu ekonomi Islam yang diajarkan kepada para santri. Selain itu, berkembangnya bank syari'ah di Indonesia sejak tahun 2000-an juga banyak merekrut pegawai yang lulus dari sejumlah kampus umum maupun Islami. Tidak sedikit staf bank syariah tersebut yang pernah menjadi santri.
Oleh karena itu, para orang tua juga tidak perlu khawatir dengan prospek masa depan (baca: pekerjaan) putra dan putrinya yang lulus dari ponpes. Selain bisa melanjutkan kuliah ke luar negeri -- umumnya ke Timur Tengah seperti Madinah di Arab Saudi dan Al-Azhar di Cairo-Mesir -- dan UIN (Universitas Islam Negeri), santri juga bisa berkuliah di kampus umum negeri/PTN maupun swasta/PTS. Ini karena ponpes juga mengajarkan mata pelajaran umum, termasuk ekonomi, seperti halnya yang dipelajari oleh para murid di SMPN dan SMUN melalui Madrasah Tsanawiyah (setingkat SMP) dan Madrasah Aliyah (setara SMU). Ahmad Fuadi pun merupakan alumni S1 dari Hubungan Internasional UNPAD Bandung dan S2 dari AS dan Inggris.
Santri di Indonesia -- khususnya para santriwati -- juga boleh berbangga karena ponpes khusus putri yang pertama ada di Asia berlokasi di Sumatera Barat. Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang adalah ponpes khusus putri yang pertama kalinya berdiri di Asia sejak 94 tahun lalu atau hampir 1 abad, tepatnya pada 1 November 1923 oleh Rahmah El Yunussiyah. Ponpes tersebut kini memiliki akreditasi A. MasyaAllah, Subhanallah! Mantap sekali kan?
Berpindah dari Padang ke Paris van Java, ibukota Jawa Barat nan sejuk ini menjadi lokasi salah satu ponpes yang sangat berpotensi menghasilkan pengusaha agribisnis di masa depan, seperti halnya (alm.) Bob Sadino. Ponpes Al-Ittifaq di Ciwidey-Bandung ini mengamalkan tarekat "Sayuriyah." Wah, paham baru apalagi itu ya? Tenang! Pastinya itu bukan aliran sesat kok.
Ponpes Al-Ittifaq Bandung yang telah berdiri sejak 1 Februari 1934 tersebut mengajarkan kewirausahaan berbasis agribisnis, terutama sayur-mayur. Kini, pesantren berusia 83 tahun yang didirikan oleh K.H. Mansyur tersebut bahkan telah mampu menjadi penyuplai sekitar 3-4 ton hasil pertanian dari lahan ponpes seluas 14 hektar yang dikelola sepenuhnya oleh para santri.
Ponpes berbasis agribisnis ini tentunya harus terus dikembangkan kemajuannya di masa depan. Indonesia terkenal sebagai negara agraris. Namun, sayangnya potensi lahan pertanian maupun peternakan di Indonesia belum terkelola dengan optimal seperti halnya di Thailand dan Vietnam. Ponpes dan para santrinya memiliki peran strategis dalam memajukan sektor pertanian di Indonesia karena sebagian besar ponpes berlokasi di daerah yang memiliki lahan kosong.