Produsen alat tulis dan pensil adalah kesan yang lekat dengan Faber-Castell. Perusahaan asal Jerman itu memang sudah terkenal lama menghasilkan keduanya. Tapi, siapa sangka, Faber-Castell yang didirikan oleh Kaspar Faber di Stein-Nuremberg, Jerman itu telah berusia hampir 3 abad? Tahun 2017 ini, Faber-Castell genap berusia 256 tahun atau didirikan sejak tahun 1761.
Sepengamatan saya, siapa saja bisa mendirikan bisnis. Namun, mampu mempertahankan dan mengembangkan bisnis itu tak semuanya bisa melakukannya. Apalagi ketika bisnis tersebut dapat tumbuh dan besar hingga ratusan tahun, seperti halnya Faber-Castell. Pasti bisnis tersebut memiliki faktor 'X' yang berhasil mendukungnya hingga terus eksis berdiri melalui lintas generasi.
Jelas, saya pun bersyukur karena termasuk 15 orang Kompasianer yang beruntung pada minggu lalu, Selasa 11 Juli 2017, mengikuti Kompasiana Visit Faber-Castell di Cibitung-Bekasi. Selama ini Faber-Castell identik dengan produk berkualitas premium. Jujur, saya sangat penasaran dengan faktor 'X' yang melatarbelakangi kesuksesan Faber-Castell selama 256 tahun beroperasi di seluruh dunia.
Saya ingat betul, dari masih sekolah, kuliah, hingga bekerja saat ini, setiap kali ingin membeli alat tulis yang bermutu nomor satu, produk Faber-Castell yang pasti dibeli. Khususnya ketika menghadapi ujian dengan memakai pensil 2B untuk melingkari bulatan jawaban, maka pensil Faber-Castell yang selalu saya pakai sesuai saran orang tua dan para guru di sekolah. Di tubuh pensil 2B Faber-Castell tersebut, tertera tulisan "German Lead for Computer Scanning."
Maka, ketika menginjakkan kaki di Faber-Castell plant di Cibitung yang beroperasi di Cibitung sejak 14 November 2016 tersebut, para Kompasianer pun terkesima dengan lukisan dan hiasan marker warna-warni yang tergantung di ruang masuk pabrik. Peletakan batu pertama (groundbreaking) plant itu dilakukan pada Juni 2015 dengan luas sekitar 14.000 m2. Plant Faber-Castell di Cibitung tersebut memang tidak hanya untuk menyediakan kebutuhan di Indonesia, namun juga untuk diekspor ke mancanegara.
Kesan lapang, bersih, dan rapi langsung tampak di pabrik Faber-Castell Cibitung yang terdiri atas 3 lantai tersebut. Lantai dasar diperuntukkan bagi ruang produksi dan pengepakan. Lantai 2 dan 3 untuk ruang perkantoran dan pertemuan. Saat tiba, Kompasianer dipersilakan untuk melakukan ISHOMA (istirahat, sholat, dan makan siang) terlebih dahulu sebelum mengikuti rangkaian kegiatan selanjutnya.
Usai ISHOMA, para Kompasianer lalu mengikuti factory tour yang dipandu oleh Bapak Mulyadi Gunawan selaku Factory Managerpabrik Cibitung. Alur produksi di Faber-Castell Cibitung sangat sistematis, efisien, dan efektif. Mantapnya lagi, sekalipun berada di dalam pabrik, tidak terdengar suasana bising tingkat tinggi khas lingkungan pabrik. Ini karena Faber-Castell sudah menggunakan mesin elektrik -- bukan lagi hidrolik -- yang menghasilkan suara mesin lebih halus dan rendah.
Kompasianer ditunjukkan proses produksi pensil mewarnai atau connector pen yang dimulai dari bahan baku (raw material) hingga proses pengiriman (delivery) ke setiap toko atau store untuk diakses oleh para konsumen. Ada 10 proses pembuatan connector pen Faber-Castell dan setiap prosesnya harus lolos uji QC (Quality Control) dulu sebelum dilanjutkan ke proses berikutnya.
Jadi, misalnya pada saat proses pencampuran tinta (Mixing Ink Process) terdapat suatu kekurangan, maka proses harus ditahan dan diperbaiki dahulu sesuai standar QC. Setelah itu barulah, bisa lanjut ke proses penyusunan tinta ke dalam tubuh marker (Assembling Machine Process).
Hal menarik lainnya yaitu tetap beroperasinya tenaga kerja manual di Faber-Castell Cibitung bersamaan dengan kerja mesin. Sejumlah staf dengan cekatan dan terampil memilah dan memilih connector pen sesuai warnanya untuk kemudian disatukan menjadi satu susunan rangkaian. Bagi saya, aspek humanis dalam proses ini memberi nilai lebih pada produksi Faber-Castell karena sejatinya alat tulis memang sangat lekat dengan keterampilan dan skill motorik halus seorang manusia seperti menulis, menggambar serta mewarnai. Sekalipun sudah ada alat tulis digital, alat tulis konvensional tetap selalu diperlukan oleh para pelajar dan pelukis untuk menghasilkan karya yang abadi sepanjang masa.
Selesai dengan tur pabrik, Kompasianer lalu mengikuti kegiatan yang sesuai tema Visit yaitu "Art for All" atau "Seni untuk Semuanya." Setiap Kompasianer diberikan satu paket connector pen dan gambar kepik (ladybug) untuk kemudian diwarnai dan dibuat lipatan sesuai polanya.