Tanggal 17 Agustus memang (selalu) memiliki magnet tersendiri bagi rakyat Indonesia. Tepat 71 tahun lalu, 19 Agustus 1945, dua bapak bangsa, Bung Karno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Berbekal secarik kertas berisi teks proklamasi dan sehelai kain sederhana yang dijahit Ibu Fatmawati - ibu negara pertama - dengan sepenuh hati sebagai bendera merah putih, maka resmilah Indonesia menjadi negara yang merdeka.
Selain upacara bendera setiap tanggal 17 Agustus, masyarakat Indonesia juga memiliki cara unik dan menarik dalam merayakan hari kemerdekaan. Yup! Apalagi kalau bukan rangkaian perlombaan yang rutin dilakukan setiap hari kemerdekaan dirayakan. Lomba makan kerupuk, balap karung, tarik tambang, panjat pinang, dan lainnya. Hayo, siapa yang masa kecilnya (kurang) bahagia sampai tidak pernah merasakan keseruan sebagai peserta lomba Agustusan?
Waktu kecil, lomba yang pernah saya ikuti adalah makan kerupuk, balap dengan bakiak, dan membawa sebutir kelereng dengan sendok yang dijepit di mulut. Bisa ditebak, saya tidak menang karena peserta lainnya jauh lebih gesit dan agresif! Namanya juga penggembira hahahaha…Namun, kenangan mengikuti lomba Agustusan itu selalu berkesan untuk saya. Menang atau kalah tidak masalah, yang penting bisa ikut lomba Agustusan. Cerita Bapak – ayah saya lahir di pertengahan tahun 50-an – yang pasti, di awal tahun 60-an, saat Bapak masih kelas 1 SD, lomba Agustusan sudah ada. “Biasanya setelah mendengarkan pidato Pak Karno (Presiden Sukarno) dari Istana Negara, masyarakat langsung melaksanakan lomba Agustusan. Bapak selalu menang balap karung karena jago lari hehehe..,” katanya bangga.
Menurut pakar sejarah, J.J. Rizal dari Komunitas Bambu saat menjadi narasumber pada program ‘Sapa Indonesia’ di KompasTV menjelang tanggal 17 Agustus 2016 lalu, tradisi permainan dan perayaan memang sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka yaitu ketika masih zaman kerajaan di Nusantara dan menjadi ciri khas masyarakatnya. “Orang Asia Tenggara – tak terkecuali di Indonesia sebagai wilayah terbesar – memang sejak lama dikenal sebagai mahluk yang senang bermain-main (Homo Luden). Bahkan di zaman Bung Karno, sebagai bentuk dukungan dari sang bapak proklamator, hadiah lomba Agustusan pernah berupa buku karya presiden pertama Indonesia tersebut yaitu ‘Di Bawah Bendera Revolusi’,” terangnya. Wow, nasionalis sekali hadiahnya!
Jenis lomba Agustusan ternyata juga memiliki filosofi sejarahnya masing-masing. Lomba panjat pinang menunjukkan tradisi gotong-royong dan guyub (semangat kekeluargaan) orang Indonesia dalam perjuangan meraih kemerdekaan. Lomba makan kerupuk melambangkan sulitnya memperoleh pangan yang layak saat masa penjajahan sehingga banyak rakyat kurang gizi. Lomba balap karung menyimbolkan susahnya hidup saat dijajah Jepang sehingga memakai baju dari karung goni. Wah, betapa beruntungnya yang hidup di zaman merdeka sekarang #SelaluBersyukur
Tradisi lomba 17 Agustusan di Indonesia tentu sangatlah tepat jika bisa dijadikan salah satu obyek wisata sejarah. Selama ini, istilah ‘wisata sejarah’ lebih identik dengan bangunan bersejarah seperti museum, candi, benteng, makam, dan sebagainya. Padahal, acara perayaan dan festival seperti tradisi lomba Agustusan juga bisa diprogramkan sebagai festival pariwisata tahunan di Indonesia. Wisata alam berupa fenomena gerhana matahari di Indonesia pada 9 Maret 2016 lalu terbukti sukses menyedot turis domestik dan asing dengan meroketnya pembelian tiket pesawat pada travel agent website, maka tradisi lomba 17 Agustusan setiap tahunnya – jika promosi dan pelaksanaannya dikemas secara profesional – pun bisa menarik minat para wisatawan untuk wisata sejarah.
Kota festival tahunan lomba 17 Agustusan bisa berlokasi pada berbagai daerah di Indonesia, terutama kota yang memiliki sejarah erat dengan perjuangan kemerdekaan dan tokoh proklamasinya. Contohnya Jakarta sebagai tempat proklamasi tahun 1945, Yogyakarta yang pernah menjadi ibukota negara tahun 1948, Flores-NTT dan Bengkulu yang disinggahi Bung Karno saat diasingkan Belanda masing-masing di tahun 1933 dan 1938, Digul-Papua dan Banda Neira-Maluku yang pada tahun 1934 menjadi tempat pengasingan Bung Hatta dan seterusnya. Kota-kota tersebut akan semakin ramai dikunjungi para turis lokal dan global, apalagi bagi para pemburu tiket pesawat promo. Hotel dan penginapan serta obyek wisata lainnya – tak terkecuali wisata alam - di sana pun akan penuh oleh wisatawan menjelang hari kemerdekaan. Nah, tunggu apalagi? Wisata sejarah di Indonesia sudah saatnya semakin menyenangkan dengan festival sejarah tahunan berupa tradisi permainan dan perayaan 17 Agustusan yang memang budaya khas asli Indonesia. Salam kemerdekaan. Jayalah pariwisata Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H