Lihat ke Halaman Asli

Khairunisa Maslichul

TERVERIFIKASI

Profesional

Budaya Apresiasi ala Si Bili di MLEB TMII

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14277727921226635143

[caption id="attachment_406726" align="aligncenter" width="640" caption="Mari kunjungi Museum Listrik dan Energi Baru yang inovatif di TMII (Dokpri)"][/caption]

Bisa jadi kebanyakan orang lebih sering mengasosiasikan TMII dengan budaya dan koleksi anjungan rumah adat yang ada di dalamnya.Namun, sebenarnya TMII jauh lebih lengkap daripada sekedar wisata budaya saja.Tahun 2013, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menetapkan TMII sebagai Sasana Keberagaman Museum dan Sumber Inspirasi Peradaban Bangsa.Tak heran jika TMII juga dikenal sebagai ‘miniatur Indonesia’.Keberagaman suku, agama, ras, budaya, dan sumberdaya yang luar biasa banyak terdapat di Indonesia mutlak membuat peran TMII selama 5 windu kehadirannya benar-benar strategis sebagai sumber inspirasi untuk kemajuan bangsa.Masyarakat Indonesia sangat patut mengapresiasi TMII di hari jadinya yang ke-40 tahun ini dengan cara mengunjungi dan mempromosikan TMII ke seluruh dunia.

[caption id="attachment_406728" align="aligncenter" width="700" caption="20 April 2015, TMII genap berusia 40 tahun (TMII - Kompasiana)"]

1427773154156664301

[/caption]

Ya, siapapun pasti akan senang jika diapresiasi.Tak terkecuali bagi benda-benda yang bukan mahluk hidup, termasuk listrik.Minggu 15 Maret 2015, saya menjadi jauh lebih menghargai arti listrik dalam kehidupan sehari-hari setelah mengunjungi Museum Listrik dan Energi Baru (MLEB) di TMII.

[caption id="attachment_406729" align="aligncenter" width="640" caption="MLEB juga memiliki teater 4D yang bisa ditonton bersama keluarga dan teman (Dokpri)"]

1427773282352174192

[/caption]

Jika wisata edukasi, terutama di museum sering dianggap membosankan, dijamin pengunjung MLEB TMII akan betah berlama-lama di sana ‘Si Bili’.Lalu, siapakah si Bili itu? Dia adalah maskot dari MLEB TMII yang berbentuk lampu hemat energi.Namanya sendiri unik.Mau tahu apa artinya Bili?Itu merupakan singkatan dari Si Bijak Listrik.Dibantu Pak Mardi, petugas kebersihan di MLEB TMII, saya mendapat banyak informasi berharga mengenai budaya apresiasi ala si Bili di MLEB TMII.

[caption id="attachment_406730" align="aligncenter" width="480" caption="Pendirian MLEB tepat di hari jadi TMII ke-20 yaitu 20 April 1995 (Dokpri)"]

1427773372976456705

[/caption]

Apresiasi Berarti Melayani Sepenuh Hati

MLEB lebih nyaman dicapai melalui Pintu 2 TMII karena jaraknya lebih dekat.Letaknya diapit oleh Museum Minyak dan Gas Bumi (Grawitra) dan Taman Budaya Tionghoa-Indonesia (TBTI). MLEB mudah dikenali dari kejauhan dengan bentuk atap kubahnya yang berwarna merah marun.Cukup membayar harga tiket masuk MLEB sebesar Rp. 10.000,-, pengunjung MLEB akan dilayani dengan baik oleh para staf di dalamnya.

[caption id="attachment_406731" align="aligncenter" width="640" caption="Kompor tenaga surya hasil karya guru SD dari Madiun Jatim di MLEB TMII (Dokpri)"]

1427773448581816347

[/caption]

Sepertinya saya adalah pengunjung pertama MLEB di hari Minggu 15 Maret itu.Jam buka MLEB adalah dari jam 8 pagi hingga 4 sore.Saat tiba jam 9 pagi di sana, saya sempat bingung ketika melihat belum ada penjaga tiket yang hadir.Saya pun kemudian memutuskan melihat-lihat dulu lobi utama MLEB sambil mengambil foto-foto sambil menunggu petugas piket datang.

MLEB ternyata berusia tepat 20 tahun lebih muda dari TMII.Keduanya berbagi hari ulang tahun yang sama yaitu pada 20 April.Bedanya TMII berdiri pada 20 April 1975 sedangkan MLEB pada 20 April 1995.Kesan awal saya ketika memasuki bangunan MLEB TMII adalah bersih, rapi, dan terawat.Saya tentunya jadi penasaran untuk segera bisa masuk ke dalam MLEB.

Keinginan saya itu rupanya bisa terbaca oleh seorang petugas keamanan di MLEB TMII.Dia sigap menghampiri saya yang terlihat menoleh ke kiri dan kanan untuk mencari petugas tiket.“Mau masuk ke dalam MLEB, Mbak?” tanyanya sopan.“Ya.”Satpam itu lalu memberikan satu karcis kepada saya. “Selamat berkunjung ke MLEB,” katanya lagi sambil tersenyum.

Iseng saya bertanya.“Petugas tiketnya ke mana ya, Mas?”Jawabnya, “Ada, tapi belum datang karena ini hari Minggu.Tapi, kami petugas keamanan juga bisa melayani pembelian tiket jika petugasnya belum datang.”Tambahnya lagi, “Kami di sini fleksibel (tugasnya) aja, Mbak. Yang penting, pengunjung terlayani dengan baik.”“Terima kasih, Mas,” kata saya sambil memasuki MLEB.

[caption id="attachment_406732" align="aligncenter" width="640" caption="Mesin diesel dari PLTD di Sumbar ini sudah beroperasi pada tahun 1936 oleh pemerintah Belanda (Dokpri)"]

14277735301488645618

[/caption]

Sama seperti di luarnya, di dalam MLEB pun tampak baik penataannya. Ada taman, kolam ikan, musholla, dan perpustakaan yang tertata rapi dan bersih.Pandangan saya langsung tertuju kepada wajan raksasa yang terletak di taman.Saya pun segera mendekatinya untuk melihat lebih jelas.

[caption id="attachment_406735" align="aligncenter" width="640" caption="Koleksi mobil tenaga surya karya mahasiswa ITS dan genset hibah dari Istana Negara Jakarta di MLEB TMII (Dokpri)"]

1427773858221487754

[/caption]

Ternyata wajan raksasa itu adalah kompor dan panel dari tenaga surya.Kompor tenaga surya itu merupakan hasil karya Bapak Mrinto, seorang guru SD Mruwak dari Kec. Dagangan, Madiun, Jatim, pada tahun 1993 dan 1994.Jika cuaca sedang cerah, kompor tenaga surya tersebut dapat memasak 1 liter air dalam waktu 6 menit. Wah, seandainya ada pengusaha yang tertarik untuk memproduksinya secara massal,kompor tersebut sangat tepat digunakan di negara tropis yang berlimpah-ruah sinar mataharinya seperti di Indonesia. Selain itu, bisa mengurangi ketergantungan masyarakat Indonesia yang masih tinggi terhadap BBM dan BBG karena listrik dihasilkan oleh PLN dengan menggunakan kedua sumber energi tersebut.

Sekalipun ditaruh di tempat terbuka dan sudah berlangsung lama, kompor tenaga surya di MLEB TMII tersebut kondisinya terawat dengan baik dan layak.Hal yang sama juga saya lihat pada mesin diesel dari PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel) yang ditaruh tak jauh dari kompor tenaga surya.Mesin diesel tersebut sudah dipakai sejak tahun 1936 oleh pemerintahan Belanda di Sungai Penuh Sumatera Barat.

Alat peraga lainnya di halaman dalam MLEB TMII yang harus dicoba oleh para pengunjung adalah Kincir Air yang menggunakan tenaga air.Cukup dengan menekan tombol hijau yang ada di depan kincir air, maka kincir air akan segera bekerja dengan memutar turbinnya.Jujur, seumur-umur saya baru kali ini melihat dan mengoperasikan kincir air.Jadi, sedikit norak saat kincir airnya mulai bekerja hehehehe….

[caption id="attachment_406733" align="aligncenter" width="640" caption="Harus mencoba Kincir Air di MLEB TMII. Pasti takjub! (Dokpri)"]

1427773636137258920

[/caption]

Tapi, saya jadi khawatir juga setelah melihat kincir air tersebut terus bekerja dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.Saya pun segera bertanya kepada petugas MLEB TMII yang Minggu pagi itu sedang sibuk mengepel lantai.“Permisi, Pak.Kincir airnya nanti bisa berhenti sendiri tidak?”

“Oh, bisa, Mbak.Kincir air itu nanti akan menghasilkan listrik.Coba saja nyalakan alat-alat listrik di atas,” katanya sambil menunjuk papan bertuliskan Mikro Hidro yang terletak persis di depan pintu masuk ruangan MLEB TMII.“Oh, begitu? Terima kasih ya Pak,” kata saya yang sudah tak sabar untuk mencoba kemampuan listrik dari ‘PLTA (Pembangkit Listrik Tenaga Air)’ ala MLEB TMII yang menggunakan kincir air sederhana tersebut.

Awalnya lampu pijar, kipas angin, dan radio yang ada di papan Mikro Hidro tersebut tidak menyala.Saya langsung berkesimpulan, mungkin alatnya rusak.Ya, sudahlah.Saya kemudian memutuskan untuk pergi saja dari papan itu.Tapi, langkah saya terhenti karena petugas kebersihan tadi bertanya, “Alatnya sudah nyala, Mbak?” Saya hanya menjawab dengan gelengan kepala.“Coba saya lihat dulu,” katanya seraya berjalan mendekati alat yang berada tak jauh dari papan Mikro Hidro sambil dengan tetap menjinjing alat pelnya.Setelah diutak-atik sejenak oleh bapak tersebut, alat-alat listrik di papan Mikro Hidro akhirnya bisa menyala.“Tadi airnya (yang diputar oleh turbin kincir air) belum sampai di atas.Jadi arus listriknya masih sedikit.”“Jadi, ternyata beginilah prinsip kerja PLTA,” kata saya.Pak Mardi, nama petugas kebersihan di MLEB TMII itu pun mengiyakan.“Betul, Mbak.Kita tidak usah takut kekurangan listrik.Kan banyak pulau di Indonesia jadi bisa membangun PLTA di mana-mana.”Saya hanya tersenyum mendengar usulan jitu itu.Semoga saran dari hati dan suara rakyat tersebut bisa diapresiasi dan diakomodasi dengan baik oleh pemerintah.

[caption id="attachment_406734" align="aligncenter" width="640" caption="Pak Mardi, petugas kebersihan di MLEB TMII membantu menyalakan listrik dari kincir air (Dokpri)"]

14277737522000346137

[/caption]

Apresiasi Dimulai dari Diri Sendiri

Di dalam MLEB TMII, pengunjung bisa melihat ada tiga lantai.Sama seperti sebelumnya, semuanya bersih, rapi, dan terawat dengan baik.Lantai 1 berisi miniatur raksasa dari reaktor tekan.Saya memilih hanya memotretnya dari lantai 2 saja.

[caption id="attachment_406736" align="aligncenter" width="480" caption="Reaktor tekan ukuran raksasa di tengah lantai 1 MLEB TMII (Dokpri)"]

14277739762126758643

[/caption]

Selanjutnya, di lantai 2, MLEB TMII menyajikan sejarah listrik dan sumber energi yang ada di dunia dari masa ke masa.Saya benar-benar merasa terbantu dengan kehadiran barisan papan infografis dengan tampilan visual yang menarik dan sangat informatif di dalam MLEB TMII.Bukan hanya itu saja.Bagi yang senang mendengar, MLEB menyediakan fasilitas audiovisual yang menyajikan beragam informasi penting tentang listrik dan energi.

[caption id="attachment_406737" align="aligncenter" width="640" caption="Cukup menekan sekali untuk mendengar informasi tentang listrik dan energi di MLEB TMII (Dokpri)"]

142777410898837534

[/caption]

Tadinya saya kurang mengapresiasi tanah kelahiran dan tempat tinggal saya kini di Indonesia yang termasuk negara tropis yang hanya memiliki dua musim yaitu musim hujan dan kemarau.Maklum saja, selama ini, negara-negara maju lebih banyak berada di negara sub-tropis yang memiliki empat musim dan merasakan turunnya salju.Namun, setelah melihat infografis audiovisual di MLEB TMII mengenai konversi energi, barulah saya menyadari dan akhirnya bisa mengapresiasi melimpahnya sumber energi yang ada di negara-negara tropis, termasuk Indonesia.Dari 5 sumber energi primer di bumi yang berasal dari matahari dan materi, Indonesia kaya akan empat di antaranya antara lain angin, air, biomassa, dan panas bumi.Indonesia memang belum optimal di bidang energi nuklir karena kendala SDM dan teknologi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline