Jogja Tak Lagi Istimewa
Kota Yogyakarta kini bukanlah kota yang istimewa lagi semenjak bencana banjir yang menggenangi kota istimewa yang pernah menjadi Ibu Kota Indonesia ini. Rabu (22/4/2015) malam, Kali Code meluap membanjiri permukiman warga. Ratusan keluarga mengungsi dan menyebabkan sejumlah tanggul di beberapa titik perkampungan jebol.Kali Code yang merupakan hilir dari Sungai Boyong di lereng Gunung Merapi sangat berpotensi meluap dan membanjiri perkampungan warga di perkotaan ketika lereng Merapi diguyur hujan deras dalam waktu cukup lama.
Mulai dari Kabupaten Sleman, Kali Code ini dialirkan masuk ke perkotaan Yogyakarta mulai dari Desa Gemawang, Kecamatan Mlati Sleman, kemudian melintasi empat kecamatan paling padat penduduk di Kota Yogyakarta, yakni Kecamatan Jetis, Danurejan, Mergangsan, dan Umbulharjo. Dari kota, aliran Sungai Code itu masuk ke Dusun Ngoto, Desa Tamanan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. "Kali Code ini membujur dari Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, sampai Kabupaten Bantul. Ada 40 titik rawan yang kami petakan paling potensial terdampak jika banjir berulang," ujar Koordinator Tim Reaksi Cepat BPBD Yogyakarta Endro Sambodo kepada Tempo di sela pendataan ulang dampak banjir Kali Code, Kamis, 23 April 2015.
Penduduk di sekitaran Kali Code yang tergenang banjir mengungsi di Gereja Bintaran dan Masjid At Tauhid setelah Code banjir hebat yang menggenangi rumah mereka. Kali Code ini memang menjadi salah satu sungai yang dilewati lahar dingin ketika lereng Merapi mengalami hujan lebat. Disekitaran Kali Code ini memang banyak sekali rumah-rumah penduduk, serta bangunan mall dan hotel yang sedikit banyak berpengaruh dengan air yang mengalir pada sungai tersebut. Inilah yang menjadi kota Yogyakarta tidak lagi “Istimewa”. Terlalu banyak bangunan rumah maupun mall hotel yang berada disekitaran kali code tersebut. Kota Yogyakarta yang di idam-idamkan menjadi kota yang bersih, hijau, kita hanyalah harapan semata. Karena pada kenyataannya kota Yogya tidaklah hijau lagi, semua area hijau yang ada di yogyakarta sudah dipenuhi dengan bangunan mall hotal yang mengakitabtkan minimnya daerah resapan air. Padahal semua pihak mengetahui bahwa kali code ini selalu terjadi banjir lahar dingin ketika lereng merapi mengalami hujan lebat, namun warga sekitar dan para investor tidak pernah memperdulikan dampak apa yang akan terjadi dengan kota Yogya apabila terlalu banyak bangunan di sekitaran sungai. Mereka hanya memikirkan keuntungan semata apabila mendirikan bangunan mall dan hotel di kota, tanpa memikirkan akibat dari perbuatannya tersebut. “Jogja ora di dol” mungkin kata itu yang pantas untuk dikatakan ketika melihat keadaan kota Yogya sekarang ini. Iya, memang Jogja tidak dijual, dalam artian keistimewaan keasrian kota Yogya yang nyaman ini tidak bisa dibeli oleh pihak manapun untuk mendirikan bangunan besar seperti mall dan hotel. Agar dapat mewujudkan kota Yogya yang asri, hijau, nyaman dan tanpa banjir seperti saat ini. Maka dari itu marilah kita sama-sama mewujudkan kesadaran bahwa betapa pentingnya penghijauan disekitaran sungai, bukan malah menambah bangunan disekitaran sungai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H