Selama 19 tahu saya hidup, dan dalam prosesnya, saya selalu berpikir bahwa orang yang bertentangan dengan cara pikir yang umum adalah orang yang salah dan tersingkirkan. Namun, belakangan saya menyadari bahwa bergerak dari jalan yang sudah ada tidak selamanya buruk. Karena dunia yang selalu menunjukkan dua sisi yang bertentangan adalah kenyataan yang ada, dan jalan pikir manusia akan selalu memiliki kecenderungan untuk bias meskipun hanya sedikit.
Sebagai contoh, dalam sejarah pergerakan di Indonesia, para kaum terpelajar yang pikirannya sudah tercerah kan, memiliki "dunia" yang berbeda dengan lingkungan sekitarnya. Mereka menganggap adat istiadat dan budaya feodal sebagai belenggu yang menghambat mereka untuk berpikir lebih progresif, dan pola pikir statis masyarakat menyebabkan kehidupan cenderung mengalami stagnasi. Meskipun pada saat itu para pemuda ini dianggap telah menyalahi adat dan kebiasaan di masyarakat, namun perubahan yang di gerakan oleh mereka justru menjadi tonggak awal persatuan bangsa Indonesia dalam memperoleh kemerdekaan hingga bisa kita rasakan sampai saat ini. Artinya, orang-orang yang diuntungkan oleh perubahan dan sangat pandai, justru bisa bergabung menjadi penentang demi perubahan yang lebih baik. Luar biasa bukan? Itulah bagian dari the power of mindset.
Menurut para ahli, mindset adalah set of assumption. Jadi, mindset ini adalah sejumlah asumsi dari sekelompok orang yang sudah tidak cocok atau kurang relevan dengan kebutuhan yang baru. Dalam banyak kasus, orang-orang ini terkurung oleh pikiran dan anggap mereka sendiri, yang sangat mungkin adalah warisan dari leluhur yang jelas sudah beda zamannya. Ini persis seperti "untuk apa perempuan sekolah tinggi-tinggi kalo ujung-ujungnya ke dapur juga?" Nah, sangat miris bahwa pemikiran semacam ini masih saja dipelihara sampai saat ini. Padahal, RA Kartini, Dewi Sartika, dan wanita-wanita hebat lainnya yang hidup di abad ke 19 saja sudah menentang pemikiran ini melalui upaya emansipasi wanita.
Sama halnya dengan me-reset gadget, pikiran manusia juga bisa dilakukan pengaturan ulang untuk menghadapi perubahan. Tentu bukan saja mengatur kebiasaannya, melainkan juga mengatur proses berpikirnya. Namun, tentu saja kita sadar bahwa tidak semua orang siap untuk berubah, karena orang dengan fixed mindset merasa sudah selesai. Orang dengan fixed mindset biasanya selalu merasa pintar dan menolak masukkan pihak lain. Namun, mereka ini bukan berarti aslinya tidak pintar, sebenarnya kebanyakan dari mereka itu memang pintar, hanya saja mereka ini terkurung oleh pemikiran-pemikiran mereka sendiri. Sebaliknya, orang yang cepat beradaptasi pada hal baru (growth mindset), meskipun tidak seberapa cerdasnya dibanding yang fixed mindset, namun kecerdasan mereka bisa dilatih karena mereka ini terbuka akan kritik dan masuk-masukan, sehingga lebih memiliki kesempatan besar untuk berkembang.
Sebetulnya, jika berbicara mengenai fixed mindset, saya pernah berada pada posisi tersebut. Cukup miris bahwa selama saya menduduki bangku sekolah, saya enggan untuk mencoba hal-hal baru karena anggapan bahwa kegagalan sebagai peristiwa yang traumatis. Alih-alih mengapresiasi diri sendiri atas hasil belajar berapa pun itu, saya justru lebih banyak merenung dan menyayangkan diri saya yang tidak kompeten. Rangking dan nilai dalam ijazah benar-benar menjadi acuan apakah saya berhasil atau tidak. Jika dipikir kembali, pantas saja jika saya selalu merasa seperti jalan di tempat. Itu benar-benar pelajar berharga yang tidak ingin saya ulangi lagi. Iya, setidaknya saya yang sekarang sudah tercerah kan dan sadar bahwa growth mindset itu penting, meskipun gebrakan tidak saya lakukan besar-besaran.
Jadi, mengapa growth mindset itu penting?
Menurut Carol Dweck, otak selalu menciptakan dan menghancurkan jalur saraf, membentuk pola pikir dan perilaku yang digunakan dalam membuat keputusan, mengambil tindakan, dan menunjukkan diri kita ke dunia luar. Jadi, sebenarnya otak memberikan kita dua pilihan. Pertama, menjadi lebih kuat dan terus berjalan maju, atau kedua, menjadi lemah dan terus menerus menyalahkan diri kita tanpa berjalan ke depan.
Pola pikir yang berkembang sangat penting karena dapat membantu kita dalam mengatasi hambatan dalam menghadapi pengalam baru dan saat menghadapi kegagalan. Orang yang pikirannya berkembang tidak akan berorientasi pada hasil melainkan berfokus pada membangun identitas diri melalui kebiasaan baik yang dilakukan berulang-ulang dan konsisten. Saat kita mendedikasikan diri untuk muncul setiap hari dengan berfokus pada kebiasaan-kebiasaan baik, maka saat itulah kita sedang belajar untuk berkembang.
Lalu, bagaimana caranya mengembangkan growth mindset? Sebagai seseorang yang pernah atau bahkan sedang berjuang di fase ini, ada beberapa tips yang bisa saya bagi kepada teman-teman sekalian.
Pertama, melakukan kebiasaan baru dengan catatan membuat gambaran terperinci, seperti kapan dan di mana kamu akan menerapkan kebiasaan itu. Membuat catatan yang jelas dan kegiatan itu dilakukan secara berulang-ulang dan konsisten bertujuan untuk mengatur bawah sadar agar terbiasa dengan kebiasaan yang ingin kita bangun itu. Jika otak sudah terlatih, maka nantinya kamu akan merasa kurang apabila tidak melakukan kebiasaan tersebut.
Kedua, saat kita memulai kebiasaan baru, terkadang hal tersebut dianggap sebagai tantangan yang berat sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman dan malas untuk memulainya. Atau jika tidak, kita hanya termotivasi untuk melakukan itu dalam dua atau tiga hari saja. Selebihnya, kita menjadi enggak untuk meneruskan kebiasaan itu dengan alasan satu dan lain hal. Oleh karena itu, pentingnya bagi kita untuk membuat kebiasaan baru yang dijalankan itu terasa lebih muda. Caranya melalui pembiasaan bertahap. Sebagai contoh, apabila kamu ingin membiasakan diri untuk berolahraga di pagi hari, maka mulailah dengan melakukan exercise ringan selama 5-10 menit setiap hari secara konsisten, hingga tubuh kamu terbiasa. Setelah itu, kamu bisa menambah durasinya sedikit-demi sedikit hingga mencapai goal yang diinginkan.