Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan Islam terhadap Perbaikan Karakter di Era Milenial

Diperbarui: 15 Desember 2022   21:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kata karakter dalam islam biasanya di sebut dengan akhlak yang  biasa di artikan sebagai perilaku, sikap atau budi pekerti. Menurut Ibn Miskawaih dan Al-Ghazali Akhlak merupakan ekspresi jiwa yang muncul dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Terdapat lima ciri yang sudah dapat dikatakan sebagai akhlak, yaitu: pertama sudah mendarah daging, kedua sudah mudah dan gampang dilakukan, ketiga dilakukan atas kehendak diri sendiri, keempat dilakukan dengan sebenarnya dan kelima diniatkan karena Allah SWT. Ajaran akhlak sendiri tentunya tidak hanya terkait hubungan dengan Tuhan, tetapi juga hubungan dengan manusia.

Seiring berkembangnya zaman, terdapat beberapa sikap yang di tunjukan oleh generasi millennial diantaranya: menyukai kebebasan, mengandalkan kecepatan informasi yang instan, suka belajar, aktif berkolaborasi , percaya pada diri sendiri, pandai bersosialisasi,  serba instan, ketergantungan pada internet, menjadi orang yang malas, kebarat-baratan, tidak memperhatikan etika & aturan formal  dan ain sebagainya. 

Dari berbagai macam sikap yang ditunjukan generasi millennial tersebut terdapat beberapa sikap negative  yang perlu di perbaiki, diantaranya malas, serba instan, ketergantugan internet, kebarat-baratan dan tidak memperhatikan etika & moral. Peran pendidikan islam untuk memperbaiki karakter di era milennial ini  yaitu dengan mengusahakan  supaya nilai-nilai yang ada dalam akhlak islam dapat tertanam kuat dalam diri para generasi millennial.

Terdapat sejumlah pendekatan yang dianggap efektif dalam membangun akhlak mulia. Zubaedi, misalnya, menawarkan delapan pendekatan, yakni pembangkitan, penalaran moral, klarifikasi nilai, analisis kesadaran moral, pendekatan komitmen, dan pendekatan penyatuan. Pertama, pembangkitan adalah pendekatan yang memberikan siswa kesempatan dan fleksibilitas untuk secara bebas mengekspresikan pengaruhnya terhadap stimulus yang mereka terima. Kedua, penanaman adalah pendekatan yang memungkinkan siswa menerima stimulus yang diarahkan menuju keadaan siap. Ketiga, penalaran moral merupakan pendekatan yang terjadi dalam transaksi intelektual taksonomi tinggi untuk menemukan jawaban atas suatu masalah. Keempat, klarifikasi nilai adalah pendekatan terarah agar siswa terdorong untuk mencari kejelasan isi pesan kewajiban akhlak. Kelima, analisis nilai merupakan pendekatan yang menantang siswa untuk melakukan analisis nilai moral.

Ada bahan  yang dapat dijadikan sebagai referensi dalam pendidikan karakter, yaitu kisah sukses Nabi Muhammad SAW, Jepang, Finlandia. Nai Muhammad yang tercatat sebagai yang paling berhasil dalam membina akhlak mulia. Keberhasilan Nabi Muhammad SAW dalam pemajuan akhlak (Qs. Al-Fath ayat 19)  adalah karena keteguhan dan komprominya atas kekafiran, kasih sayang kepada manusia, selalu meminta nasehat Allah, mengharap ridha dan keikhlasan . Dia juga (Muhammad) memberi contoh yang baik; membimbing, melatih, membiasakan, dan teguh. Sedangkan Jepang berhasil membina akhlak melalui pendidikan etika dan penegakkan hukum. Dan Finlandia berhasil melalui pendidikan yang dilaksanakan secara berkualitas.

Dengan demikian, dalam upaya membentuk akhlak mulia selain dari petunjuk Al-Qur'an dan As-sunnah, khususnya dalam kesuksesan Nabi Muhammad, kita juga dapat mengambil inspirasi  dari negara lain seperti yang sudah di sebutkan di atas yaitu Jepang dan Finlandia. Sifat dan karakteristik pendidikan Islam yang memberikan perhatian terhadap pembentukan karakter yang mulia, dapat digunakan pendidikan Islam dan menyiapkan manusia yang siap menghadapi era millennial.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline