Lihat ke Halaman Asli

Insentif Pajak untuk Para Pengusaha Hotel dan Restoran Terdampak Covid-19

Diperbarui: 10 Mei 2020   17:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Pandemi covid-19 yang melanda hampir seluruh wilayah didunia termasuk Indonesia menyebabkan perubahan dari kebiasaan masyarakat. Sudah hampir 2 (dua) bulan lamanya pemerintah pusat mensosialisasikan kepada masyarakat untuk bekerja dari rumah atau work from home. Selain itu, masyarakat juga tidak begitu saja bebas berkeliaran diluar rumah karena adanya prosedur Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mengurangi jumlah penularan covid-19. Akhirnya masyarakat yang berprofesi sebagai pekerja kantoran, pemilik startup, dosen, hingga mahasiswa beralih menggunakan platform video conference sebagai media untuk bekerja dari rumah dan berdiskusi. Sehingga tempat-tempat yang biasanya ramai dikunjungi untuk berdiskusi dan rapat seperti restoran, caf, dan sejenisnya  menjadi sepi pengunjung.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui konferensi pers (Rabu, 1/4/2020) menyebutkan bahwa terdapat empat sektor yang paling tertekan akibat wabah virus covid-19 yaitu rumah tangga, UMKM, korporasi dan sektor keuangan. [1]

 

Pernyataan tersebut didukung pula oleh Ketua umum Perhimpunan Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia, Haryadi Sukamdani. Hotel dan Restoran masuk kedalam sektor korporasi yang paling rentan terganggu aktivitas ekonominya karena berkurangnya aktivitas masyarakat sehingga revenue menjadi turun.

 

"Laporan yang sudah masuk pada kami 3 April 2020 yang sudah menyatakan tutup ada 1139 hotel dan 286 usaha restoran, tempat wisata dan hiburan juga sudah menyatakan tutup" Ujar Haryadi Sukamdani.[2]

 

Selain usahanya hal lain yang dikhawatirkan adalah kelangsungan karyawan karena begitu tutup, para pengusaha hotel dan restoran menerapkan yang namanya unpaid leave atau diperlakukan seolah cuti diluar tanggungan perusahaan. Itu artinya karyawan tidak akan mendapatkan penghasilan.

 

"Sebetulnya kalau kita bicara pada kenyataannya hampir semua wilayah saya. Tapi berdasarkan laporan yang masuk kemarin terbanyak adalah Jawa Barat tapi bukan berarti daerah lain tidak ya karena kebetulan Jawa Barat secara administrasinya di PHRI cukup baik mereka koordinasinya sangat lancer sehingga datanya lebih cepat terkumpul tapi kalau daerah lain seperti contohnya Bali harusnya logikanya Bali juga besar nah ini kita juga masih menunggu Bali bagaimana" jelasnya.

 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline