Lihat ke Halaman Asli

Nisa Hilry

Freelancer dan novelis

Ama Te Stesso (4)

Diperbarui: 21 Januari 2019   09:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

documentpribadi edit with PicsArt

Gue berdiri di depan pintu cafe dan memerhatikan seantero cafe. Lalu berjalan menghampiri sebuah meja dengan tiga orang glamories. Gue malu dengan kehidupan mereka yang seperti emas di toko perhiasan. Entahlah, gue lebih memilih menjadi bahan bangunan, daripada menjadi sebuah perhiasan.

"Lama banget, lo! Buruan, mau pesen apa?" tanya Vee.

"Lah, gue ga mau mesen makanan yang menyiksa diri, gue!"

"Lebay, lo!"

"Lah, lu yang lebay, makan harus dijaga ketat banget, sekalian ajalah lu gaji security buat jaga berat badan, lu! Kalo makanlah, ya dikira-kira juga, kali. Kalo berat badan naik, ya olahragalah!" oceh gue seraya mengupil.

"Iww, jorok, lo!"

"Udah ... sabar, Yank. Lagian, kenapa kamu ajak dia? Tahu dia somplak, gini." Andre menggenggam tangan Dee.

Gue cuek saja dengan spekulasi mereka berdua. So, semua orang bebas berpendapat, berekspresi, berkarya dan menilai. Tapi sayangnya, kebebasan malah menjadi pengantar menghina kekurangan orang lain.

"Yaudah, kita mau makan dulu. Kalo lo mau mesen, pesen aja! Gue yang bayarin," ucap Andre.

"Lah, ga bakalan gue pesen makanan. Simpen aja uang, lu, Andre Jhackon." Gue mengangkat sebelah kaki, duduk bergaya seperti laki-laki gagah.

"Terserah...."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline