Lihat ke Halaman Asli

Khairun Nisa

Lecturer and Housewife

Transportasi di Era Disruptif

Diperbarui: 10 November 2017   07:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkan anda mendengar kata Era Disruptif? Hari ini kita sering mendengar kata -- kata era disruptif. Dalam era ini banyak sekali organisasi -- organisasi mapan yang menjadi korban. Banyak pelaku -- pelaku usaha baru yang secara konsisten berinovasi dan gerakannya tidak terdeteksi oleh para organisasi mapan. Awalnya dimulai dengan merasakan performa perusahaan yang menurun sampai dengan perusahaan yang terlambat mendeteksi turunnya performa perusahaan tersebut sehingga organisasi tersebut hancur.

Penjelasan di atas mungkin menyebabkan sebagian pembaca bingung. Apa sebenarnya Era disruptif tersebut? Mengapa ia memakan banyak korban? Dan apakah era disruptif merupakan era yang negatif? Disrupsi seringkali disamakan dengan inovasi. Dimana inovasi itu sendiri adalah sebuah hal yang positif. Inovasi dan disrupsi adalah dua hal yang hampir sama. Perbedaanya adalah disrupsi membuat kita mengganti bagaimana cara berpikir, bersikap, melakukan bisnis dan belajar.

Disrupsi itu terjadi di berbagai bidang. Clayton Christensen seorang professor di Sekolah Bisnis Harvard mengatakan bahwa disrupsi terjadi baik di pasar, industri ataupun teknologi  dan memproduksi sesuatu yang baru secara efisien. Disrupsi terjadi sebagai implikasi dari creative destruction. Creative destruction erat hubungannya dengan inovasi yakni kemampuan menciptakan barang baru dan pasar baru.

Contoh dari implikasi disrupsi adalah pada kasus transportasi online. Kelahiran aplikasi -- aplikasi transportasi dan penginapan online seperti Uber, Go-Jek, Grab, AirBnB, Couchsurfing dan sebagainya disisi lain sangat menguntungkan bagi konsumen. Namun demikian aplikasi -- aplikasi tersebut juga memiliki sisi negatif. Kemunculan aplikasi -- aplikasi tersebut secara bersamaan juga merusak tatanan yang sudah ada. Ini yang disebut dengan creative destruction. Seperti halnya kemunculan iPod yang menjadi akhir bagi bisnis Walkman.

Fenomena paling baru adalah bisnis transportasi online yang menjungkir balikkan dunia transportasi konvensional. Pada masa lalu lisensi untuk dapat menjadi pengemudi sebuah layanan transportasi tidak mudah diperoleh. Namun saat ini semua orang bisa menjadi driver transportasi online asal memiliki kendaraan dengan spek tertentu.

Akibat hal -- hal tersebut diberbagai daerah antara pengemudi online dan konvensional seringkali terjadi konflik, bahkan terkadang berujung kepada kematian. Dibutuhkan regulasi -- regulasi yang mengatur keberadaan transportasi online agar kedua model transportasi dapat berjalan berdampingan. Namun demikian memang pemerintah juga harus berhati -- hati dalam membuat regulasi yang terlalu membatasi yang dikhawatirkan akan menghambat proses inovasi dari perusahaan -- perusahaan transportasi online tersebut.

Era disruptif merupakan era yang kita jalani, tidak bisa dihindari. Industri transportasi konvensional adalah salah satu diantara berbagai industri yang tersisih di era ini. Bisa dilihat para supir taksi, angkutan umum babak belur dikeroyok dengan tiga pemain besar yaitu Go-Jek, Uber dan Grab.Konsumen sendiri dengan cepat memutuskan untuk berpindah ke layanan transportasi berbasis aplikasi. Pemerintah perlu memikirkan jalan keluar bagi para pelaku usaha bisnis transportasi konvensional agar mereka tidak menjadi pihak yang tersisihkan dari sisi ekonomi karena tidak dapat mengikuti cepatnya proses inovasi itu berlangsung.

Diterbitkan di Harian Orbit 26 Oktober 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline