Lihat ke Halaman Asli

Pendidikan, Perbedaan: #2 Apakah Pendidikan Multikultural Itu?

Diperbarui: 26 Juni 2015   13:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ketika saya berkesempatan untuk mewawancarai salah satu guru di sebuah sekolah swasta di Jakarta, guru yang merangkap sebagai ketua tim kurikulum sekolah menyatakan bahwa sekolah tersebut adalah sekolah yang berwawasan multikultural. Katanya, setiap hari besar agama ataupun yang berkaitan dengan kebudayaan, pasti ada perayaan-perayaan di sekolah tersebut. Misalnya perayaan Natal, siswa-siswa kristiani melakukan pentas drama musikal dan seluruh keluarga besar sekolah tersebut, dari agama yang lainpun, diundang untuk menghadiri drama tersebut. "Sehingga anak-anak bisa saling mengenal berbagai agama di Indonesia, bahkan agama dunia."

Di sekolah itupun berbagai simbol kebudayaan diperkenalkan kepada siswa. Pakaian adat daerah di Indonesia ataupun di Eropa, hari thanksgiving yang dirayakan masyarakat Amerika, bagaimana orang Jepang mengucapkan ‘terima kasih' atau ‘selamat pagi' dan sebagainya. Di sekolah tersebut juga saya memang menyaksikan bagaimana simbol atau produk (artifak) kebudayaan diperkenalkan kepada siswa: di dinding kelas sepasang anak China menggunakan cheongsam merah dan membungkuk memberikan salam, dinding yang lain terpampang lukisan batik, dan sebagainya. Demikianlah pendidikan multikultural yang dipersepsikan guru tersebut.

Menurut James A. Banks, seorang pakar pendidikan multikultural dari Amerika Serikat, ilustrasi pendidikan multikultural yang dilakukan sekolah yang saya jabarkan tadi hanyalah satu dimensi kecil dari pendidikan multikultural yang sebenarnya. Menurut beliau yang sudah melakukan kajian-kajian pendidikan multikultural di berbagai negara di dunia (termasuk beliau juga pernah menulis tentang pendidikan multikultural di Indonesia), pendidikan multikultural bertujuan lebih besar daripada sekedar mengenalkan siswa - baik siswa SD ataupun siswa perguruan tinggi sekalipun - pada keragaman budaya di tanah air ataupun di dunia. Tujuan utama dari pendidikan multikultural seharusnya adalah untuk menyiapkan anak didik untuk menjadi bagian dari bangsa Indonesia dan warga dunia (global citizens). Sehingga inti dari pembelajaran multikultural semestinya tidak sekedar pada aktivitas mengenal atau mengetahui keberagaman, tetapi bagaimana hidup dalam keberagaman dan perbedaan. Sehingga inti dari materi pembelajaran multikultural adalah: perbedaan.

Perbedaan yang dikaji dalam pendidikan multikultural di sekolah seharusnya juga tidak melulu perbedaan agama atau suku bangsa, tetapi perbedaan-perbedaan sosial budaya yang lebih kompleks: isu jender (konsep tentang laki-laki dan perempuan), perbedaan status ekonomi sosial, kebangsaan, kondisi fisik, kondisi keluarga (orangtua tunggal, anak adopsi), perbedaan nilai dan pendapat, dan termasuk juga perbedaan bahasa. Dengan luasnya makna istilah ‘kebudayaan' itu sendiri, pendidikan multikulturalpun berorientasi pada menyiapkan siswa untuk menghadapi perbedaan-perbedaan yang mereka hadapi ketika berinteraksi dengan orang lain sebagai warga dunia.

Untuk mengorganisasikan konsep pendidikan multikultural yang besar tadi menjadi lebih sistematis dan lebih mudah untuk dikaji dan dikembangkan, James A. Banks membagi pendidikan multikultural menjadi lima dimensi: 1) pengintegrasian isu multikultural ke dalam materi pelajaran (bidang studi), 2) memasukkan konsep kebudayaan dalam pengkonstruksian pengetahuan dan pemahaman siswa ketika ia mempelajari suatu topik atau konsep dalam mata pelajaran, 3) pengajaran berupaya untuk mereduksi sikap prejudis, 4) strategi pembelajaran yang adil untuk setiap siswa; dan 5) membangun dan menguatkan budaya sekolah yang berwawasan multikultural. Kelima dimensi ini penting diperhatikan oleh para pendidik dan institusi kependidikan dalam mengembangkan metode-metode pengajaran dan pembelajaran multikultural. Satu hal yang ingin saya tegaskan, sebagaimana telah ditegaskan oleh para pakar, pendidikan multikultural bukanlah satu mata pelajaran baru, dia tidak berdiri sendiri seperti halnya pendidikan matematika atau bahasa Indonesia; dan ia juga bukan pendidikan kewarganegaraan ataupun pendidikan agama yang berlandaskan pada satu ideologi. Tetapi pendidikan ini justru adalah pendidikan yang menekankan pentingnya membangun sikap dan perilaku dalam menghadapi perbedaan dalam masyarakat.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline