Lihat ke Halaman Asli

Nisa Amelia

mahasiswa

Strategi Dakwah di Era Disrupsi

Diperbarui: 4 Juli 2024   09:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Oleh: Syamsul Yakin dan Nisa Amelia (Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Mahasiswa Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.)

**Problematika Dakwah Era Disrupsi**  
*Oleh: Syamsul Yakin, Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta*

Dakwah di era modern menghadapi berbagai hambatan dan tantangan. Hambatan tersebut meliputi keterbatasan jumlah dan kualitas dai, kurangnya media dakwah, serta variasi dalam waktu dan lokasi dakwah. Selain itu, masalah dana juga menjadi kendala. Oleh karena itu, diperlukan manajemen dakwah yang baik.

Tantangan dakwah masa kini menuntut usaha besar dari para dai dan mitra dakwah. Tantangan tersebut dapat diatasi dengan menemukan cara-cara baru untuk berdakwah sesuai dengan perkembangan zaman.

Era disrupsi ini ditandai dengan transformasi besar di bidang teknologi informasi dan digital yang memengaruhi masyarakat. Hal ini menyebabkan berbagai masalah seperti rusaknya akidah, diabaikannya syariah, dan dekadensi moral yang terjadi tanpa diketahui pelakunya. Salah satu contohnya adalah maraknya judi online dengan transaksi mencapai 600 triliun rupiah, di mana pelaku dan bandar judi tidak terlihat namun korbannya nyata.

Untuk menghadapi problematika dakwah di era disrupsi, para dai dan mitra dakwah harus melek literasi digital. Literasi digital dakwah berarti kemampuan untuk mengoperasikan dan memanfaatkan media digital dalam berdakwah, seperti menggunakan internet dan membuat konten dakwah di media sosial.

Selain itu, kelompok dakwah harus memaksimalkan penyebaran tiga pesan utama dakwah yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Dai harus terus berkreasi dan berkontribusi di dunia digital, karena hambatan dan tantangan dakwah datang dengan cepat.

Hubungan baik dan perhatian terhadap mad'u online harus dijaga. Tidak boleh ada mad'u yang keluar dari grup tanpa alasan yang jelas, karena bisa saja mereka terpapar konten yang kontraproduktif dengan gerakan dakwah.

Secara personal, dai harus tetap kritis terhadap perkembangan isu atau tren di dunia digital. Solusi yang diambil harus canggih dan relevan dengan konteks digital saat ini.

Kesimpulannya, untuk berdakwah di era disrupsi, seorang dai harus memiliki kecerdasan emosional (EQ), akrab dengan dunia digital dan isu-isu di dalamnya, serta mengadopsi kecerdasan buatan (AI) dalam dakwahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline