Lihat ke Halaman Asli

Nisa Alfitri

Mahasiswa

Implikasi Penggunaan Pestisida Mengancam Keberlanjutan Lingkungan dan Kesehatan

Diperbarui: 2 Desember 2024   15:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Penggunaan pestisida dalam sektor pertanian telah menjadi praktik umum yang digunakan untuk menunjang hasil panen dengan cara mengendalikan berbagai hama pada tanaman. Penggunaan pestisida pada sektor pertanian dianggap sebagai cara paling efektif untuk mengendalikan OPT, hal inilah yang menjadi ketergantungan penggunaan pada pestisida. Ketergantungan yang semakin meningkat pada bahan kimia ini membawa implikasi serius bagi keberlanjutan ekosistem dan kesehatan masyarakat. Esai ini akan membahas dampak negatif yang ditimbulkan oleh ketergantungan pestisida dan pentingnya beralih ke praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan.

Pestisida merupakan senyawa substansi kimia yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama pada tanaman. Pestisida merupakan bahan yang digunakan secara luas pada berbagai sektor, terutama di sektor pertanian/perkebunan, kehutanan, perikanan, dan pertanian pangan. Penggunaan pestisida pada sektor pertanian bertujuan untuk menghilangkan beberapa tanaman pengganggu, jamur, serangga, binatang pengerat, dan organisme lainnya sehingga berdampak pada naiknya produksi pertanian. Aplikasi pestisida cenderung terus meningkat dalam jumlah frekuensi, dosis, dan komposisi yang digunakan. Penggunaan pestisida pada sektor pertanian dianggap cara paling efektif untuk mengendalikan OPT. Petani menggunakan pestisida untuk menunjang produksi hasil pertanian. Namun, penggunaan pestisida memiliki efek samping yang negatif baik dalam jangka panjang maupun pendek terhadap keberlanjutan lingkungan, kesehatan petani, dan keanekaragaman hayati.

Sebagian petani di Indonesia sangat bergantung pada pupuk dan pestisida anorganik. Penggunaan pestisida anorganik lebih sering dibandingkan pestisida organik dikarenakan hasilnya yang instan dan penggunaannya yang mudah, praktis, serta harga yang ekonomis. Namun, disamping itu penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan juga berdampak buruk bagi lingkungan maupun kesehatan manusia. Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus tanpa disertai pengaplikasian dosis yang tepat dapat mengurangi kesuburan tanah, bahkan mengubah sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Pencemaran yang dibawa oleh pupuk dan pestisida anorganik ini dapat mengubah keseimbangan unsur hara di dalam tanah yang membuat tanah tidak subur di masa mendatang. Pencemaran dari pupuk dan pestisida anorganik mencemari berbagai aspek lingkungan diantaranya mencemari udara, perairan, dan tanah. Makhluk hidup yang ada di sekitar lahan pengaplikasian pupuk dan pestisida anorganik dapat ikut terganggu. Di samping itu, residu dari penggunaan pupuk dan pestisida anorganik juga dapat menjadi ancaman bagi kesehatan konsumen hasil-hasil pertanian.

Penggunaan pestisida yang disemprotkan biasanya tidak 100% mengenai tanaman tetapi akan mengenai tanah yang menyebabkan unsur hara di dalam tanah mulai berkurang, tanah relatif memiliki pH yang tinggi karena tanahnya terlalu sering terkena bahan kimia sehingga kesuburan tanahnya akan berkurang. Begitupun dengan air di sekitar sawah, yang biasanya akan berdampak terhadap hewan-hewan air seperti ikan dan burung. Besarnya pengaruh yang diberikan perilaku dan penggunaan pestisida terhadap dampak lingkungan hidup tergolong tinggi. Selain itu, dampak penggunaan pestisida pada tanaman meninggalkan residu yang tanpa sadar akan termakan oleh manusia akan berdampak buruk pada kesehatan. Apabila residu ini masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically  Acquired Deficiency Syndrom) dan sebagainya.

Implikasi kesehatan dari paparan pestisida sama mengkhawatirkannya, terutama efek jangka panjang dalam bidang kesehatan yang muncul akibat paparan pestisida. Berbagai gejala yang timbul akibat pestisida dapat berupa sakit kepala, masalah pernapasan, hingga kasus parah seperti kematian. Populasi yang rentan terserang mulai dari anak-anak dan lansia karena kekebalan tubuh mereka yang sedang berkembang ataupun melemah. Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak yang terpapar pestisida rentan mengalami permasalahan pada saraf, termasuk gangguan hyperactivity  dan gangguan kognitif lainnya. Lansia cenderung mengalami gangguan kesehatan yang kronis dan lebih parah dikarenakan sistem kekebalan tubuh yang mulai melemah. Karena ketergantungan pada pestisida terus berlanjut, hal ini berdampak pula pada risiko terhadap kesehatan masyarakat, yang mengharuskan adanya evaluasi ulang yang kritis terhadap penggunaannya di bidang pertanian. Hal ini diperkuat dengan data yang dilaporkan  oleh World Health Organization (WHO) bahwa keracunan pestisida terjadi pada 1-5 juta orang setiap tahunnya pada pekerjaan pertanian dengan tingkat kematian mencapai 220.000 korban jiwa.

Paparan pestisida dapat masuk kedalam tubuh melalui paparan dengan kulit, dimana pestisida akan meresap masuk kedalam tubuh, pestisida masuk melalui sistem saluran pernapasan saat pengaplikasian partikel pestisida yang terhirup melalui hidung, kemudian pestisida dapat masuk melalui sistem pencernaan makanan ketika tidak mencuci yang dengan bersih setelah kontak langsung dengan pestisida, bahkan pestisida dapat masuk kedalam tubuh hanya dengan terbawa angin. Dari hasil survei dapat diamati aktivitas petani yang berisiko yaitu pada saat proses pencampuran pestisida, petani tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti sarung tangan, masker, topi penutup kepala, kaca mata, baju lengan panjang, celana panjang dam sepatu boot, bahkan ketika mengaduk pestisida dengan tangan telanjang. Gejala keracunan pestisida dirasakan setelah melakukan penyemprotan pestisida diantaranya sakit kepala, perut mual, otot terasa pegal, pusing, pandangan kabur, diare, dan iritasi kulit.

Penggunaan pestisida dalam sektor pertanian telah menjadi praktik yang umum dan dianggap efektif untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT). Namun, ketergantungan yang meningkat pada pestisida, terutama yang bersifat anorganik, membawa dampak negatif yang serius bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Penggunaan pestisida yang berlebihan dapat mengurangi kesuburan tanah, mencemari air dan udara, serta mengganggu keseimbangan ekosistem. Selain itu, residu pestisida dapat masuk ke dalam rantai makanan, berpotensi menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk penyakit serius seperti kanker dan gangguan saraf, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.

Dampak jangka panjang dari paparan pestisida menuntut perlunya evaluasi kritis terhadap penggunaannya dalam pertanian. Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan tingginya angka keracunan pestisida di kalangan petani, dengan tingkat kematian yang signifikan. Oleh karena itu, penting untuk beralih ke praktik pertanian yang lebih ramah lingkungan guna menjaga keberlanjutan ekosistem dan melindungi kesehatan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline