Lihat ke Halaman Asli

nisa abel

Mahasiswa

Kisah Gus Dur: Sebagai Tokoh Bangsa dan Dunia untuk Mendapat Gelar Pahlawan Nasional

Diperbarui: 14 November 2024   16:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Abdurrahman Wahid, yang akrab dipanggil sebagai Gus Dur, adalah sosok yang penuh warna dan berpengaruh dalam sejarah politik Indonesia. Beliau lahir pada tanggal 7 September 1940 di Jombang, Jawa Timur, sebagai putra dari KH Wahid Hasyim, pendiri Nahdlatul Ulama (NU) yang merupakan organisasi islam terbesar di Indonesia. Gus Dur tumbuh dalam lingkungan keluarga yang sarat dengan nilai-nilai keagamaan. Gus Dur bukan hanya seorang ulama, namun juga seorang intelektual yang aktif dalam bidang seni dan kebudayaan. Dia terlibat dalam berbagai kegiatan kebudayaan dan sosial. Pada era Orde Baru di bawah pemerintahan Soeharto, Gus Dur menjadi kritikus yang vocal terhadap rezim otoriter. Dia mendukung gerakan reformasi dan menjadi salah satu tokoh utama yang memainkan peran penting dalam perubahan politik pada tahun 1998. Gus Dur memimpin serangkaian demonstrasi dan memperjuangkan perubahan politik yang lebih demokratis. Setelah jatuhnya rezim Soeharto, Indonesia memasuki era reformasi. Gus Dur terpilih sebagai Presiden keempat Republik Indonesia pada tahun 1999 melalui proses pemilihan yang dilakukan oleh MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat). Pemilihannya sebagai presiden merupakan awal dari era demokrasi baru. Masa kepemimpinan Gus Dur sebagai presiden tidak terlepas dari berbagai tantangan, termasuk konflik etnis, keamanan nasional, dan masalah ekonomi. Meskipun hanya menjabat selama kurang lebih dua tahun, kebijakan-kebijakan Gus Dur meninggalkan jejak yang signifikan dalam upaya menjaga toleransi antaragama, mengedepankan hak asasi manusia, dan memperkuat demokrasi.

            Presiden keempat RI Abdurahman Wahid alias Gus Dur menjadi salah satu tokoh yang diajukan sebagai pahlawan nasional pada tahun 2017. Namun, pemerintah memutuskan untuk tidak memilih mantan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu. Wakil Ketua Dewan Gelar Jimly Asshiddiqie mengatakan, tokoh seperti Gus Dur pasti memenuhi berbagai syarat dan kualifikasi untuk menjadi pahlawan nasional. Namun, menurut dia, terlalu cepat apabila gelar pahlawan itu disematkan tidak lama Gus Dur wafat pada 2009 lalu.

Pada Jumat, 08 November 2024, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan, MPR RI mengusulkan Presiden ke-4 RI Abdurahman Wahid atau Gus Dur dapat dianugerahkan gelar pahlawan. Menurutnya pemberian gelar pahlawan nasional bukan hanya sekedar pengakuan atas jasa keduanya untuk RI, tetapi juga akan menjadi pelajaran bagi generasi mendatang. Bamsoet menilai tidak perlu ada lagi dendam sejarah yang diwariskan kepada anak-anak bangsa yang tidak pernah tahu dan terlibat pada berbagai peristiwa kelam di masa lalu. Hal tersebut sebagai tindak lanjut dari Keputusan Sidang Paripurna Akhir Masa Jabatan MPR RI periode 2019-2024 pada tanggal 25 September 2024. Bamsoet mengatakan, peringatan hari pahlawan nasional 10 November harus dijadikan momentum bagi Negara untuk memberikan penghargaan gelar pahlawan bagi tokoh-tokoh bangsa yang telah berjasa besar. Penting diingat bahwa pemberian gelar pahlawan nasional bukanlah soal mengabaikan kesalahan masa lalu, melainkan tentang mengakui kontribusi yang telah dilakukan untuk kemajuan bangsa dan Negara. Sementara Presiden RI ke-4 Gus Dur dikenal sebagai tokoh pluralism dan demokrasi. Keberaniannya dalam mengangkat isu-isu hak asasi manusia, toleransi, dan keadilan sosial sangat penting dalam membangun fondasi demokrasi di Indonesia. Bamsoet mengatakan, Gus Dur dikenal sebagai Bapak Pluralisme karena komitmennya terhadap keragaman dan kebebasan beragama di Indonesia. Pemberian gelar pahlawan nasional kepada Gus Dur adalah wujud pengakuan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang ia perjuangkan. Pimpinan MPR menyerahkan surat rekomendasi pencabutan TAP MPR Nomor II/MPR/2021 tentang pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia, KH Abdurahman Wahid. Surat rekomendasi pemulihan nama Gus Dur ini diserahkan langsung oleh Bamsoet kepada Sinta Nuriyah. Sebelumnya, ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) menyatakan, keputusan pencabutan itu merupakan kesepakatan rapat gabungan MPR dengan pimpinan fraksi kelompok DPD pada tanggal 23 September 2024. Bamsoet menegaskan, TAP MPR tersebut sudah tidak berlaku lagi. Pimpinan Bamsoet menyerahkan surat rekomendasi pencabutan TAP MPR Nomor II/MPR/2021 tentang Pertanggungjawaban Presiden Republik Indonesia, KH Abdurrahman Wahid. Surat rekomendasi pemulihan nama Gus Dur ini diserahkan langdung oleh Bamsoet kepada Sinta Nuriyah Wahid. Pimpinan MPR RI sepakat mencabut TAP MPR Nomor II/MPR/2001 sebagaimana permohonan Fraksi PKB. Keputusan tersebut sekaligus memulihkan nama baik Gus Dur. Langkah ini menjadi bagian dari upaya lanjutan PKB untuk mengajukan gelar Pahlawan Nasional kepada Gus Dur. Langkah ini menurutnya menjadi bagian dari semangat MPR RI untuk melakukan rekonsilisasi nasional. PKB juga mengapresiasi langkah pimpinan MPR RI yang sebelumnya telah menyerahkan surat pimpinan MPR tentang tidak berlakunya lagi TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Negara dari Presiden Soekarno. Pencabutan TAP tersebut, tuduhan Soekarno atas keberpihakannya pada Partai Komunis Indonesia (PKI) resmi dicabut. Sekertaris Fraksi PKB MPR RI, mengharapkan MPR RI mnegundang keluarga Gus Dur. Mereka mengharapkan untuk menjadikan Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline