Lihat ke Halaman Asli

Sampah, Sumber Energi Masa Depan

Diperbarui: 24 Juni 2015   07:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Indonesia memang seringkali dilanda dengan permasalahan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Apalagi sejak naiknya harga BBM imbasnya pun sampai pada seluruh lapisan masyarakat. Hal ini menyebabkan masyarakat yang berada pada tingkat ekonomi menengah kebawah semakin terbebani dengan harga barang-barang pokok yang semakin tinggi. Pemerintah pun sudah berupaya untuk mengatasi krisis energi yang memang sedang mewabah tidak hanya pada Indonesia, namun sebagian besar negara-negara di kawasan Asia Pasifik.
Permasalahan energi ini menuntut masyarakat untuk bisa hemat terhadap penggunaan energi, dan mencari energi masa depan/energi alternatif. Kali ini mulai banyak bermunculan penggunaan energi alternatif dari sampah organik. Karena sampah organik yang bisa diolah kembali ini merupakan salah satu solusi terbaik bagi permasalahan krisis energi. Selain hemat biaya, bahan bakar dari sampah organik ini pun bisa mengurangi jumlah sampah yang biasanya menjadi permasalahan di kota-kota besar. Dan banyak sekali manfaat yang diperoleh dari pengolahan sampah organik menjadi sumber energi masa depan.
Salah satu contoh adalah biogas yang merupakan bahan bakar gas yang dihasilkan dari sumber fermentasi sampah dan limbah organik yang menumpuk tak terolah maksimal di sekeliling kita.  Kelebihan sumber energi dari biogas adalah bersifat renewable (dapat diperbaharui) sehingga dapat menyediakan sumber energi secara berkesinambungan (sustainable). Selain itu juga lebih ramah lingkungan dibandingkan BBM fosil. Adanya pihak yang bersedia mengelola sampah organik menjadi bigas ini, mungkin akan bisa menambah lapangan pekerjaan juga untuk tenaga yang ahli dibidangnya.
Yang menjadi pertanyaan besar adalah, bagaimana cara menghasilkan biogas? Biogas dihasilkan dengan cara pengolahan sampah organik, yang bisa didapatkan dengan mudah di pasar induk dan pasar tradisional, tumbuhan gulma air seperti eceng gondok, sisa masakan dan makanan di hotel serta restoran, feces manusia di septic tank, kotoran ternak peternakan, dan sampah organik perumahan. Hingga kini, kategori sampah tersebut seringkali dibiarkan, belum dikelola secara baik, dan bahkan tercampur dengan sampah anorganik. Harusnya ada pemisahan antara sampah organik dan anorganik yang sekarang mulai banyak diterapkan diberbagai daerah.
Setelah segala sumber daya dan bahan pokok biogas terkumpul dan disimpan diwadah tertentu. Maka sampah organik dalam jumlah tertentu dicampurkan dengan bakteri anaerob pembangkit metan.  Proses fermentasi berlangsung dalam wadah yang disebut digester yang dibuat dari material fiberglass dalam waktu tertentu.  Biogas yang dihasilkan dialirkan ke tabung khusus, terpisah dengan gas sampingan lainnya.  Proses dapat dilakukan terus menerus.  Misalnya proses awal berlangsung selama 5 hingga 7 hari, maka selanjutnya bahan baku sampah dapat ditambahkan berikut inokulum bakteri anaerob, dan proses berlangsung kembali.  Biogas yang dihasilkan dapat terus ditambahkan/dialirkan ke dalam tabung penampung kedap udara (tanpa Oksigen).

Langkah awal untuk bisa memproduksi energi masa depan yang sangat potensial ini mungkin bisa dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya, memisahkan antara sampah organik dan anorganik. Bagi pabrik, rumah tangga, pemukiman ataupun pasar yang mengahasilkan sampah organik mulai bisa membuat tempat penampungan. Hal ini pun sekaligus bisa menjadi investasi yang menguntungkan bagi pihak-pihak terkait. Pengelolaan sampah menjadi energi masa depan ini harus pula didukung oleh berbagai kalangan masyarakat. Agar bersama-sama kita bisa menciptakan lingkungn yang bersih dari sampah dan memiliki energi masa depan untuk para anak cucu kita dimasa mendatang.
Mari bergerak dan peduli terhadap lingkungan dan generasi mendatang !!

sumber referensi : kompasiana ; Jurnal Annisa



Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline