Lihat ke Halaman Asli

Dari Ondel-Ondel sampai Mozart Koplo

Diperbarui: 8 Juni 2024   01:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KKN. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Sebetulnya, aku bingung ini cerita lucu atau kurang lucu. Ini tentang berbagai potongan memoriku selama berada di suatu tempat yang bersarang di tengah kota. Cerita yang terjadi ketika aku menjalani Kuliah Kerja Nyata, manakala pandemi melanda.

Pandemi menghilangkan gegap gempita bagi semua. Masyarakat mendadak bertatap muka lewat berbagai media, begitu pula mahasiswa. Namun, kehidupan harus tetap berjalan. Kuliah tetap diadakan, demikian pula KKN. 

Di depan layar laptop, dadaku berdebar menantikan ke mana mahasiswi ini akan dilempar. Ya, pemilihan wilayah diundi. Begitu kubaca namaku, Jakarta Pusat. Ah ... rasa-rasanya, bukan KKN kalau bukan di kampung orang. Tapi, ternyata pandemi memaksa semua mahasiswa diam di tempat--bagi yang tak berdomisili di wilayah tugas, dilarang bergerak. Tuangkanlah ide-ide nyata yang dapat diterapkan virtual, demikian kata Pak Dosen Pengampu. 

Aku datang dari jurusan PGPAUD, Pendidikan Guru Anak Usia Dini. Kawan-kawan kelompokku dari berbagai kota. Berhubung aku warga lokal, akulah tumbal perwakilan untuk datang ke tempat bersama Pak Dosen Pengampu. Alih-alih ke sekolah usia dini pun taman kanak-kanak, KKN kali ini diarahkan ke satu instansi yang mendukung program pemerintah. RPTRA namanya--Ruang Publik Terbuka Ramah Anak. 

Asing, ya?

Sebagai anak Menteng yang kurang suka kemana-mana, kuakui RPTRA itu lingkungan yang mengejutkan. Lebih lagi titik KKN-ku yang berdomisili di Johar Baru. Satu distrik di Jakarta Pusat yang konon disemat di banyak warta karena "prestasi" tawurannya--daerah bronx, kata orang-orang. 

Aku masuk prodi ini lebih karena terjerumus. Jadi, salah besar bila kalian mengira aku suka anak-anak. Menjalani ini saja aku sudah separuh hati, apalagi kalau mendadak ada sabung nyawa di perjalanannya. Aku jadi bertanya-tanya sebenarnya aku ini calon guru PAUD atau Kera Sakti yang mencari kitab suci.

Berbekal laptop, hand sanitizer, dan masker, aku akhirnya tiba di lokasi bersama Pak Dosen Pengampu. Tentu tak terkejut melihat betapa kosong taman bermain warna-warni itu. Lalu, kami menemui beberapa pegawai yang bertugas dan berbagi informasi. 

"Kalau bukan karena pandemi, taman ramai terus, Pak," kata Bu Pengelola. "Selama semua orang masih Di Rumah Aja, kami hanya adakan kelas bermain dan calistung di hari tertentu. Semua gratis, Pak. Siapa saja boleh datang selama tidak melebihi kuota," demikian sekilas informasi yang disampaikan Bu Pengelola. 

Berdasarkan keterangannya, Pak Dosen Pengampu memutuskan aku untuk datang ke lokasi hanya pada hari yang ditentukan. Berhubung hanya aku yang bisa datang, aku pula ditunjuknya sebagai ketua kelompok. Beliau mengarahkanku untuk berdiskusi membuat program tambahan yang dapat menunjang proses belajar anak-anak di sekitar RPTRA, sekaligus dapat merangkul kawan-kawanku yang jauh agar tetap bertugas. 

Singkat cerita, dalam meeting virtual yang kami adakan, kami memutuskan untuk menambahkan agenda dalam kelas calistung; pembacaan cerita anak melalui media visual PowerPoint. Salah seorang anggota kelompok kami mengerahkan kepiawaiannya dalam seni grafis untuk membuat animasi sederhana. Tentu semua kelak kami jalankan secara virtual--hanya aku yang duduk bersama anak-anak itu. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline