Lihat ke Halaman Asli

Kerusuhan di Inggris: Mungkinkah Dampak dari Krisis Ekonomi?

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Krisis ekonomi yang melanda beberapa negara Eropa khususnya Yunani pada tahun 2008 juga meluas hingga ke negara yang memiliki nilai mata uang terkuat di dunia yaitu Inggris. Sebagai dampak atas krisis ekonomi ini, berbagai kebijakan yang sebelumnya bisa dinikmati oleh rakyat Inggris mulai dikurangi. Mulai dari kenaikan VAT atau pajak (termasuk pembelian) dari 17.5% menjadi lebih dari 20%, pajak atas pendapatan yang juga sangat tinggi, kenaikan semua iuran mulai dari air, listrik dan gas hingga pemotongan banyak tunjangan dan subsidi sosial ibarat menjadi api dalam sekam di negara ini.

Tahun 2011 menjadi kulminasi dari krisis yang mulai terjadi sejak akhir 2009. Seiring terompet tahun baru 2011, menjadi penanda kenaikan pajak, iurang (bill) dan harga-harga di seantero Inggris yang menimbulkan sejumlah keresahan masyarakat. Meskipun memiliki fondasi ekonomi yang kuat dan sistem jaminan sosial yang baik (khususnya pendidikan dan kesehatan) tidak menjadikan negara ini kebal dari sejumlah masalah sosial. Jumlah pengangguran meningkat khususnya di kota-kota besar utama Inggris setelah London yaitu Birmingham, Liverpool, Manchester, Bristol dan lainnya. Keresahan ini tidak hanya melanda penduduk pribumi atau British asli namun juga para imigran dan para pencari kerja yang berjuang mendapatkan permanent resident di UK.

Aturan imigrasi yang mulai ketat termasuk mengurangi beberapa jenis visa yang memungkinkan para pendatang untuk mencari kerja di negara yang pernah menjadi penguasa lautan dengan British Royal Navy yang terkenal. Para pelajar asing yang harus membiayai sendiri biaya pendidikan mereka (tanpa beasiswa) berharap dapat bekerja di negara ini setelah selesai study sebagaimana yang tercantum dalam visa Post Study Work. Para pelajar yang datang tahun lalu merupakan angkatan terakhir yang masih bisa beruntung dapat melamar untuk jenis visa ini setelah study mereka selesai. Namun tentu tak mudah, apalagi Inggris menerapkan pembatasan pekerja dari dari negara non Uni Eropa. Bahkan untuk pekerjaan paruh waktu yang menjadi salah satu andalan bagi mahasiswa untuk menambah kocek mereka khususnya disaat libur kuliah, juga menetapkan banyak aturan ketat antara lain khusus bagi EU (Uni Eropa)  dan mahasiswa lokal.

Kebijakan ketat di dunia pendidikan (khususnya perguruan tinggi) juga menimpa para mahasiswa lokal. Pemotongan dana pendidikan bagi mahasiswa lokal (baik British asli maupun pendatang yang sudah mengantongi status permanent resident) yang selama ini sangat murah jika dibandingkan dengan biaya yang harus dibayar oleh mahasiswa asing (International Student) yang sekitar 5-6 kali dari uang kuliah mahasiswa setempat. Belum lagi mereka masih berkesempatan untuk mendapatkan sejumlah beasiswa yang disediakan baik oleh universitas bersangkutan, pinjaman mahasiswa yang boleh dicicil setelah selesai bekerja dan sejumlah kemudahan lainnya. Semua fasilitas ini dikurangi bahkan dipotong yang memicu demonstrasi besar yang terjadi tahun lalu di beberapa kota besar dan kemudian dipusatkan di Trafalgar Square, London, sekitar November tahun lalu.

Bukan hanya para pelajar yang terkena dampak, juga para guru dan para civitas dan staf akademik. Fasilitas pensiun diciutkan dan kemungkinan besar para staf baru yang direkut tidak akan bisa lagi menikmati fasilitas gaji, tunjangan sosial dan tunjangan hari tua seperti para pendahulu mereka. Mereka pun menuntut pemerintah untuk mengubah kebijakannya dengan sebuah seruan aksi damai yang kira-kira berbunyi, kami tidak ingin kaya dari pekerjaan ini, kami hanya ini bisa membayar seluruh tagihan dan biaya hidup kami. Sebagai informasi, biaya listrik dan gas otomatis akan naik drastis saat tiba musim dingin, karena penggunaan heater dan alat pemanas ruangan lainnya.Sebelumnya sudah diadakan pengurangan civil servant (semacam PNS) untuk memangkas budget dan juga mengurangi bahkan memotong fasilitas pensiun bahkan bagi PNS sekalipun.

Sejumlah catatan keresahan dan kekalutan yang melanda negara ini berbuah pada sebuah pemicu penembakan Mark Duggan, yang berasal dari kelompok imigran Afro-Caribbean di London. Komunitas ini menjadi salah satu kelompok imigran terbesar di negara ini selain dari komunitas Asia Selatan (India, Pakistan, Bangladesh) dan negara-negara Eropa Timur yang lebih miskin (Polandia, Rumania dan lainnya). Di pusat-pusat kota besar termasuk Birmingham yang bahkan tahun lalu jarang sekali ditemukan tunawisma, sekarang banyak berkeliaran. Padahal udara Inggris yang dingin dan berangin tidak memungkinkan untuk berlama-lama di luar ruangan bahkan pada musim panas sekalipun. Pemandangan ini menjadi salah satu tumpukan masalah sosial ini bisa jadi menjadi salah satu pemicu demonstrasi yang berujung pada kerusuhan dan penjarahan di kota-kota utama Inggris sejak 7 Agustus lalu dan masih menghantui Inggris hingga hari ini.

Saat ini belum ada pengumuman resmi dari pemerintah mengenai penyebab dari meluasnya kerusuhan di Tottenham, North London ke sejumlah kota besar di Inggris. Pemerintah dibawah PM David Cameron masih fokus pada bagaimana menghentikan aksi kerusuhan ini dengan tenaga kepolisian yang ada. Himbauan untuk menggunakan tentara untuk mengamankan berbagai aksi kerusuhan di pusat-pusat kota masih ditampik oleh pemerintah. Namun Cameron sendiri sudah menyetujui untuk menggunakan peluru karet untuk mengamankan para penjarah.

Walaupun beberapa penjarah yang bisa disaksikan di TV dan Youtube mengatakan bahwa mereka ingin menunjukkan pada kelompok orang-orang kaya di Inggris cara mereka untuk memprotes kesenjangan sosial ini. Namun fakta yang ada, mereka tidak sekadar menjarah pusat-pusat pertokoan sebagai simbol kapitalisme modern, namun juga menjarah convenience store (toko-toko kelontong) milik para pendatang yang sudah tinggal bertahun-tahun di negara ini. Dari sebuah tayangan di televisi, seorang pemilik toko yang berasal dari India, menangisi toko yang sudah dibangunnya bertahun-tahun saat ini tak bersisa sedikitpun. Kekhawatiran juga melanda bebrapa kelompok di London karena ada kabar bahwa sejumlah rumah penduduk juga menjadi target jarahan. Untuk mengantisipasi hal tersebut, kelompok-kelompok masyarakat sudah membentuk kelompok pengaman di lingkungan masing-masing karena tenaga polisi lebih banyak dipusatkan di titik-titik keramain kota dan pusat-pusat ekonomi.

Terlepas dari rumor mengatakan bahwa ini adalah bagian dari perang terhadap mafia obat-obat terlarang, protes sosial, masalah jumlah imigran yang besar dan lainnya, krisis ekonomi mungkin bisa menjadi salah satu alat analisis. Kejadian ini tentu akan menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi performa Inggris sebagai tuan rumah Olimpiade Musim Panas 2012. Semoga kerusuhan ini tidak berlanjut dan makin memperparah krisis ekonomi di negeri Ratu Elizabeth ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline