Lihat ke Halaman Asli

Nirah Fahira

Mahasiswa

Peran Saintis dalam Peradaban Islam

Diperbarui: 5 Desember 2021   17:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Secara umum peradaban merupakan bagian dari kebudayaan. Sedangkan pengertian peradaban dalam arti yang lebih luas adalah seluruh identitas dari hasil budi daya manusia, yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia baik fisik (seperti bangunan, jalan) maupun non fisik ( seperti nilai, tatanan, seni, budaya dan ilmu pengetahuan dan teknologi).

Dalam peradaban Islam yang memiliki terjemahan dari Bahasa Arab yaitu al-hadharah al-Islamiyah yang berarti kebudayaan Islam. Kebudayaan dalam Bahasa Arab disebut al-Tsaqofah. Dengan hal ini, masyarakat umum lebih menyinonimkan kata "Kebudayaan" dan "Peradaban".

Menurut Koentjaningrat, kebudayaan memiliki tiga wujud antara lain; wujud ideal, wujud kelakuan, dan wujud benda. Wujud ideal merupakan perwujudan dari sebuah ide seseorang dengan beberapa argumen, contohnya cerpen, sastra, dan novel. Wujud kelakuan atau tindakan merupakan suatu perwujudan dari perilaku seseorang dari sebuah gagasan dengan sebuah tujuan. Dan wujud benda atau sebuah karya merupakan perwujudan dari sebuah tindakan yang diawali dari gagasan yang mengasilkan sebuah benda atau karya, contohnya kerajinan tangan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), saintis adalah orang yang ahli dalam ilmu pengetahuan, khususnya ilmu pengetahuan alam. Saintis sering disebut dengan ilmuwan. Ilmuwan sendiri berarti seorang ahli dalam berbagai ilmu pengetahuan. Sedangkan dalam hal ini, ilmuwan yang menekuni bidang sains atau Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) disebut dengan saintis.

Saintis dalam perbadaban islam sangat memiliki peran penting. Faktanya pada zaman dahulu, dunia islam pernah mencapai masa keemasan yaitu dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Banyak saintis besar muslim yang dilahirkan ketika itu. Sebut misalnya, Ibnu Rusyd (filsuf), Ibnu Sina (filsuf, dokter), Al-Khwarizmi (matematikawan, astronom), Al-Kindi (filsuf), Sanad Ibnu Ali (astronom), Jabir Ibnu Hayyan (ahli metalurgi). 

Faktor pencapaian masa keemasan karena ulama dan kaum intelektual menjaga jarak dengan kekuasaan. Ini terjadi pada abad ke-8 hingga ke-11 saat dua dinasti Islam yang berkuasa secara berrgantian, yaitu Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah. Modal riset pencapaian ini dilakukan dari pedagang Muslim. Di mana pada zaman dahulu banyak sekali para ulama dan intelektual yang bekerja di bidang pernigaan. Dengan ini rasa kedekatan terjadi antara para ilmuwan dengan kaum pedagang yang membuat independensi para ilmuwan terjaga.

Masa keemasan ini mulai pudar pada abad ke-11 dan ke-12 karena penguasa semakin otoriter. Penguasa Dinasti Abbasiyah dan setelahnya semakin memperburuk situasi yaitu dengan mendirikan "negara militer sunni". Yang mana dalam hal ini Islam Sunni yang kuat secara militer saja, tidak dengan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) serta ekonomi. 

Secara tidak langsung, para Ilmuwan dianggap tidak penting. Padahal sudah jelas dalam kitab umat Muslim, yaitu Al-Qur'an banyak sekali mengandung arti tentang ilmu sains. Dan di situlah peran ilmuwan atau saintis diperlukan untuk menafsirkan kitab yang menjelaskan tentang pengetahuan.

Lalu apa peran saintis dalam peradaban Islam di masa pandemi ini?

Seperti yang kita ketahui bahwa virus corona semakin menyebar luas dan masih memakan banyak korban jiwa akibat terinfeksi virus tersebut. 

Dan kabar terbaru yang kita tahu bahwa virus corona mucul varian baru yang bernama omicron. Dan isunya virus varian baru ini lebih gampang untuk tertular. Di sinilah ilmuwan atau saintis bergerak untuk meneliti virus tersebut beserta cara penyembuhannya atau penanganannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline