Lihat ke Halaman Asli

Merajut Kebersamaan dan Harmoni dengan Sesama Melalui Tradisi Megibung

Diperbarui: 31 Oktober 2024   18:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Bali marupakan sebuah daerah yang masih sangat kental dengan adat dan budaya, terdapat satu budaya yang masih dipertahankan hingga saat ini terutama di wilayah Kabupaten Karangasem, masyarakat mengenalnya dengan sebutan Megibung. Tradisi Megibung ini merupakan suatu tradisi makan bersama dengan posisi duduk melingkar yang mana  makanan berada di tengah-tengah. Tradisi ini sudah aja sejak zaman dahulu semenjak pemerintahan Raja Karangasem. Mengutip dari Website Pemkab Kabupaten Karangasem, tradisi Megibung pertama kali diperkenalkan oleh Raja Karangasem bernama I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem pada tahun 1614 atau 1692 Masehi. Diceritakan pada saat peperangan menaklukan Lombok, Raja Karangasem memerintahkan semua prajuritnya untuk makan bersama dengan posisi melingkar. Tradisi tersebut berkembang hingga saat ini yang disebut sebagai Megibung.

Di Karangasem tradisi Megibung ini masih dilakukan hingga sekarang, biasanya pada saat masyarakat Karangasem melaksanakan Upacara Yadnya (Upacara keagamaan di Bali) yang besar seperti acara menikah, potong gigi, ngaben dan lain sebagainya. Sebelum acara Megibung, didahului dengan masyarakat secara bergotong royong untuk membuat keperluan upacara, para wanita bertugas mempersiapkan Banten (sesajen untuk upacara), kemudian para laki-laki akan mempersiapkan masakan, baik itu masakan untuk Banten ataupun masakan yang nantinya akan dimakan bersama setelah selesai acara.

Ketika masakan sudah siap maka para lelaki akan menyusun masakan diatas suatu tempat yang biasanya disebut kapar / nampan dengan posisi lauk pauk berada ditengah yang mana nasi akan mengelilingi lauk pauk tersebut. Setelah siap, para masyarakat akan duduk secara melingkar untuk menyantap masakan tersebut. Walaupun terkesan hanya makan-makan namun ada aturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat yang ikut Megibung ini, adapun aturanya yaitu tidak boleh menjatuhkan remahan nasi, tidak boleh sembarangan mengambil nasi yang ada disebelah kita ataupun berseberangan dengan kita dan bila sudah selesai makan tidak boleh mendahului meninggalkan tempat makan, orang-orang bisa meninggalkan tempat Megibung bila semua orang sudah selesai makan.

Tradisi Megibung tersebut dapat mencerminkan hubungan harmoni dengan sesama manusia, tradisi megibung tidak bisa dilakukan oleh satu orang saja, yang mana untuk dapat terlaksananya tradisi tersebut diperlukan kerjasama antar masyarakat. Tradisi Megibung juga mengajarkan kesetaraan antar masyarakat, ketika sudah Megibung maka semua masyarakat akan makan di satu tempat yang sama dan memakan masakan yang sama sehingga tidak akan ada kesenjangan diantara masyarakat. Makan dengan cara Megibung menurut beberapa masyarakat menimbulkan perasaan bahagia karena makanan dibuat bersama dan dinikmati bersama. Tradisi Megibung merupakan implementasi dari Konsep Tri Hita Karana pada bagian Pawongan yaitu hubungan yang harmonis dengan sesama manusia, tradisi ini patut untuk dilestarikan karena dapat mempererat tali persaudaraan dan gotong royong. 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline