Perjalanan Panjang Hagia Shopia telah menjadi sejarah tersendiri di peradaban Turki. Mulai menjadi Gereja Katedral di era Bizantium pada abad ke-6, menjadi Masjid di era Kesultanan Ottoman di abad ke-15, hingga menjadi museum mulai tahun 1935 di era sekulerisme Turki. Hal tersebut membuat arsitektur di dalamnya begitu unik.
Situs ini pun masuk menjadi warisan dunia UNESCO. Pada 10 Juli 2020, Pengadilan Utama Turki mencabut status museum Hagia Shopia dan Pemerintah Turki sepakat merubah kembali menjadi Masjid.
Keputusan tersebut menuai banyak respon dari dunia internasional. Negara-negara Muslim mendukung keputusan tersebut. Rusia menerima saja dengan keputusan tersebut. Sementara Israel dan Amerika Serikat mengecam kebijakan tersebut. Uni Eropa menjadi pihak yang frontal dalam mengecam kebijakan tersebut.
Mereka melalui pejabat tinggi kebijakan luar negeri Uni Eropa, Josep Borrell mengatakan negara-negara Uni Eropa mengutuk keputusan Turki untuk mengubah monumen simbolik menjadi Masjid. Mereka menilai keputusan tersebut merusak kepercayaan antar komunitas sehingga dapat menimbulkan perpecahan. Yunani adalah negara yang berbicara banyak dalam hal ini.
Perdana Menteri Yunani, Kyriakos Mitsotakis mengatakan keputusan tersebut adalah kemunduran peradaban Turki. Protes digaungkan oleh gereja-gereja di Yunani dengan mengumandangkan bel dan bendera setengah tiang, karena menganggap Hagia Sophia sebagai pusat Kristen Ortodoks pada masa Bizantium dan monumen universal untuk kebudayaan. Turki merespon dengan mengatakan hal ini adalah kebijakan domestik dan tidak masalah mengingat Haghia Sophia pernah menjadi Masjid. Erdogan juga menyatakan siap untuk tetap menjaganya sebagai bagian dari pelestarian situs warisan dunia UNESCO.
Melihat situasi ini, terlihat peluang Turki untuk menjadi anggota tetap Uni Eropa semakin tertutup. Sejak tahun 2004 diajukan sebagai calon anggota tetap Uni Eropa, hingga kini belum ada keputusan. Isu yang sering muncul dalam penolakan tersebut adalah masalah HAM.
Namun yang menjadi faktor utama tetaplah Islamophobia dan Euroskeptisme. Turki sebagai negara yang dekat dengan budaya timur tengah yang Islami menimbulkan islamophobia yang berubah menjadi xenophobia di negara-negara Uni Eropa. Terlihat saat ini seakan Turki sudah tidak mengejar hal tersebut lagi karena status yang belum menemui kejelasan. Terlebih setelah krisis imigran di Uni Eropa beberapa tahun terakhir yang berasal dari Timur Tengah dan Afrika hingga perubahan Hagia Shopia menjadi Masjid membuat rasa sentimen Uni Eropa tersebut akan semakin kuat.
Hal tersebut tentu membuat status Turki di Uni Eropa akan semakin mengambang kearah yang tidak jelas. Di satu sisi Uni Eropa butuh Turki secara geopolitik. Di sisi lain, Turki dianggap berbeda dan tidak sesuai dengan identitas dan karakteristik Uni Eropa. Akhir dari isu ini kemungkinan tidak akan terjadi waktu dekat mengingat politik internasional adalah hal sangat yang rumit karena sejatinya tidak ada otoritas yang lebih tinggi daripada negara di sistem internasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H