Lihat ke Halaman Asli

Puisi Usang

Diperbarui: 26 Juni 2015   00:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Puisi usang
di awal malam berkarat
mata ini bernanah mengeja huruf-hurufnya yang rapuh
ukiran tanganmu yang dulu selalu kuciumi punggungnya.

aku ingat juga ini
: suatu ketika saat purnama di pesisir Teluk Kendari
motor hitam peot bisingku mengantar kita menghirup batuk angin tua,
hanya demi memejamkan mata lalu memohon sesuatu pada bintang-bintang konyol yang jatuh.
aku lebih senang tenggelam di bibirmu
saat asmaraku risau berpisah dengan cintamu.

oh, Jakarta,
sungguh malang gerangan ia yang merana
tertindih rindu : obral di pasar loak.
mengusap-usap dadanya, debu-debu terbang ketakutan.

puisi usang,
bait-baitnya berayap.
kuingat di ujungnya kutulis namamu.
dengan tinta yang tak pernah pudar : cinta.

Jakarta, 31 Oktober 2011




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline