Lihat ke Halaman Asli

Praduga yang Bersalah

Diperbarui: 23 Agustus 2015   18:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar : api.ning.com

sumber gambar : dokumen pribadi

 

Semalaman suntuk saya kesulitan untuk mengakses akun Kompasiana saya. Selesai loading, page yang terbuka hanya seperti gambar di atas. Tidak ada daftar artikel saya, bahkan halaman depan Kompasiana juga kosong. Setelah saya cek, semua menu di web itu juga kosong. Kerangkanya ada, isinya raib. Tidak seperti biasanya.

Mungkin laptop saya yang error atau sinyal lemah sehingga gagal mejalankan java, saya juga tidak paham. Saya buka expert di bidang ini. Saya menutup browser dan membukanya ulang. Masuk ke Kompasiana lagi, masih sama. Teringat-ingat teman-teman yang jago IT, kalau sudah kasus rumit, seperti penyakit yang belum ditemukan ramuan penangkalnya, restart solusinya.

Dua kali restrart, belum ada tanda-tanda ada perubahan. Sosok dalam hati saya membisikkan, “kamu kualat mengeritik pemerintah.” Terakhir kali posting, saya, untuk pertama kalinya berani menulis sesuatu yang bagi saya kontroversial di ruang publik seramai Kompasiana. Mengeritik pemerintah pula. (http://www.kompasiana.com/ninozoelfikar/pertamini-ilegal-harusnya-pemerintah-malu_55d75e5e367b619f0b1e2381)

Saya terbiasa menarik perhatian lingkungan dengan kejutan, kekaguman, kebahagiaan dari sebuah karya. Karena menurutku itulah seni membuat seni. Sehinnga ada semacam ketakutan membuat sesuatu yang berpotensi mengundang serangan orang-orang. Lagi pula sejak kecil ibu mengajarkan saya, adalah sebuah dosa menyalahkan orang yang lebih tua. Ikuti saja, mereka lebih paham. Kalau tidak, Tuhan bisa marah. Bukan Tuhan yang di Banyuwangi, Tuhan di langit ke tujuh.

Sosok dalam kepala saya itu berwujud mirip persis dengan saya. Tapi pakaiannya serba hitam; auranya mencekam. Sosok ini selalu memperingatkan akan potensi bahaya. Kerjanya menakut-nakutiku tiap menemukan atau melakukan sesuatu yang asing. Dia juga yang membuat was-was dengan pertanyaan-pertanyaan ajaib tetang hal buruk yang memungkinkan bisa terjadi. Saya menamainya: Praduga.   

Pendapat lain Praduga, “atau jangan-jangan tim cyber pemerintah sudah membaca artikel itu dan meretas Kompasiana untuk membuat saya tidak bisa bahkan sekedar membuat artikel sebagai hukuman telah mengeritik pemerintah.”

“Tapi banyak orang yang lebih vokal, kok. Komika-komika aja sering jadiin mereka materi.” Bantahku membelah diri.

“Atau memang kamu telah tanpa sengaja membuat admin Kompasiana tersinggung?” Sambung Praduga menakuti.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline