Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Faktor FBR, Relawan, dan Mesin Partai Menangkan Ahok

Diperbarui: 16 April 2017   19:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Forum Betawi Rempug (FBR) I Sumber tempo.com

Kampanye dua pasangan kandidat Gubernur DKI Jakarta semakin menarik untuk diamati. Pertarungan strategi kampanye dan gerakan penggalangan dukungan di lapangan menjadi hal yang paling menentukan bagi dua pasangan calon. Tentunya, penggalangan hanya bisa dilakukan oleh para pendukung secara nyata seperti partai pendukung, relawan, tokoh partai, ormas pendukung dan media sosial. Namun, sekali lagi mesin partai dan relawan tetap menjadi penentu kemenangan Ahok-Djarot di Pilkada 2017 ini.

Mari kita telaah peran penting ormas seperti FBR, relawan, dan mesin partai dalam memenangkan Ahok-Djarot disertai dengan strategi kampanye senyap yang memorakporandakan kampanye Anies – dalam perebutan suara pemilih di DKI Jakarta dengan menari menyanyi menari koprol bahagia suka-cita senang ria bahagia jungkir balik menertawai bahagia menonton kekalahan Anies selamanya senantiasa.

Berbeda dengan Anies yang mengandalkan FPI dan partai agama PKS, perhitungan kemenangan Ahok justru ditentukan oleh strategi kampanye cerdas dengan menggandeng berbagai elemen penting di masyarakat. Gerakan kampanye senyap dan strategis dengan mengandalkan para tokoh dan ormas penting menjadi penentu kemenangan Ahok. Perbedaan strategi kampanye dengan menonjolkan kekuatan dan menyimpan kebobrokan bukan lagi strategi efektif; media sosial membuka dengan sendirinya. Maka hanya strategi yang teratur, terstruktur, terencana, dan cerdas yang memenangkan pertarungan.

Strategi kampanye yang dilakukan oleh Anies dan Ahok berbeda sama sekali. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa Ahok adalah petahana yang sudah mengerjakan pekerjaannya. Pun Ahok-Djarot telah memahami dan berpengalaman menghadapi kenyataan pekerjaan di lapangan. Sementara Anies masih meraba-raba dan belum menemukan pelita di balik kegelapan belantara Jakarta. Untuk itu, cara kampanye pun disesuaikan dengan kebutuhan.

Pertama, tentang perbedaan cara kampanye Anies dan Ahok.

Kampanye Anies penuh dengan retorika dan janji-janji. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa Anies hanyalah calon yang belum membuktikan apa-apa – kecuali pernah dipecat oleh Presiden Jokowi karena tidak becus menjadi menteri.

Kampanye Ahok  memaparkan program yang sudah dikerjakan dan yang tengah dikerjakan seperti KJP, KJS, rumah susun, penataan taman, infrastruktur dll. Dalam hal ini Anies tak mampu menunjukkan secara telak kelemahan program. Justru yang dilakukan Anies adalah penjiplakan program ditambah dengan kata plus: KJP Plus, KJS Plus karena memang sudah ada dan sudah berjalan. Plus-plus hanyalah tambahan bukan inovasi yang warga DKI Jakarta memahaminya.

Kedua, tentang membangun karakter ketika kampanye Anies dan Ahok.

Anies menggunakan kampanye ini hanya sebagai antithesis Ahok semata. Dipersiapkan tingkah laku dan perbuatan yang tujuannya hanya untuk memberi gambaran berbeda dengan Ahok dalam kepribadian; bukan dalam hal program yang Anies tak mampu paparkan selain retorika. Janji menjadi bagian pluralis Jakarta tak mungkin terwujud karena Anies adalah calon yang didukung oleh FPI gerakan Islam radikal yang ditolak kehadirannya di berbagai kota dan daerah seperti Semarang, Salatiga, dll.

Ahok dan Djarot tetap menunjukkan gaya aslinya. Ahok ceplas-ceplos dan apa adanya dengan tekanan pada target dan pekerjaan. Sedangkan Djarot tetap tenang dan tegas sesuai dengan pemgalaman memimpin di Blitar dan DPRD bertahun-tahun.

Ketiga, tentang dukungan parpol dan ormas pendukung Anies dan Ahok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline