Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

11 Faktor Penentu Kemenangan Ahok yang Tak Dipahami Publik

Diperbarui: 14 April 2017   20:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Anies Baswedan dan Rizieq FPI I Sumber en.tempo.co

Jelang lima hari pencoblosan Pilkada DKI, pertarungan semakin sengit. Pasca debat pun warga DKI semakin menonton drama antara Anies yang didukung oleh FPI dengan Ahok yang didukung oleh relawan. Survei menempatkan posisi Anies unggul sedikit di atas Ahok. Namun kontestasi kedua pasangan semakin sengit akibat adanya gerakan yang tidak dipahami oleh publik dan media. Pergolakan psikologis, relijius, dan kultural menjadi intens dan hal ini merugikan Anies.

Lembaga survei menempatkan Anies sebagai pemenang, dengan catatan lembaga survei bayaran lebih berperan menggoreng hasil. Bahkan lembagai survei sekelas LSI Denny JA pun telah dibeli oleh Tim Anies. Kini, pertarungan berlanjut dan dinamika di lapangan justru mengarah ke kekalahan Anies. Hal ini justru akan membuat publik antipati terhadap Anies – sebagaimana halnya peristiwa pilpres 2014.

Mari kita telaah 11 penentu krusial kemenangan Ahok yang tak dipahami oleh publik dengan hati gembira ria riang senang suka-cita bahagia selamanya sambil  menertawai kekalahan Islam radikal, FPI, FUI, HTI, dan partai agama PKS yang gagal menggalang masyarakat DKI selamanya senantiasa.

Pertama, tercipta polarisasi persis seperti Pilpres 2014. Prabowo yang mendukung Anies; dan komunikasi mampat sementara Prabowo-Jokowi. Publik terpolarisasi sentiment dukungan bahwa memilih Anies sama dengan memilih Prabowo. Secara langsung ajakan ini menyingkirkan simpati pemilih yang tidak memilih Prabowo di Pilpres 2014.

Akibat polarisasi ini, bagi pendukung Presiden Jokowi tercipta anggapan bahwa memilih Anies sama dengan memberi peluang Prabowo maju di 2019. Fakta ini didukung oleh kenyataan hampir 100% pendukung Jokowi di Pilpres 2014 memberikan dukungan kepada Ahok. Dan hampir 100% pendukung Prabowo mendukung Anies.

Namun karena potret kemenangan Jokowi di Pilpres 2014 membuat Ahok mendapatkan dukungan lebih besar.

Kedua, kasus Ahok membuat polarisasi dukungan dari kalangan minoritas etnis dan agama non Islam bersatu. Wilayah dengan para kantong minoritas etnis Tionghoa, Ambon, Batak, Betawi, Jawa, Nias, Madura mendukung Ahok – maka Jakarta Barat, Jakarta Utara, Jakarta Pusat, Kepulauan Seribu pun dimenangi oleh Ahok. Sebaliknya kantong ormas dan masyarakat pinggiran berpendidikan rendah Jaksel dan Jaktim mendukung Anies – maka di dua wilayah ini Anies menang.

Polarisasi dan dukungan yang terbelah ini terbukti dengan secara sadar Timses Anies fokus memecah kebuntuan ini dengan menggalang dukungan simbolis bahwa ada kalangan Kristen pendukung Anies. Suatu hal yang minim dan tak lebih dari 1 persen non Muslim mendukung Anies.

Sebaliknya, kesadaran kalangan pinggiran dalam Pilgub putaran I mendukung Anies, membuat kesadaran Timses Ahok untuk merebut dukungan kalangan pinggiran dan berpendidikan rendah di Jaktim dan Jaksel.

Pertarungan seperti ini justru hanya membuat polarisasi semakin mengental dan pergeseran suara hanya akan ditentukan oleh swing voters; massa mengambang. Artinya, perubahan dan pengalihan dukungan antar pendukung akan sangat kecil.

Ketiga, faktor SBY yang netral dan ketakutan mendukunga salah satu calon. Ketakutan SBY ini mengakibatkan kemarahan Prabowo – yang tidak pernah didukung oleh SBY semenjak kejadian Prabowo menggebuki SBY di Magelang di AMN Magelang dulu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline