Belakangan Prabowo bungkam. Penyebabnya adalah Prabowo galau karena mendukung Anies-Sandi meskipun berbagai survei menunjukkan Ahok makin keteteran. Ahok-Djarot berada dalam jurang kekalahan telak oleh Anies-Sandi. Berbagai penyebab mengemuka dengan ditandai oleh gerakan radikal Islam yang mendompleng dan menunggangi Pilkada DKI untuk tujuan besar: membajak DKI Jakarta sebagai alat testing the water Provinsi Syariah, lalu menuju Indonesia Bersyariah.
Mari kita telaah kegalauan Prabowo dan penyebab kekalahan Ahok dari gerakan radikal Islam yang berhasil menyetir sentimen SARA sebagai alat politik dengan hati bahagia suka-cita riang gembira ria senang sentosa koprol sambil menertawai gerakan Islam garis keras selamanya senantiasa.
Prabowo, pentolan partai nasionalis Gerindra mengalami kegalauan karena menjadi korban politik disetir oleh partai agama PKS. Awalnya niatan Prabowo akan menjadikan Anies sebagai langkah awal dan jalan bagi Prabowo untuk menjadi Presiden RI 2019.
Penggalangan dukungan masif politik Gerindra pun diberangus oleh gerakan partai agama PKS yang lebih masif – memanfaatkan sentimen agama sebagai alat politik. Di permukaan upaya ini tampaknya berhasil. Namun setelah putaran pertama berlangsung keyakinan Prabowo pun goyah dan kini lebih banyak diam dan bahkan Gerindra menyampaikan kegalauan. Penyebabnya adalah akibat penunggangan Islam garis keras dan radikal yang menunggangi Pilkada DKI Jakarta.
Skenario pemanfaatan kelemahan kepemimpinan Anies – yang dipecat Presiden Jokowi karena tidak becus, dan Sandi yang hanya menjadi pion – bisa menjadi pintu masuk empuk gerakan radikal Islam seperti FPI, HTI dan bahkan ISIS seperti keterlibatan para penentang Ahok seperti Gatot Saptono Khattath yang tersangka makar.
Dukungan Islam garis keras ini yang sejatinya menghantam telak cita-cita Prabowo sebagai seorang pendekar NKRI – namun sayang kini tengah ditunggangi oleh kepentingan politik gerakan Islam radikal yang justru mengancam cita-cita Prabowo sendiri sebagai capres jilid 4 upaya meraih kursi Presiden RI. Itulah sebabnya belakangan Prabowo menahan diri.
Keunggulan Anies-Sandi dalam survei itu senyatanya disebabkan oleh lima hal yang menghancurkan Ahok-Djarot. Pertama, politisasi dan kriminalisasi Ahok yang menggerus suara Ahok. Kedua, aliansi partai agama PKS dengan gerakan Islam radikal FPI yang disambut oleh sebagian masyarakat yang picik dan mudah diprovokasi dengan janji surgawi. Ketiga, sentimen kekalahan Prabowo di Pilpres 2014 yang menimbulkan balas dendam kesumat para pendukung yang gagal move on yang akan menumpahkannya ke Ahok. Keempat, pendomplengan dan euphoria gerekan Islam radikal FPI dan FUI yang anti Ahok sejak lama yang disetir ke arah SARA. Kelima, strategi kampanye negatif dan nyinyir Anies-Sandi yang masif, terstruktur, dan sistematis untuk mengulangi kampanye Pilpres 2014 yang nyaris menang.
Dari kelima hal tersebut nampaknya keyakinan besar kemenangan Anies-Sandi tinggal menunggu waktu saja. Namun identifikasi sebab akibat, aksi dan reaksi atas strategi tersebut juga menimbulkan aksi dan reaksi yang seimbang yang mencengangkan.
Bagi Prabowo – yang pernah kampanye untuk Anies dengan jargon pilih Anies maka Prabowo Presiden RI – Pilkada DKI menjadi titik pertaruhan paling menentukan bagi karir dan wajah serta muka politiknya. Kalahnya Anies-Sandi akan membuat Prabowo gulung tikar secara politik di 2019. Sementara itu bagi kalangan nasionalis dan pecinta NKRI – hanya dengan kemenangan Ahok-Djarot maka kelangsungan kehidupan NKRI dalam pluralisme dan Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila tetap terjaga.
Polarisasi dukungan pun terbentuk yang menyebabkan keseimbangan terciptanya (1) keseimbangan dan perlawanan terhadap Anies-Sandi yang identik dengan FPI, (2) mendukung Anies sama dengan mendukung FPI, (3) berkuasanya Anies di DKI akan ditunggangi oleh kepentingan FPI, akibatnya (4) Prabowo dengan partai nasionalis Gerindra menjadi korban kedua politik berbasis sentimen agama oleh partai agama PKS setelah Pilres 2014, menjadi galau, dan (5) kegalauan Prabowo ini selain menjadi titik lemah, juga membangkitkan polarisasi perlawanan para pendukung Ahok-Djarot.
Politisasi dan pemaksaan kriminalisasi kasus Ahok oleh MUI yang langsung ditunggangi oleh agenda FPI dan FUI dengan GNPF MUI – yang fatwa MUI sendiri bukanlah produk hukum. Agenda anti Ahok menemukan momentumnya ketika si kepo Buni Yani memrovokasi tayangan video – yang kini tengah merenungi diri dan menjadi catatan buruk Indonesia.