Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Kasus Ahok "Blessing in Disguise" dalam Drama Politik SBY, Firza Husein, dan Rizieq FPI

Diperbarui: 7 Februari 2017   11:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Firza Husein I Sumber anekainfounik.net

Persidangan Ahok memasuki sidang ke-9 hari ini. Kasus Ahok yang sejak awal ditengarai untuk berbagai kepentingan politik. SBY – dan anaknya si Agus –, Firza Husein yang berupaya makar, dan FPI yang anti  Ahok. Kasus Ahok yang ditunggagi gerakan Rizieq FPI yang dianggap blessing in disguise oleh SBY pun semakin hari semakin menguap. Panik rancangan drama politiknya menemui kegagalan, maka drama politik melankolis dipraktikkan oleh SBY: curhat via Twitter. Kondisi ini semakin diperparah karena salah satu kaki-tangan pendana tersangka makar Firza Husein tersangkut kasus pornografi dan UU ITE, yang melibatkan pentolan Rizieq FPI.

Mari kita telaah drama politik yang menunggangi kasus Ahok dan menertawai kegagalan SBY menunggangi kasus Ahok dengan memanfaatkan sentiment Ahok dengan harapan mendepak Ahok dari persaingan DKI 1 dengan gembira ria riang senang bahagia koprol jungkir balik menari menyanyi selamanya senantiasa.

SBY yang menyadari Agus tak layak dijual di Pilkada DKI panik luar biasa. Persidangan Ahok yang dianggap sebagai alat untuk menenggelamkan Ahok gagal total diraih. Popularitas Ahok pun tak hancur meski persidangan kasus Ahok menapaki sidang ke-9. Sementara Agus pun gagal dikerek oleh kasus sidang Ahok. Justru anomaly terjadi ketika Anies Baswedan mendapat dukungan FPI – maka rancangan SBY untuk mendulang dukungan FPI gagal total. Bingung pusing tujuh keliling.

Dari sidang Ahok, semakin terkuak peran SBY yang selalu berkoar-koar penegakan hukum tapi gagal menuntut dan takut serta ngumpet di ketiak FPI ketika Rizieq menjadi tersangka. SBY tak berani berteriak seperti Panglima TNI-Polri dan Presiden Jokowi yang tegas memberangus perbuatan makar. Pun SBY gagal ketika Rizieq FPI menjadi tersangka penistaan Pancasila. SBY tidak berteriak-teriak seperti ketika kasus Ahok. Penakut dan oportunis.

Dari kasus itu, klop sudah rangkaian peristiwa membuka mata publik DKI terkait Pilkada DKI yang melibatkan rancangan kemenangan ala SBY dengan kasus Ahok hendak dijadikan political suicide bagi Ahok. Agus pun dipastikan akan keok dan akan menjadi pengurus partai Demokrat seperti Ibas selapas Pilkada DKI: atau pengangguran.

Menyadari upaya zig-zag SBY (1) gagal memanfaatkan sentimen SARA dengan kasus Ahok, (2) tunggangan FPI diserobot oleh Anies yang mendapat dukungan FPI, (3) popularitas Agus di titik nadir dan buncit, (4) Ahok tetap memimpin survei dan gagal dijatuhkan, (5) demonstrasi menentang Ahok semakin menyurut, (6) dan rakyat tahu maksud SBY berteriak-teriak dengan Twitter, dll yang menunjukkan rasa frustasi, maka satu-satunya jalan ya menciptakan diri menjadi seolah didzolimi sebagai drama politik.

Dengan menyebut dirinya disadap – yang dibantah oleh BIN, Polri, dan Istana – yang menyebut tidak ada gunanya menyadap telepon SBY. Lalu didemo oleh mahasiswa di rumahnya – Polri minta SBY lapor. Sebelumnya begitu kasus Ahok hendak dilebarkan menjadi konflik Ahok versus NU – SBY memanfaatkan informasi telepon dengan Ma’ruf Amin sebagai alat picuan untuk memerlebar isu menjadi meluas. Jenderal Luhut Pandjaitan, Kapolda Metro Jaya sigap meredam dengan mendatangi kediaman Ma’ruf Amin. Ahok pun menyampaikan permintaan maaf kepada Ma’ruf Amin, permaaafan yang diterima – dan publik pun teredam dan isu diredam.

SBY yang tahu si Agus akan gagal total di Pilkada DKI sementara Ahok tidak juga nyungsep elektabilitanya, SBY pun melancarkan berbagai cuitan Twitter yang menunjukkan (1) SBY patut dikasihani, (2) SBY lemah dan tak berdaya, (3) SBY takut rumahnya digerudug massa – walaupun sudah dijaga Paspampres 26 jam dalam sehari khusus buat SBY, (4) demo-demo FPI melorot dan tidak menarik massa lagi.

Jurus merasa didzolimi adalah SBY merengek bertemu dengan Presiden Jokowi. SBY melontarkan tuduhan sumir dengan menyebut ada 3 orang di ring 1 yang menghalanginya. Padahal yang menyarankan Presiden Jokowi bertemu dengan SBY adalah Ki Sabdopanditoratu, ha ha ha. Jawaban Istana yang menyebut SBY bisa mengajukan permintaan bertemu Presiden Jokowi melalui Sekretariat Kepresidenan. Yang menjadi masalah adalah Presiden Jokowi tak punya kepentingan apa pun untuk bertemu dengan SBY dan dianggap tidak berguna sama sekali buat bangsa dan negara Indonesia.

Pun juga serangkaian tindakan intelejen, Polri-TNI, dalam menangani keamanan dan ketertiban umum membuat SBY kecut. Demo 212 dan sebelumnya, bahkan menjadi alat untuk penangkapan berbagai gerakan perongrong dan pengacau seperti makar oleh Bintang Pamungkas, nenek Sarumpaet, Firza Husein, dan juga Rizieq FPI yang dikenai pasal penistaan Pancasila. Firza Husein pun yang berniat kabur untuk menghindari pemeriksaan kasus makar – dan pornografi – berhasil ditangkap Polri.

Tentu SBY, Rizieq FPI, dan Firza Husein menggunakan idiom sama: antara didzolimi, fitnah atau pemelasan. SBY merasa dirinya tak berdaya untuk tujuan agar Agus naik jadi DKI 1 – taktik drama melankolis yang berhasil di 2004 dan 2008. Firza Husein dan Rizieq FPI menggunakan idiom: fitnah, fitnah, fitnah untuk membela diri. Untuk kasus penistaan Pancasila yang Rizieq jadi tersangka. Sebangun dengan Rizieq FPI, Firza Husein pun menyebutnya sebagai fitnah. Namun bukti-bukti digital forensic menunjukkan 100% foto-foto itu asli dan tidak ada rekayasa digital sama sekali.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline