Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Peta Kekuatan Politik Agus, Ahok, Anies Pasca Debat Pilkada II

Diperbarui: 29 Januari 2017   12:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Umbul-umbul Pilkada DKI I Sumber Kompas.com

Pasca debat Pilkada DKI II, publik Jakarta semakin mantap menentukan pilihan. Survei LSI menempatkan Ahok teratas, disusul oleh Agus dan di posisi buncit Anies Baswedan. Persaingan antara Agus, Ahok dan Anies untuk merayu warga DKI Jakarta pun dilakukan secara gencar dengan masing-masing pendukung dan para partai. Debat pun menarik perhatian publik. Mendekati pilgub 15 Februari, gambaran dan kecenderungan pemilih semakin tampak. Untuk pemilih akan sangat penting untuk memertimbangkan banyak hal terkait Pilgub DKI Jakarta 2017 ini. Hal ini disebabkan Pilkada DKI adalah barometer Indonesia ke depan dan nasib 9 juta warga DKI dipertaruhkan.

Mari kita telaah kecenderungan peta kekuatan saat ini dan prediksi politik-hukum terkait persaingan Pilgub DKI Jakarta dengan SBY sebagai pendorong Agus dan kasus Ahok yang didukung partai nasionalis PDIP serta Anies yang memanfaatkan FPI sebagai pendukung utama dan partai agama PKS dengan hati gembira ria riang senang bahagia suka-cita tertawa menari menyanyi menertawai SBY senantiasa selamanya.

Latar belakang dan utama para penantang Ahok muncul adalah godaan uang anggaran APBD DKI Jakarta yang Rp 70-an triliun. Maka SBY bersemangat mendorong anaknya jadi gubernur dengan kendaraan tradisional partai nasionalis Demokrat dan PAN, sekondan abadi karena keterkaitan dengan besanan Hatta-SBY.

Pun juga partai agama PKS tak gentar keok melulu menggandeng partai nasionalis Gerindra dan memanfaatkan Prabowo dan akhirnya Anies Baswedan yang chemistry-nya dekat dengan Rizieq FPI pun maju. Sementara petahana berjuang keras melawan FPI sejak lama. Ramai.

Di tengah dukungan para partai tersebut, persaingan di tataran elite partai mengemuka. Elite politik bermain. Akibatnya, peta pertarungan politik Pilkada DKI menjadi panas. Kenapa? Karena Pilkada DKI adalah gambaran dukungan untuk Presiden Jokowi, Prabowo dan berbagai calon lainnya untuk Pilpres 2019.

Prabowo dipastikan maju sebagai capres di 2019 melawan Presiden Jokowi dengan satu catatan UU Pileg dan Pilpres tidak menetapkan presidential threshold 20%. Itulah sebabnya Gerindra dan para partai getol menghapus presidential threshold karena peta dukungan untuk Presiden Jokowi meliputi hampir semua partai kecuali partai agama PKS dan partai nasionalis Gerindra. Dengan adanya presidential threshold 20%, dipastikan kemungkinan Prabowo maju di Pilpres 2019 akan sulit.)

Nah,berbagai kepentingan politik itu harus diurai untuk memberi petunjuk terkini untuk warga DKI Jakarta terkait dengan pemimpin politik mereka. Gubernur bukan pemimpin agama, hanya jabatan pelayan publik dan tidak terkait sama sekali dengan agama apa pun. Dengan uraian itu maka pilihan warga DKI Jakarta menjadi lebih baik dan tidak salah pilih. Untuk itu harus diulas sepak-terjang para calon gubernur dan wagub seperti Agus-Sylvi, Ahok-Djarot, dan Anies-Sandi.

Agus-Sylvi. Saking menariknya APBD yang Rp 70-an triliun itu, SBY pun meminta anaknya yang di militer mundur kabur dari militer. Publik awalnya membayangkan Agus hebat. Namun publik melihat jejak Agus ternyata tidak nyambungan. Hal ini dapat dilihat dari debat I dan II yang tampak menghapal dan celingukan tidak fokus dan jawabannya ngambang.

Omongan tentang kota terapung, membangun tanpa menggusur, menghidupkan BLT oleh Agus adalah foto-kopi SBY. Agus memiliki kecenderungan seperti SBY – tidak tegas, peragu dan gak nyambung. Dalam membuat kebijakan manusia seperti ini hanya akan menghasilkan kebingungan birokrasi. Para pendukung Agus adalah loyalis SBY dengan uang bejibun. SBY menduga dengan mendorong Ahok diadili maka Agus akan berpeluang besar memenangi Pilkada DKI. Hal yang mustahil terjadi sampai kiamat Agus tak akan menang di Pilgub DKI 2017.

SBY sejatinya akan nyaman dengan Agus jika mendapat dukungan FPI dalam kasus Ahok. Nyatanya dukungan FPI diberikan kepada manusia sebangsa yakni Anies Baswedan. SBY pun kehilangan harapan mendapatkan dukungan FPI – yang sudah direbut Anies. Anies Baswedan pun mengunjungi markas FPI dan dielukan untuk memenangi Pilkada DKI.

Memilih Sylvi pun SBY terjebak menjadikan calon tersangka korupsi Pramuka dan Masjid Jakarta Utara. Maka lengkap sudah kegagalan SBY mendorong Agus dengan menjadi kompor kasus Ahok dengan harapan mendapat dukungan FPI. Sylvi pun berteriak seperti para koruptor meski belum jadi tersangka dengan mengatakan didzolimi. Sama dengan omongan koruptor Patrialis Akbar dan bahkan juga Akil Mochtar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline