Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Ahok, Eforia Radikalisme dan Strategi Presiden Jokowi Hadapi Koruptor, Teroris, dan Bandar Narkoba

Diperbarui: 29 Desember 2016   15:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla I Dokumen Ninoy N Karundeng motret sendiri lho

Sidang Ahok tetap menjadi perhatian sentral politik Indonesia saat ini. Pun gempita sesaat alias euphoria radikalisme tengah melanda sebagian kecil masyarakat sejak kasus Ahok muncul. Gelombang penyebaran informasi radikalisme merebak dan dimanfaatkan oleh banyak pihak secara politis untuk bergerak. Politisasi dan radikalisme diarahkan oleh berbagai pihak lewat media sosial secara masif. Sinergi koruptor, teroris, dan bandar narkoba pun diwaspadai karena memanfaatkan momentum.

Mari kita telaah euphoria radikalisme dan strategi Presiden Jokowi dalam menghadapi berbahayanya sinergi antara koruptot, teroris, dan bandar narkoba dengan hati gembira ria riang senang bahagia menari menyanyi berdansa suka-cita menertawai euphoria radikalisme yang digalang oleh para koruptor, teroris, dan begundal politik selamanya senantiasa.

Secara blatant koruptor, teroris dan bandar narkoba memanfaatkan keadaan – dengan politikus memandang situasi tersebut sebagai peluang untuk destabilisasi terhadap pemerintahan Presiden Jokowi-Jusuf Kalla. Maka secara bersama dan terpisah para pemanfaat keadaan memanfaatkan momentum kisruh kasus Ahok sebagai starting point perlawanan terhadap pemerintah dan juga program kerja Presiden Jokowi.

Sejak Buni Yani memosting pidato Ahok, plus fatwa MUI yang ditangkap dengan cepat Rizieq FPI – juga teriakan SBY di Youtube terkait kasus Ahok yang menginginkan Ahok segera diproses, yang maksud sesungguhnya SBY adalah memuluskan anaknya yang sedang maju Pilgub DKI,  maka meluncur deras euphoria pemaksaan kehendak dan tekanan berupa demo, ujaran kebencian, dan aneka tindakan intoleransi di Indonesia.

Media sosial pun menjadi alat ampuh untuk penyebaran berbagai isu negatif menjurus pada upaya (1) pelemahan legitimasi terhadap pencapaian pemerintahan Presiden Jokowi, (2) upaya mendongkel pemerintahan yang sah  dengan upaya makar, (3) memanfaatkan keadaan untuk gerakan radikal dan teror, dan (4) serangan balik bandar narkoba dan koruptor yang memanfaatkan kisruh politik dan sosial.

Poin pertama dilakukan oleh semua lawan politik dan koruptor untuk menghembuskan fitnah dan ujaran kebencian semakin menjadi seperti soal pencetakan uang yang mirip Yuan dan dikaitkan dengan hijab pahlawan Cut Meutia, lambang BI dipersoalkan.

Lalu tenaga kerja asal Tiongkok yang sebesar 225,000 orang digelembungkan secara tidak bertangggung jawab menjadi 10 juta tenaga kerja. Belum lagi isu tentang adanya pabrik yang mayoritas pekerjanya warga negara Tiongkok. Berbagai isu tak bertanggung jawab itu ditangani oleh BI maupun pihak terkait dengan tegas dan jelas.

Klop dengan berbagai isu tersebut, poin kedua dilakukanoleh begundal politikus apkiran dan barisan pecundang politik yang sakit hati untuk bergerak. Sri Bintang Pamungkas – yang bungkam tidak berani berkoar-koar lagi – serta Rachmawati yang berkelit-kelit kecut karena dituduh makar – memanfaatkan momentum euphoria radikalisme sebagai alat untuk bergerak melakukan perlawanan legal-illegal melawan pemerintahan Presiden Jokowi-Jusuf Kalla.

Tuduhan makar terhadap berbagai orang tersebut akan dibuktikan untuk menunjukkan ketegasan dan kebenaran penanganan upaya makar para begundal politik seperti Sri Bintang Pamungkas – yang pada masa eyang saya Presiden Soeharto secara heroik berani melawan kekuasaan absolut pemerintahannya.

Tak hanya Sri Bintang dan para purnawirawan Jenderal, bahkan politikus cere semacam Ahmad Dhani pun menemui dan sedang diretas jalannya menuju bui karena ujaran dan tuduhan pelecehan dan penghinaan terhadap institusi kepresidenan Presiden Jokowi.

Kondisi keamanan semacam itu dimanfaatkan secara efektif oleh gerakan radikal di Indonesia yang anti terhadap pemerintahan Presiden Jokowi. Momentum itu dimanfaatkan untuk menyebarkan gerakan anti pluralisme dan keberagaman di Indonesia oleh berbagai kelompok.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline