Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Hedonisme a la M. Sanusi Korupsi dan Para Pemimpin Negeri Ini

Diperbarui: 2 April 2016   00:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Nikita I Sumber: gossipartis.blogspot.com"][/caption]M. Sanusi si calon koruptor yang dicokok oleh KPK bergaya hidup sangat hedonis: mobil mewah, pesta-pora, luar negeri, rumah mewah.  Bagi M. Sanusi dan abangnya M. Taufik, hidup harus dinikmati selagi masih hidup. Benar M. Taufik orang mati tak bisa menikmati uang. Jadi mumpung masih hidup menikmati uang, yang paling enak adalah uang hasil korupsi. M. Taufik pernah dibui karena korupsi, pun kini adiknya juga sama: itulah wujud sebagian kader Gerindra yang pada bocor. Sejatinya sikap hidup itu tak hanya menghinggapi M. Sanusi, namun juga menghinggapi Presiden Jokowi, SBY dan para presiden RI. Mari kita simak fakta hedonisme yang menyemangati para presiden RI, SBY, dan Ahok - yang didukung oleh Nikita - dengan hati gembira ria riang senang suka-cita girang bahagia tertawa ngakak nggak henti-henti sambil menari menyanyi pesta-pora berjingkrak salto selamanya senantiasa. 

Sesungguhnya hedonisme jika dimaknai positif akan menjadi energi yang luar biasa. Energi hedonism yakni mencintai dunia telah membuat peradaban berkembang. Kejayaan Mesir Kuno dengan peradaban tinggi karena sikap hedonis pula. Peradaban Asiria dan Sumeria, Persia, India, Romawi, Yunani, Inca, Medang di Jawa, Tiongkok, dan Yahudi semuanya digerakkan oleh kecintaan kepada kehidupan dengan segala monument keberadaban.

Kebudayaan Arab mengembalikan esensi hedonisme menjadi yang paling primitif dan konseptual: jangan mencintai hidup di dunia – hiduplah untuk akhirat. Akibatnya, kebudayaan Arab mengalami set-back sejak berkuasanya Barat yang meninabobokkan bangsa Arab yang digiring ke kehidupan akhirat oleh Barat dan Yahudi – hasilnya antara lain Ikhwanul Muslimin dan Wahabi sebagai wujud jebakan untuk memundurkan pola pikir Islam dan Arab yang selama 700 tahun mengusai Imperium di Timur Tengah, India sampai Andalusia Spanyol.

Maka Andalusia dan Imperium Islam di Spanyol jatuh dan sejak saat itu terpuruk sampai sekarang. Peradaban Islam terpuruk selama 700 tahun belakangan karena Islam meninggalkan energi positif hedonisme yang menjadi energi positif  peradaban.

Jadi sesungguhnya hedonisme tidak selalu bermakna buruk, seperti yang disampaikan oleh M. Taufik. Energi yang menyemangati orang mencari kehidupan agar makmur. Namun, kalau mental buruk dan korup, hedonism bisa menjadi batu sandungan yang akhirnya melakukan korupsi seperti yang dilakukan oleh M. Sanusi dan M. Taufik itu, selain mereka kena batunya karena menuduh Ahok melakukan korupsi – dan masih ada yang akan diseret oleh Bareskrim soal korupsi dari DPRD tentunya.

Demikian pula, sebagai manusia, para presiden RI dan SBY memiliki sikap hedonisme yang tinggi yang mengecoh publik. Berbagai sikap dan perbuatan semuanya mengatasnamakan rakyat. Ya rakyat sebagai tameng dari intensi sesungguhnya akan semua perbuatan: perkataan, pernyataan, dan sikap. Namun, senyatanya pada akhirnya tiga hal itu akan menelorkan kata akhir: hasil kerja nyata.

Hedonisme Presiden Bung Karno. Hedonisme Presiden Bung Karno dimulai sejak masih tinggal kost di rumah H.O.S. Tjokroaminoto di Surabaya.  Pemahaman kehidupan tahun 20-an yang Belanda sentris, dengan tiga gambaran sosial masyarakat yakni (1) pribumi, (2) Eropa, dan (3) peranakan baik Timur Jauh maupun Arab dan Tionghoa. Masing-masing memiliki kastanya dan hak-haknya. Kalangan pribumi pun dibagi menjadi 3 bagian yakni (1) pribumi priyayi, (2) pribumi jelata, (3) pribumi setengah-setengah yang menjadi antek Belanda.

Bung Karno memandang hedonisme berupa gambaran keindahan kehidupan gabungan antara kebesaran Indonesia dan kemajuan Barat. H.O.S Tjokroaminoto sebagai guru politik, Islam, dan kebangsaan memberikan andil besar bagi hedonism Bung Karno di dalam keseluruhan kehidupan Bung Karno.

Tonggak hedonism Bung Karno semuanya digambarkan dalam diri Bung Karno sebagai pribadi yang gagah perkasa, cerdas, berpakaian parlente, dan memiliki keluarga yang bahagia. Kemegahan diri Bung Karno semuanya ditujukan untuk mengangkat kebanggaan bangsa Indonesia yang lama dihinakan oleh kebijakan Hindia Belanda dan juga feodalisme para raja dan sultan di Nusantara.

Gaya hidap hedonis eyang saya Presiden Soeharto. Eyang saya Presiden Soeharto membangun hedonismenya dengan dasar kehidupan yang dibolak-balik dan tidak jelas asal-usul keturunannya. Namun, pada akhhirnya deklarasi menjadi bagian dari marjinalisasi dan Marhaenisme dijiplak oleh eyang saya Presiden Seoharto. Eyang saya Presiden Soeharto menyebut dirinya anak petani. Ikon sebagai pembela petani menjadi dasar mengembangkan hedonism eyang saya Presiden Soeharto.

Posisi di bayang Bung Karno berhasil disisihkan dengan gaya kepemimpinan yang Indonesia-sentris. Ini dilakukan sebagai pembeda dengan Bung Karno. Eyang saya Presiden Soeharto meskipun bisa berbahasa Belanda dan Inggris, bukan apa-apa jika dibandingkan dengan kemampuan Bung Karno dalam berbahasa Belanda dan Inggris, maka mengatasnamakan kebangsaan eyang saya Presiden Soeharto tidak mau berbicara di forum mana pun dalam bahasa selain bahasa Indonesia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline