Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

Dari Presiden Jokowi, Rakyat Bukan Cuma Ingin Berita Ikan dan Kodok, Juga Papa Minta Saham

Diperbarui: 27 Februari 2016   10:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kepala BIN Sutiyoso - Sumber Kompas.com"][/caption]

Sangat menarik dan manusiawi. Belakangan di akun Twitter dan Facebook milik Presiden Jokowi, berseliweran berita Presiden Jokowi melakukan kegiatan keseharian sebagai Presiden Republik Indonesia: melepaskan burung, melepas kodok, memberi makan ikan. Kegiatan di sela-sela kesibukan sebagai Presiden RI. Namun di balik kegiatan itu sesungguhnya, secara psikologis, menunjukkan dua hal (1) kepenatan politik dan (2) penyeimbangan melepaskan tekanan. Mari kita tengok kepenatan politik yang dialami oleh Presiden Jokowi dan solusinya agar Twitter dan Facebook Presiden Jokowi lebih bermakna lipat dibanding dengan kegiatan kesederhanaan yang mulai di-exposed secara masif sejak tahun baru 2016 lalu dengan hati gembira ria riang senang pesta-pora menari menyanyi berdansa jungkir balik suka-suka selamanya senantiasa.

Dalam ilmu psikologi, yang dilakukan oleh Presiden Jokowi, di luar berita tentang pembangunan dan rakyat adalah upaya penyeimbangan. Di tengah kegalauan politik yang tengah membelit Presiden Jokowi, maka Presiden Jokowi secara tepat memenuhi dan menggenapi teori psikologi tentang penyeimbangan dan keseimbangan diri. Tekanan politik itu tak jauh dari kenyataan tekanan Golkar dan faktor Papa Minta Saham yang membelenggu Presiden Jokowi. Maka nge-twitt dan nge-face-book tentang hal di luar kenegaraan adalah hal yang sangat manusiawi.

Sesungguhnya apa yang tengah dikerjakan oleh Presiden Jokowi menampilkan kesederhanaan adalah upaya manusiawi. Memberi makan ikan, melepasliarkan burung, melepaskan kodok, duduk sederhana di Raja Ampat adalah aktivitas yang manusiawi Presiden Jokowi. Itu sangat menarik. Namun, hal ini menjadi merisaukan kalau kebablasan. Awal-muasal Twitter dan Facebook Presiden Jokowi digunakan untuk kegiatan memberitakan berita baik kenegaraan dan politik serta pembangunan. Kunjungan sidak dan penghargaan atas anak negeri yang berprestasi. Bagus.

Twitter dan Facebook pribadi Presiden Jokowi pada awalnya digunakan untuk memberikan semangat dan kehangatan kepada rakyat untuk pesan-pesan pembangunan. Namun, kini sejak Januari 2016, kedua akun Presiden Jokowi mulai secara massif digunakan untuk menciut dan melakukan share untuk keluarganya seperti semakin munculnya keluarga Presiden Jokowi dalam Twitter dan Facebook Presiden Jokowi. Tidak ada salahnya, sah. Namun, jika tak dikendalikan, akun Presiden Jokowi akan menjadi akun curhat ala SBY – yang tidak memiliki nilai sama sekali.

Presiden Jokowi harus mengingat bahwa kini Akun Twitter dan Facebook SBY ora kanggo nggawe alias tak berguna dan hanyalah menjadi akun curhatan dengan nilai negatif dan tidak bermanfaat sama sekali. Penyebabnya adalah Akun SBY lebih banyak digunakan untuk curhat urusan kegalauan dan permintaan untuk mengarahkan diri menjadi korban orang lain agar dikasihi dan disayangi: SBY selalu menempatkan diri sebagai korban.

Sisi tekanan politik belitan Golkar dan upaya serangan balik Setya Novanto dan mafia Petral dan migas Muhammad Riza Chalid memang luar biasa. Bagaimana tidak mereka adalah (1) Setya Novanto adalah penguasa politik Golkar sesungguhnya yang menjadi back-bone pendanaan Golkar – terlebih lagi ketika kasus Papa Minta Saham mencuat aliran deras diri sebagai ATM bagi Golkar menjadi nyata, (2) Golkar satu-satunya alat berlindung Setya Novanto dan alat tawar-menawar dengan Presiden Jokowi, (3) Muhammad Riza Chalid sebagai mafia selama ini tentu membiayai dan membayari semua kemungkinan perimbangan kekuatan politik melawan Presiden Jokowi. Yang paling hot tentu tuduhan Poempida Hidayatullah tentang pendanaan Obor Rakyat oleh Riza Chalid – yang berisi fitnah tiada batas dan tiada ujung.

Nah, justru di sinilah sejatinya kini Presiden Jokowi tengah menemui realita alias kenyataan: kekuatan mafia dan juga Setya Novanto tak terbayangkan. Di sisi lain ungkapan ke media dan publik tentang ‘tidak menerima namanya dicatut’ karena melanggar moralitas, tidak pantas, dan tidak terima’ oleh Presiden Jokowi menjadi pisau bermata tiga: trisula. Satu pucuk ujung pisau (1) mengarah ke jantung politik Presiden Jokowi. Satu mata pisau lagi (2) menuju ke hilangnya kepercayaan rakyat akibat ketidakmampuan mengatasi kasus Papa Minta Saham. Satu pucuk tajam pisau (3) mengoyak dukungan partai pendukung utama Presiden Jokowi yakni PDIP, PKB, NasDem dengan sepak terjang Golkar yang ingin mengambil alih pengaruh di tubuh pemerintahan Presiden Jokowi.

Di tengah gambaran perang kepentingan antara Setya Novanto dengan Presiden Jokowi itu, kini Presiden Jokowi tengah mengalami kegalauan politik – alias posisi politik di persimpangan jalan – yang sangat menentukan. Maka pantas jika Presiden Jokowi sejak awal Januari 2016 mengalihkan berita pembangunan ke hal-hal yang sederhana seperti ngasih makan ikan, nglepasin kodok dan burung, duduk merenung di Raja Ampat memandang matahari. Berita-berita ini merupakan upaya pelepasan tekanan dari kegalauan Presiden Jokowi dalam menghadapi kasus Papa Minta Saham yang membuatnya tak berdaya, salah satunya.

Padahal, jika Presiden Jokowi (1) tetap mengikuti alur yang sama seperti ketika the Operators menjungkalkan Setya Novanto dari kursi Ketua DPR, (2) memanfaatkan kekuatan dan keuasaan dengan segala kekuatan terpusat kepada Presiden Jokowi, maka urusan Setya Novanto dan mafia migas dan Petral Riza Chalid dapat diselesaikan dengan mudah, sekaligus menghilangkan galau di Twitter dan Facebook. Di samping itu kekuatan penuh dukungan TNI-Polri, BIN dan media serta rakyat kepada Presiden JOkowi lebih dari cukup dan harus dimanfaatkan sepenuhnya oleh Presiden Jokowi sebelum berbalik karena tidak dimanfaatkan, seperti kasus semua kekuatan di rezim SBY yang berjalan sendiri tanpa kendali SBY dan autopilot. Ini harus diwaspadai oleh Presiden Jokowi. Ketakutan dan keraguan Presiden Jokowi akan berbuah 'pemanfaatan oleh semua kekuatan yang justru menekan' penguasa.

Jadi, solusinya, Presiden Jokowi harus menyelesaikan masalah Papa Minta Saham yang telah mencoreng-moreng dirinya sendiri sebagai Presiden Indonesia dan akan mengakhiri kegalauan politik. Pilihan ada pada Presiden Jokowi – namun rakyat menunggu di Twitter dan Facebook bukan hanya tentang ikan, kodok dan burung, tetapi yang lebih signifikan: Papa Minta Saham. Demikian Ki Sabdopanditoratu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline