[caption caption="Salah satu koruptor berbahaya Ratu Atut Chosiyah I Sumber Kompas.com"][/caption]
Kepala BNN Komjen Budi Waseso mengancam akan menyerbu penjara. Kenapa? Penjara di masa Presiden Jokowi sama saja dengan masa rezim SBY. Penjara tetap menjadi ajang pesta-pora bandar narkoba, Ratu Atut, teroris, Gayus Tambunan yang kasusnya memermalukan Presiden Jokowi, dan para penghuninya: dengan fasilitas para sipir penjara. Kondisi penjara yang dikuasai oleh mafia narkoba membuat penjara alias lapas alias lembaga pemasyarakatan sebagai tempat pesta uang para penghuninya. Data operasi intelejen KPK dan lembaga tertentu memberikan arah komunikasi yang membuat Ratu Atut diketahui menggunakan ponsel, alias telepon seluler.
Mari kita tengok kondisi penjara yang begitu korup dan menjadi ajang pesta-pora para penghuninya terutama para koruptor, mafia, dan bandar narkoba dengan hati jauh dari gembira riang ria sengan sentosa bahagia suka-cita menari menyanyi selamanya senantiasa.
Ratu Atut secara tak sengaja kedapatan memakai ponsel bersama 34 narapidana perempuan lainnya. Kok bisa. Ya karena sipir penjara menjadi perantara pemberian hap eke mereka. Gayus Tambunan alias Bung Pakde Kartono pun jalan-jalan ke mana-mana sesukanya, bahkan memiliki akun Kompasiana, hingga Admin Kompasiana menurunkan dari terverifikasi menjadi non-terverifikasi. Freddy Budiman sang bandar narkoba pun berkolaborasi dengan teroris membiayai pemboman Thamrin. Klop kolaborasi antara sipir penjara, gembong narkoba dan koruptor.
Kisah penjara sebagai ajang pesta pora narkoba,koruptor dan teroris menyesakkan. Disatukannya mereka telah membuat ancaman terhadap keamanan nasional begitu membahayakan. Teroris Abu Bakar Ba’asyir yang dicampur dengan Freddy Budiman telah menghasilkan kolaborasi pembiayaan terorisme dengan uang hasil jual beli narkoba. Celakanya, Freddy Budiman mampu memerintahkan penyaluran uang kepada teroris dari dalam penjara. Alatnya? Handphone alias telepon seluler!
Pun Ratu Atut Chosiyah bekas Gubernur Banten pun mampu berkomunikasi sebagia seorang koruptor mengendalikan peradilan dan arahan terhadap berbagai kasus politik dan hukum di Banten tetap dengan menggunakan alat: Handphone alias telepon seluluar!
Freddy Budiman sebagai bandar narkoba pun tidak dieksekusi oleh Kajaksaan Agung karena menjadi kesayangan para sipir. Freddy Budiman adalah ATM yang bisa menyediakan uang luar biasa besar bagi para sipir penjara. Tanpa keterlibatan sipir mustahil terjadi penyediaan fasilitas nomor satu: handphone, dan wanita.
Kisah pelesiran para teroris dan koruptor yang dipenjara begitu nyata, ingat Misbakhun bisa jalan-jalan keluar. Juga yang spektakuler Gayus Tambunan pun bisa pergi ke mana-mana dari Bali sampai makan di restauran mana saja dia suka di Jakarta, Bandung, Indonesia dan Singapura. Nonton tennis di Bali bersamaan saat itu Ical juga ke sana. Klop. Alatnya apa? Handphone alias telepon seluler.
Kisah penjara sebagai ajang pesta seks juga merebak. Baik secara legal sebagai suami istri maupun perempuan pesanan dengan dalih pengunjung, pacar, apapun bisa dilakukan, dengan persyaratan pendek: bisa berkomunikasi dengan seluruh yang berkepentingan baik yang di dalam penjara, maupun di luar. Caranya? Handphone alias telepon seluler.
Nah, belum lagi fasilitas tertentu kelas VIP dengan bayaran tertentu seperti Artalita Suryani masih tetap sama. Ratu Atut dan Angelina Sondakh pun masih dengan nyamannya mendapatkan perawatan khusus muka yang konsisten, ibaratnya menghadirkan salon di penjara. Ini bisa terlihat dari muka berserinya Ratu Atut sekarang. Ketika dalam penahanan KPK, muka Ratu Atut terlihat sekrupnya sudah dol, namun kini skrup terlihat kencang lagi. Caranya: bisa komunikasi lewat handphone alias telepon seluler.
Kasus diserangnya Denny Indrayana menjadi contoh nyata betapa koruptor berani melawan dan mengatur kriminalisasi dari balik tembok jeruji penjara. Uang bejibun membuat kekuatan mereka tak terkata. Caranya? Komunikasi dengan handphone alias telepon seluler.