[caption caption="Kepala BIN Sutiyoso I Dok Ninoy N Karundeng"][/caption]
Setya Novanto the untouchable, mighty, and unstoppable telah mundur dari Ketua DPR. Namun, hasil keputusan timpang tanpa vonis oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR digugat oleh the Operators – tanpa campur-tangan the Supreme Operator. Tampak enteng keputusan itu namun penuh trik penipuan terhadap publik dan mengangkangi the Operators. Serta-merta yang berkepentingan terkait kasus Setya Novanto Papa Minta Saham pun mengerahkan berbagai ahli hukum dan akhirnya tekanan kepada MKD untuk segera melakukan revisi.
Mari kita telaah adu kekuatan yang belum berakhir antara Presiden Jokowi dengan mafia migas dan koruptor lewat drama pembuka kasus Setya Novanto yang juga melibatkan Riza Chalid si mafia Petral dan mafia migas dengan hati gembira ria riang sentosa bahagia suka-cita pesta-pora menari menyanyi berdansa menertawakan pertempuran yang dikira sudah dimenangkan senantiasa selamanya.
Sudah digariskan dengan jelas oleh Ki Sabdopanditoratu – dan juga the Operators of silent operation – bahwa dalam perang melawan koruptor dan mafia, kasus Setya Novanto yang melibatkan juga Riza Chalid harus dimenangkan secara telak oleh Presiden Jokowi. Kegagalan memenangkan pertempuran kecil namun terpenting – karena merupakan operasi unjuk kekuatan sempurna all-out baik dari sisi Presiden Jokowi melawan koruptor dan mafia.
Publik tidak mampu memahami dengan baik gaduh yang dibangun oleh mafia dan koruptor yang merasuk ke dalam semua institusi: anggota DPR, para partai, menteri, penguasaha dan media. Tidak ada yang benar-benar independen 100%. Kenapa? Presiden Jokowi berdiri di puncak menara sendirian mengacungkan pedang melawan korupsi dengan jubah putih sebagai orang yang tidak memiliki hutang masa lalu.
Gaduh yang dibangun adalah reshuffle kabinet yang sama sekali tidak urgent, mboten penting sama sekali jadi tak perlu dibahas berlebihan. Nilai bahaya politik tekanan reshuffle kabinet kali ini dan kali lalu sangat berbeda. Pergantian sekarang sifatnya hanya mengguatkan posisi Presiden Jokowi. Di belakang Presiden Jokowi ada kawalan yang tidak terlihat yang bertugas menyaring informasi penting yang dipercayai oleh Presiden Jokowi 100%: Teten Masduki, salah satunya.
Pun kekuatan real lainnya telah terkoordinasikan dengan baik dengan berbagai komunikasi bebas bertanggung-jawab: Rizal Ramli untuk imajinasi, Jusuf Kalla untuk konsumsi penenangan dan serangan, dan Luhut Pandjaitan dan Pramono Anung sebagai juru bicara kebijakan perantara. Puncaknya: kendali tetap pada Presiden Jokowi.
Gaduh lainnya adalah upaya penyingkiran Rini Soemarno – yang didengungkan oleh Masinton Pasaribu dan Rieke Dyah Pitaloka. Gaduh model anak TK yang bahkan anak bayi yang belum lahir namun waras akan tahu sifat kebablasan Pansus Pelindo II: mencampuri hak angkat-mengangkat menteri dengan menelikung memaksa Presiden Jokowi untuk memecat Menteri Rini. Presiden Jokowi berkoordinasi dengan Ibu Megawati langsung tentang masalah rekomendasi memaksa ala Rieke dan Masinton. Clear dan tak ada sama sekali yang perlu dipertentangkan.
Di balik penyingkiran Rini Soemarno sekali lagi adanya berbagai kepentingan termasuk kelaparan partai akibat upaya Presiden Jokowi membuat berbagai gebrakan di BUMN – lewat Rini Soemarno dan Sudirman Said – yang sangat merugikan banyak pihak termasuk dirjen, direksi dll. yang didepak akibat merger perusahaan BUMN dan efisiensi perusahaan. Kantong partai menyusut deras.
Maka digosok-gosokkan berbagai isu negatif dan positif di setiap lini. Lini partai, lini wapres dan sebagainya yang tidak perlu dan diamati dengan seksama oleh Presiden Jokowi. Pilar kekuatan Presiden Jokowi pun tetap on-the-track dan tak bergeser. Komunikasi ke publik pun tidak diobral serta-merta dalam keadaan menang – dan selalu menang. Presiden Jokowi tetap irit informasi yang diikuti oleh Pramono Anung, Teten Masduki, Luhut Pandjaitan namun melepaskan Jusuf Kalla tetap bebas serta Rizal Ramli sebagai peniup peluit yang dikejar media: namun informasinya hanya normatif-nylekit sedikit yang merangsang media.
Dalam rangkaian gaduh reshuffle dan lain-lain itu, tetaplah fokus Presiden Jokowi kepada masalah yang utama: memenangi perang melawan mafia dan koruptor. Maka, the Operators pun bergerak dan memerintahkan kepada MKD untuk membuat dan memutuskan vonis agar kejelasan hukuman etik kepada Setya Novanto menjadi jelas. Tanpa adanya hukuman etik yang dibacakan tentang kesalahannya secara jelas dan eksplisit – akal-akalan MKD menyebut keputusan implisit ditentang oleh the Operators lewat para operator teknis lapangan – maka sama saja Setya Novanto tak pernah tebukti bersalah.