[caption caption="Kepala BIN Sutiyoso I Sumber Kompas.com"][/caption]
Wow. Wow. Sampai saat ini posisi kemenangan Setya Novanto dalam kasus Papa Minta Saham tetap perkasa dan kembali menunjukkan diri sebagai the untouchable, mighty, and unstoppable, dengan status the lame duck pun sedikit bergeser. Sikap MKD ini tidak menganggap pernyataan dan kemarahan Presiden Jokowi sama sekali. Kenapa? Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR tetap bergeming dengan rancangan awal. Lobby dan upaya mengerem dan memengaruhi MKD sejak awal tampak. Mari kita telaah perkembangan terakhir sikap keputusan MKD DPR ini dengan hati jauh dari gembira ria riang sentosa bahagia suka-cita pesta-pora selamanya senantiasa.
Para partai ternyata memainkan kartu mereka dengan membuat persidangan sebagai alat untuk (1) bargaining position, (2) memberi peluang untuk kesejahteraan karena ada sinyalemen untuk dapat disuap.
Terpetik kabar harga suara per anggota MKD seperti disebut oleh Girsang Rp 23 miliar bagi mafia Petral Riza Chalid yang mengendalikan persidangan dan perlawanan. Maka dengan cerdasnya para partai memanfaatkan sidang MKD untuk kepentingan kesejahteraan partai.
Terbukti para partai memainkan diri para anggota MKD dari melawan Setya Novanto menjadi mendukung seperti yag dilakukan oleh anggota MKD PDIP – PDIP adalah partai paling korup di Indonesia bahkan mengalahkan partai agama PKS tingkat korupsinya.
Anggota yang MKD partai yang ‘masuk angin’ itu diganti … nah kesempatan Marisa didekati oleh lawan politik dengan aneka maneuver. Ini kesempatan dalam kesempitan untuk Risa Mariska dari PDIP untuk mendapatkan durian runtuh. Contoh ini juga berlaku untuk Dimyati Natakusumah. Sama. Persis.
Klop, maka sampai saat ini berdasarkan komunikasi dan peta kecenderungan, para anggota MKD DPR tetap menginginkan kebebasan sesuai pesananan: Setya Novanto bebas. Argumen yang berbolak-balik, bahkan memberi contoh bahwa Luhut Pandjaitan saja merasa tidak tersinggung – yang sejatinya adalah jebakan Batman untuk MKD – dan benar MKD mengikuti alur untuk tetap membebaskan Setya Novanto.
Dalih, alasan, dan kelitan dan berbagai bunga rampai seolah benar secara logika dipakai oleh MKD. Dalih pelepasan Setya Novanto adalah (1) alat bukti rekaman tak otentik, dan (2) direkam secara illegal, dan (3) saksi-saksi Maroef Sjamsoeddin dan Sudirman Said tidak memiliki legal standing.
Bahkan yang lebih mencengangkan ada suara bahwa sebenarnya sidang MKD tidak seharusnya dilaksanakan dan harus dihentikan. Alasannya? Dalihnya? Kelitannya? Harus menunggu pemeriksaan forensic keaslian rekaman plus keabsahan dan legal standing terkait dengan laporan pengaduan oleh Sudirman Said dan lagi-lagi keabsahan dan legalitas perekaman oleh Maroef Sjamsuddin.
Lalu apa aksi dan reaksi berhenti sampai di sini? Apakah the Operators of the silent operation dan bahkan the Supreme Operator akan membiarkan hal ini terjadi yakni Setya Novanto dibebaskan? Tidak sesederhana itu.
Pun perlawanan Setya Novanto dan juga mafia Petral Riza Chalid yang belakangan mengirimkan orang dan orang secara langsung dan tidak berani menggunakan sarana telekomunikasi antara Singapura, Jakarta dan juga berbagai pertemuan partai, kurir, dan sebagainya yang langsung sangat intens dilaksanakan. Termasuk di dalam pertemuan itu adalah lobby tingkat tinggi yang berusaha membebaskan Setya Novanto.