[caption caption="Setya Novanto the Lame Duck I Sumber Kompas.com"][/caption]
Luar biasa perkembangan terakhir kasus Setya Novanto Papa Minta Saham. Ngeper. Dari manusai terkuat di Indonesia sebagai the untouchable, mighty, and unstoppable, Setya Novanto kini menjadi the lame duck. Tak seperti yang dibayangkan. Jepitan politik, hukum, dan sosial terhadap Reza atau Riza Chalid dan Setya Novanto telah membuat Setya Novanto terjepit. Secara politik dukungan terpenting yakni dari Prabowo tak didapatkan. Kini Gerindra menjauh. Hanya individu Fadli Zon dan Supratman dibiarkan bermanuver membela Setya Novanto – yang ujungnya justru makin memberatkan Setya Novanto karena argumennya menyalahi kewarasan rakyat. Ditariknya dukungan Prabowo jelas membuat posisi Setya Novanto sudah selesai. Done! Jadilah Setya Novanto sebagai a lame duck!
Mari kita tengok akhir kisah Setya Novanto yang semakin terpojok dan menjadi the lame duck dan dipastikan rontok dan lengser atau dilengserkan dan 3 faktor ditariknya dukungan Prabowo terhadap Setya Novanto dan Riza Chalid dengan hati gembira ria riang sentosa bahagia suka-cita tertawa terbahak menertawai jatunya orang tekurat di Indonesia dan mafia migas dan Petral yang kabur ke Singapura lalu menari menyanyi berdansa pesta-pora selamanya senantiasa.
Prabowo menarik dukungan terhadap Setya Novanto – yang sudah menjadi lame duck – dibuktikan dengan ucapan terakhir hanya menyerahkan ke MKD, sangat normatif. Padahal peran Setya Novanto sangat penting dalam khasanah dukungan kepada Prahara.
Pertama, Prabowo yang cerdas sadar bahwa politik adalah kepentingan. Reza Chalid atau Riza Chalid dan Setya Novanto secara politik sudah tidak dibutuhkan lagi dan selesai. Reza Chalid dan Setya Novanto sudah tidak memiliki nilai jual sama sekali untuk politik ke depan Gerindra maupun Golkar. Gerindra akan menjadi partai yang ditinggalkan pendukungnya jika masih memelihara Setya Novanto dan Riza atau Reza Chalid yang dibidik pasal permufakatan jahat dan pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla itu.
Bahkan Prabowo menyadari kekalahannya karena salah memilih teman dalam Pilpres 2014 yang sangat menyakitkan hati, pikir, rasa, perasaan, jiwa dan raga – apalagi melihat betapa orang penjual mebel itu melambaikan tangan dikawal Paspampres menaiki atau turun dengan pesawat Kepresidenan Reepublik Indonesia yang dibelikan oleh SBY seharga hampir Rp 1 triliun betapa hati saya ini merasa masygul, bayangkan kalau Prabowo yang terpilih akan berbeda gaya dan sikap. Seharusnya Prabowo yang naik menjadi Presiden Republik Indonesia, melihat peta kekuatan saat itu. Nah, Prabowo pun sadar karena berteman dengan Suryadharma Ali, Ical Lumpur Lapindo, dan Kereta Cepat Jepang Hatta Rajasa, maka dia kalah.
Kedua, rasa kebangsawanan dan kepatriotan serta nasionalisme yang menggelegak dalam diri Prabowo tidak akan digunakan untuk memelihara orang semacam Reza Chalid atau Riza Chalid dan juga Setya Novanto. Prabowo berdarah militer dan jelas tidak mau berkonfrontasi dengan militer seperti Maroef Sjamsoeddin. (Pun faktanya Setya Novanto sendiri tak berani melaporkan Maroef Sjamsoeddin yang orang BIN dan hanya berteriak rekaman illegal, tidak valid, tidak sah. Padahal yang melakukan rekaman Maroef Sjamsoeddin.)
Jadi kebangsaan dan patriotisme serta nasionalisme Prabowo yang menggelegak dan cintanya kepada NKRI dan Indonesia telah membuat Prabowo menarik dukungan Gerindra dan pribadi Prabowo kepada Setya Novanto dan mafia Petral Reza atau Riza Chalid yang dituduh sebagai bagian dari kebocoran Rp 1,000 triliun dalam kampanye Prabowo.
Ketiga, Prabowo memahami secara jelas berdasarkan contra-espionage partikelir bahwa kasus hukum yang tengah membelit Setya Novanto tak akan selesai dan berhenti dan dipastikan Setya Novanto akan kalah. Untuk itu tak ada nilai pentingnya sama sekali dari sisi politik dan hukum serta popularitas bagi Gerindra. Pertimbangan rasional Prabowo seperti inilah yang menyebabkan Prabowo tidak mau pasang badan untuk membela Setya Novanto.
Di luar ketiga alasan itu, perkembangan terakhir kasus Setya Novanto, duo orang kuat Setya Novanto dan Muhammad Reza Chalid dibidik secara hukum. Mafia migas dan Petral Reza Chalid alias Riza Chalid kabur lewat Singapura. The untouchable, mighty, and unstoppable Setya Novanto pun menangis mewek seperti bayi berurai air mata buaya di sidang MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan) DPR. Gagal total di Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), plus publik dan Kejaksaan Agung tidak memerdulikan hasil keputusannya, Setya Novanto lapor ke Bareskrim Polri. Yang dilaporkan pun bukan Presiden Jokowi, namun Sudirman Said. Padahal yang dimarahi Presiden Jokowi adalah Setya Novanto dan Reza Chalid. Yang memarahi pun Presiden Jokowi – bukan Sudirman Said.
Dengan alasan dan faktor berikut Prabowo menarik dukungan (1) Reza Chalid dan Setya Novanto sudah tidak dibutuhkan lagi dan menjadi lame duck, (2) rasa kebangsaan dan patriotisme yang menggelak dalam diri Prabowo tak sudi membela orang yang sedang dibidik secara hukum yang merugikan pribadi dan partai Prabowo Gerindra, (3) berdasarkan informasi berseliweran, secara hukum baik informasi terbuka dari Kapolri, Kejaksaan Agung, semakin banyak bukti yang mengarah kepada kenyataan bahwa Setya Novanto – dan juga Reza Chalid atau Riza Chalid akan menjadi pesakitan.