Lihat ke Halaman Asli

Ninoy N Karundeng

TERVERIFIKASI

Seorang penulis yang menulis untuk kehidupan manusia yang lebih baik.

ISIS Tertekan, Kasus Setya Novanto, BIN-Polri Antisipasi Teroris Pulang dari Syria dan Iraq

Diperbarui: 22 November 2015   13:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Kepala BIN Sutiyoso I Sumber Kompas.com"][/caption]

ISIS tertekan. BIN dan TNI serta aparat kepolisian Indonesia tengah memusatkan perhatian pada ancaman keamanan terkait kembalinya para teroris dari Syria dan Iraq. Faktor perubahan strategi dan kasus pejuang Afghanistan yang kembali ke Indonesia dan menjadi teroris diwaspadai oleh aparat keamanan Indonesia. Para teroris Indonesia yang bergabung dengan ISIS berjumlah sekitar 900 orang sampai 1,000 orang patut diwaspadai karena beberapa terindikasi sudah kembali ke Indonesia. Bahkan kasus Setya Novanto pun bisa dimanfaatkan oleh teroris dan mafia. Mari kita tengok antisipasi BIN, TNI dan Polri dalam mengantisipasi gerakan terorisme di Indonesia dengan hati jauh dari gembira ria senang sentosa bahagia suka-cita pesta-pora menari menyanyi tertawa riang selamanya senantiasa.

Perubahan strategi dilakukan ISIS alias Daesh akibat tekanan dari berbagai pihak. Serangan di Paris, Lebanon, dan Mali, serta Libia dan ancaman teror di Belgia adalah upaya ISIS mengacaukan konsentrasi. Alih-alih mereda ISIS semakin terpojok karena perlawanan pejuang di Iraq dan Kurdi. Serangan Russia kini didukung oleh Amerika, Inggris dan Prancis. Bukti perubahan itu adalah kembalinya para teroris ke Prancis, Lebanon, Belgia dan Inggris untuk melakukan serangan di negara masing-masing.

Catatan keamanan dan pemetaan teroris di Indonesia sangat sederhana dan gampang ditangkap. Akar mereka cuma terkait dengan empat elemen (1) Jamaah Islamiyah pimpinan Abubakar Baasyir pelanjut Abdullah Sungkar, yang (2) berafiliasi dengan Al Qaeda Asia Tenggara pimpinan Hambali, serta (3) simpatisan ISIS dalam negeri ambivalen yang berjumlah 10 juta orang, yang berkolaborasi antara mafia migas berpaham wahabiah, dan (4) politikus korup yang memanfaatkan kisruh sebagai alat untuk merongrong keamanan negara.

Fakta keterlibatan empat unsur sumber terorisme di Indonesia yang rapi itu menjadi perhatian Densus 88. Selain kelompok Afghanistan yang berkumpul dengan mendukung ISIS, dan berperang di Syria dan Iraq, di dalam negeri teroris melancarkan serangan pembelokan opini dan adu domba melalui media sosial dengan target jelas: mendelegitimasi pemerintahan Presiden Jokowi. Kenapa?

Sikap tegas Presiden Jokowi yang memberangus mafia migas, KKN, para koruptor, dan tindakan mencengkeram teroris menimbulkan tentangan dan serangan langsung ke Presiden Jokowi. Upaya pembenahan ekonomi oleh Presiden Jokowi yang benar menyebabkan mafia dan koruptor lebih bersatu untuk menggoyahkan stabilitas politik, ekonomi, hukum, dan sosial, agar mereka leluasa menguasai seluruh sumber kehidupan ekonomi bangsa.

Sementara itu, akibat ISIS tertekan di Syria dan Iraq, para teroris asal Indonesia akan menyelinap kembali ke Indonesia melalui jalur penyelamatan yakni Yordania dan Arab Saudi dari wilayah Turki. Turki yang ambivalen mendukung ISIS karena paham Ikhwanul Muslimin Partai AKP yang berkuasa, tetap menjadi pintu aman datang dan perginya teroris ke Syria dan Iraq. Wajah-wajah klimis jauh dari kesan anggota ISIS akan muncul dan menyelinap kembali ke Indonesia.

Di Indonesia, tekanan terhadap mafia memaksa mafia memberikan dukungan keuangan kepada para teroris eks Afghan dan kini ISIS. Kolaborasi antara mafia dan teroris ini sangat membahayakan dan menjadi antisipasi dan kewaspadaan tinggi aparat pertahanan dan keamanan nasional Indonesia. Salah satu antisipasi itu adalah tekanan kuat terhadap media sosial yakni intelejen melakukan operasi untuk memetakan media sosial simpatisan teroris (lebih dari 250 situs dan admin mereka telah diidentifikasi).

Selain itu, surat edaran Kapolri terkait edaran kebencian yang merongrong negara pun dipantau secara intens. Upaya pembelokan sumber terorisme dan stigmatisasi yang dibelokkan hanya karena Bom Alam Sutera tak mengurangi dan tak mengubah konsentarsi aparat keamanan dan intelejen terhadap 4 sumber tradisional terorisme di Indonesia.

Maka, memanfaatkan kisruh Setya Novanto, pemberantasan mafia migas dan audit Petral yang menyangkut mafia Petral Muhammad Riza atau Reza Chalid, aparat intelejen, BIN, Polri dan tentu unit Densus 88 meningkatkan antisipasi gerakan teroris yang berkolaborasi dengan mafia, dan kembalinya para teoris Indonesia yang berjumlah sekitar 1,000 orang yang akan mekancarkan teror di Indonesia. Ini perlu diwaspadai oleh Indonesia.

Salam bahagia ala saya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline